HALAMAN UTAMA

Sabtu, 18 Desember 2021

Menumbuhkan Sikap Saling Percaya di Dalam Kelompok Sosial

 


Dialog antarkomponen masyarakat merupakan bagian tidak terpisahkan dari kerukunan kehidupan umat manusia yang secara kasatmata menunjukkan bahwa keragaman dan perubahan kebudayaan atau dinamika sosial sering mengarah pada situasi konflik. Dialog pada masyarakat multikultur mempunyai beberapa fungsi, di antaranya sebagai berikut.

 

  • Sebagai wahana komunikasi antara orang-orang yang berada pada tingkat yang relatif sama.
  • Merupakan upaya untuk mempertemukan hati dan pikiran antarsesama anggota masyarakat.
  • Dapat dijadikan jalan bersama untuk menjelaskan kebenaran atas dasar kejujuran dan kerja sama dalam kegiatan sosial untuk kepentingan bersama dalam menciptakan dan memelihara keseimbangan dan keteraturan hidup bermasyarakat.
  • Untuk memahami, mengidentifikasi, dan menyosialisasikan kebijakan, konsep, dan langkah-langkah kerukunan hidup bermasyarakat.
  • Untuk pembinaan kerukunan umat manusia dalam rangka pengendalian konflik.

 

Berbicara tentang toleransi dan empati dalam hubungan keragaman dan perubahan kebudayaan, dihadapkan pada dua permasalahan, Pertama, bagaimana membangun kembali semangat “saling percaya” dalam interaksi antarkomunitas atau kelompok sosial setelah berlangsungnya konflik-konflik komunal yang menggunakan sentimen suku bangsa atau etnis, agama, ras, politik, dan ekonomi di berbagai daerah. Kedua, bagaimana komunitas atau kelompok sosial dapat hidup berdampingan dengan diversitas budaya atau komunitas subkultur yang berbeda, seperti budaya kosmopolitarisme, globalisme, budaya popular, budaya etnik, dan budaya lokal yang dilahirkan oleh masyarakat multikukural. Permasalahan tersebut sangat relevan dengan semakin kuatnya penggunaan politik identitas dalam berbagai konflik komunal di masa transisi seperti terjadi kehidupan masyarakat pada umumnya.

 

Seperti halnya pada masyarakat Indonesia, sikap saling percaya sebagai kekuatan mewujudkan komunitas humanistik atau komunitas warga (civic community) mengalami kemerosotan ketika kekuasan rezim Orde Baru mengatasnamakan keanekaragaman komunitas atau kelompok sosial yang membatasi kebebasan sipil dan kebebasan politik. Kekuasaan otoriter itu juga yang membangun yang kemudian disebut ideologi SARA.

 

Dengan demikian, sesuatu bekerjanya pengendalian politik atas pluralisme menyebabkan kemampuan komunitas warga mewujudkan kehidupan yang demokratis melalui kesepakatan dan keseteraan secara politis, soltdaritas, kepercayaan (truste), toleransi, serta struktur sosial yang kooperatif antarwarga, memudar digantikan oleh peran negara di seluruh sektor kehidupan. Upaya mengembalikan sikap saling percaya yang sempat goyah akibat pertikaian antarkelompok sosial, tidaklah mudah.

 

Sumber:

Bagja Waluya. 2009. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Lawang, Robert M.Z. 1980. Pengantar Sosiologi. Jakarta: UT.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.