Multikultural berasal dari kata multi
yang berarti banyak (lebih dari dua) dan culture artinya kebudayaan.
Secara sederhana, masyarakat multikultural adalah masyarakat yang memiliki
lebih dari dua kebudayaan. Masyarakat multikultural tersusun atas berbagai
budaya yang menjadi sumber nilai bagi terpeliharanya kestabilan kehidupan
masyarakat pendukungnya. Keragaman budaya tersebut berfungsi untuk
mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi sosial masyarakatnya.
Menurut Fuad Hassan, setiap
masyarakat pendukung kebudayaan (culture bearers) cenderung menjadikan
kebudayaannya sebagai kerangka acuan bagi perikehidupan sekaligus untuk mengukuhkan
jati diri sebagai kebersamaan yang unik. Oleh karena itu, perbedaan
antarkebudayaan justru bermanfaat dalam mempertahankan dasar identitas diri dan
integrasi sosial masyarakat tersebut.
Multikultural masyarakat dalam
tatanan sosial agama dan suku bangsa telah ada sejak zaman nenek moyang.
Kebhinekaan budaya yang dapat hidup berdampingan secara damai merupakan
kekayaan yang tak ternilai dalam khazanah budaya nasional. Diunggulkannya suatu
nilai oleh seseorang atau sekelompok masyarakat bukan berarti tidak
dihiraukannya nilai-nilai lain, tetapi kurang dijadikan sebagai acuan dalam
bersikap dan berperilaku dibandingkan dengan nilai yang diunggulkannya. Oleh
karena itu, permasalahan multikultural justru merupakan suatu keindahan apabila
identitas setiap budaya dapat bermakna dan diagungkan oleh masyarakat
pendukungnya, serta dapat dihormati oleh kelompok masyarakat lain. Hal ini
untuk kebanggaan dan sifat egoisme kelompok apalagi apabila diwarnai
kepentingan politik tertentu seperti digunakannya simbol-simbol budaya Jawa
yang salah kaprah untuk membangun struktur dan budaya politik yang
sentralistik.
Keragaman atau multikulturalisme
merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di
masa silam, kini, dan di waktu-waktu mendatang. Multikulturalisme secara
sederhana dapat dipahami sebagai pengakuan bahwa sebuah negara atau masyarakat
adalah beragam dan majemuk. Sebaliknya, negara tidak mengandung kebudayaan
nasional yang tunggal.
Akan tetapi, keragaman tersebut
hendaklah tidak ditafsirkan secara tunggal. Komitmen untuk mengakui keragaman
merupakan salah satu ciri dan karakter utama masyarakat, negara-bangsa.
Keragaman tidak lantas menjadi sumber kekacauan, distruksi sosial ataupun
konflik yang berkepanjangan. Hal tersebut disebabkan danya simbol-simbol,
nilai-nilai, struktur-struktur, dan lembaga-lembaga dalam kehidupan bersama.
Masyarakat Indonesia adalah gabungan
semua kelompok manusia yang hidup di Indonesia. Suatu kenyataan yang tak bisa
ditolak bahwa Indonesia terdiri atas berbagai kelompok etnis, budaya, dan
agama. Oleh karena itu, bangsa Indonesia sederhana dapat disebut sebagai
masyarakat “multikultural”. Akan tetapi, keadaan multikultural tersebut
berhadapan dengan kebutuhan untuk menyusun suatu kebudayaan nasional Indonesia
yang dapat menjadi kekuatan pemersatu bangsa.
Pandangan “multikultural” sebenarnya
bukanlah hal yang baru di Indonesia. Prinsip Indonesia sebagai negara “bhinneka
tunggal ika”, mencerminkan bahwa meskipun Indonesia adalah multikultural,
tetapi tetap terintegrasi dalam kesatuan. Pembentukan masyarakat multikultural
Indonesia tidak bisa secara taken for granted atau trial and error.
Harus diupayakan secara terprogram, terintegrasi dan berkesinambungan.
Keragaman suku bangsa merupakan salah satu ciri masyarakat Indonesia yang
seringkali dibanggakan. Banyak yang belum menyadari bahwa keragaman tersebut
juga menyimpan potensi konflik yang dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Semuanya ini, memiliki fokus terhadap
kolaborasi, kerja sama, dan negosiasi perbedaan-perbedaan untuk menyelesaikan
konflik. Sebagian besar masyarakat Indonesia menekankan pada kehidupan bersama,
saling mendukung, dan menghormati satu sama lain hak dan
kewajiban personal maupun komunal.
Pada tahap ini, komitmen terhadap
nilai-nilai tidak dapat dipandang berkaitan hanya dengan eksklusivisme personal
dan sosial, atau dengan superioritas kultural, tetapi lebih jauh lagi dengan
kemanusiaan (humanness), komitmen, dan kohesi kemanusiaan termasuk di
dalamnya melalui toleransi, saling menghormati hak-hak personal dan komunal.
Manusia, ketika berhadapan dengan simbol-simbol, doktrin-doktrin,
prinsip-prinsip dan pola-pola tingkah laku, sesungguhnya mengungkap kan dan
sekaligus mengideal isasikan komitmen kepada kemanusiaan (baik secara personal
maupun komunal) dan kebudayaan yang dihasilkannya.
Dalam konteks ini, multikulturalisme
dapat pula dipahami sebagai “kepercayaan” kepada normalitas dan penerimaan
keragaman. Pandangan dunia multikulturalisme seperti ini dapat dipandang
sebagai titik tolak dan fondasi bagi kewarganegaraan yang beradab.
Multikulturalisme dapat dipandang sebagai landasan budaya (cultural basic)
bagi kewarganegaraan dan pendidikan.
Masyarakat Indonesia adalah seluruh
gabungan semua kelompok manusia yang hidup di Indonesia. Suatu kenyataan yang
tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri atas berbagai kelompok
etnis, budaya, agama, dan lain-lain sehingga bangsa Indonesia secara sederhana
dapat disebut sebagai masyarakat “multikultural”.
Sumber:
Bagja Waluya. 2009. Sosiologi:
Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
Lawang, Robert M.Z. 1980. Pengantar
Sosiologi. Jakarta: UT.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi:
Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.