Zaman Praaksara
A. Apersepsi
Pernahkah kamu mengunjungi museum purbakala?
Ditempat itu kamu dapat menemukan benda-benda peninggalan orang zaman dahulu. Melalui benda benda tersebut, nenek moyang kita dapat bertahan hidup. Tapi tahukah kamu, apa fungsi benda benda tersebut? Pada pembahasan ini kita akan mengenal zaman praaksara.
B. Pengertian Zaman Praaksara
Zaman praaksara atau zaman prasejarah adalah zaman dimana manusia purba belum mengenal tulisan. Zaman praaksara juga di sebut dengan zaman nirleka (nir = tidak, leka = tulisan aksara) yang berarti zaman tulisan belum di temukan. Zaman Praaksara dimulai sejak manusia ada di muka bumi sampai dengan saat manusia mengenal tulisan. Setelah manusia mulai memahami atau mengenal tulisan, mereka memasuki zaman sejarah.
C. Pembagian Zaman Praaksara
Berdasarkan ilmu geologi, terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam empat zaman. Zaman-zaman tersebut sebagai periodisasi atau pembagian prasejarah yang terdiri dari:
1. Archaeikum atau Azoikum
Berlangsung kurang lebih 2500 juta tahun. Kulit bumi masih sangat panas, karena masih dalam proses pembentukan. Oleh karena itu pada zaman ini belum ada tanda-tanda kehidupan.
2. Paleozoikum (Zaman Kehidupan Tua)
Berlangsung kurang lebih 340 juta tahun. Bumi masih belum stabil, iklim berubah-ubah dan curah hujan sangat besar. Mulai ada tanda-tanda kehidupan, ditandai dengan munculnya makhluk bersel satu (mikroorganisme), hewan-hewan kecil yang tidak bertulang punggung, jenis-jenis ikan, amphibi dan reptil. Ada pula jenis-jenis tumbuhan ganggang dan rerumputan. Zaman ini juga disebut zaman primer (zaman pertama).
3. Mesozoikum
Zaman mesozoikum atau yang disebut juga dengan zaman sekunder, berlangsung sekitar 140 juta tahun yang lalu. Zaman Mesozoikum ditandai dengan hewan-hewan reptil bertubuh besar seperti dinosaurus oleh karena itu zaman Mesozoikum disebut dengan zaman reptil. Masa ketika permukaan bumi sudah benar – benar stabil.
4. Neozoikum
Zaman neozoikum terjadi sekitar 60 juta tahun yang lalu. Pada zaman neozoikum kehidupan mulai stabil berkembang dan beragam. Zaman Neozoikum dibagi menjadi:
a) Zaman Tersier
Zaman setelah kepunahan dinosaurus, ketika permukaan bumi didominasi mamalia dan burung.
Zaman setelah kepunahan dinosaurus, ketika permukaan bumi didominasi mamalia dan burung.
b) Zaman Sekunder
Zaman Sekunder ditandai dengan munculnya tanda-tanda kehidupan manusia purba.
Zaman Sekunder ditandai dengan munculnya tanda-tanda kehidupan manusia purba.
Zaman Neezoikum di bagi kembali menjadi 2 zaman kembali yaitu:
a) Zaman pleistosen/ dilivium (zaman glasial/es)
Masa ini ditandai dengan mencairnya es di kutub utara karena perubahan iklim. Zaman pleistosen berlangsung sekitar 600 ribu tahun yang lalu. kehidupan manusia mulai ada pada masa ini.
b) Zaman Holosen/alluvium
Masa ini di tandai dengan munculnnya homo sapiens. Homo sapiens merupakan nenek moyang manusia modern pada saat ini. Masa ini terjadi sekitar 20.000 tahun yang lalu.
Berdasarkan ilmu arkeologi periode zaman praaksara dibagi menjadi empat zaman:
1. Zaman Batu:
Ketika manusia baru mulai menggunakan peralatan, yang terbuat dari materi yang paling mudah digunakan yaitu batu. Dibagi lagi menjadi zaman batuan tua (paleolitikum), batuan tengah (mesolitikum), batuan baru (neolitikum), dan batuan besar (megalitikum).
2. Zaman Logam:
Masa ketika manusia sudah menguasai teknologi untuk mengolah logam; memungkinkan manusia untuk membuat dan menggunakan peralatan dari logam. Zaman ini dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu zaman perunggu dan zaman besi.
D. Kehidupan Manusia Purba
Manusia Purba adalah makhluk hidup sejenis manusia yang hadir sebelum adanya manusia modern. Mereka memilih tinggal dekat dengan sumber air karena air merupakan kebutuhan manusia yang amat sangat penting, mulai dari sebagai kebutuhan jasmani hingga mobilitas dari satu tempat ke tempat lain. Manusia purba masa praaksara pada awalnya hidup dengan cara berburu dan meramu atau masih bergantung pada alam. Karena itu, mereka juga hidup berpindah-pindah seiring dengan ketersediaan makanan. Masa ini disebut pula dengan masa food gathering.
Setelah masa food gathering, mereka mulai mengenal masa food producing. Tidak hanya mengumpulkan makanan, manusia purba juga mulai melakukan kegiatan bercocok tanam untuk mengusahakan makanannya. Jika tanah sudah habis, mereka akan mencari lahan baru. Mereka mulai menebang bahkan membakar hutan.
Manusia purba masa praaksara juga memiliki sistem kepercayaan. Ada tiga sistem kepercayaan yang diyakini merupakan bagian dari masa praaksara. Pertama, animisme yang mempercayai pengaruh roh nenek moyang bagi kehidupannya. Kedua, dinamisme yang mempercayai kekuatan suatu benda dalam mempengaruhi kehidupannya. Ketiga, totemisme yang mempercayai kekuatan hewan yang dianggap suci.
E. Peninggalan Zaman Praaksara
1. Kapak Sumatera
Kapak Sumatra atau Kapak Sumatra (Kapak Kerikil) adalah kapak buatan tangan yang terbuat dari batu-batu besar yang pecah atau terbelah. Kapak Sumatra ini terletak di Kjokkenmoddinger di wilayah pantai timur Sumatra antara Medan dan Aceh.
2. Kapak Berimbas
Kapak ini yakni terdiri dari batu perimbas dengan batang. Penggunaan kapak dilakukan dengan mencengkeram. Fungsi kapak adalah memotong kayu, binatang kulit, dan mematahkan tulang binatang liar. kapak berimbas adalah salah satu peninggalan zaman batu purba yang ditemukan di banyak daerah di Indonesia.
3. Kapak Genggam
Kapak genggam pada zaman praaksara yang terbuat dari batu atau lempung dan tak bertangkai itu ditemukan oleh seorang bernama Ralph von Koenigswald pada tahun 1935 di Punung Kabupaten Pacitan. Kapak genggam ini digunakan oleh manusia praaksara pada zaman paleolithikum sebagai alat penetak atau alat yang digunakan untuk membelah kayu, menggali umbi – umbian, memotong dagimg hewan buruan, serta berbagai keperluan lainnya. Kapak genggam ini memiliki kesamaan dengan kapak berimbas yang juga ditemukan pada zaman praaksara. Hanya saja kapak berimbas berukuran lebih besar bila dibandingkan dengan kapak genggam. Menurut salah satu sumber, kapak berimbas ini dibuat oleh manusia pithecantropus dan banyak ditemukan di Indonesia, khususnya kabupaten pacitan. Adapun kegunaannya tak jauh berbeda dengan kapak genggam, yakni untuk memotong daging hewan.
3. Kapak Pendek
kapak pendek ini berbentuk setengah lingkaran dan memiliki sisi yang tajam sehingga lebih mempermudah untuk memotong daging atau hal-hal lainnya. Sama seperti kapak sumatera, kapak pendek ini banyak ditemukan di daerah sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatra. Para peneliti kemudian mencari persebaran pebble dan kapak pendek sampai ke tempat asal mula ras Papua melanosoide di teluk Tonkin,Vietnam. Akhirnya ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari Hoabinhian dan Bacsonian,Vietnam Utara.
4. Pipisan
Pipisan merupakan batu Penggiling. Bila dibandingkan dengan zaman sekarang, barangkali pipisan ini serupa dengan ulekan karena sama-sama digunakan untuk menghancurkan biji-bijian. Hanya saja bentuk pipisan ini datar dan halus. Pipisan ini tidak hanya digunakan untuk menggiling makanan, tetapi juga untuk menghaluskan cat merah yang terbuat dari tanah merah yang merupakan bentuk aktivitas yang berkaitan dengan upacara ritual dan kepercayaan. Alat ini ditemukan di kjokkenmoddinger di sepanjang Sumatera Timur laut, di antara Langsa (Aceh) dan Medan (Sumatera Utara).
5. Kapak Persegi
Kapak persegi ini ditemukan oleh Von Heine Geldern. Alat ini memiliki bentuk yang memanjang dengan penampang berbentuk. Sesuai namanya, kapak persegi ini terbuat dari batu yang berbentuk persegi. Kapak ini dipergunakan untuk membentuk ukiran kayu, mengolah tanah, serta melaksanakan upacara. Di daerah Indonesia sendiri, kapak persegi banyak ditemukan di Jawa, Kalimantan Selatan,Sulawesi , dan Nusa Tenggara.
6. Kapak Bahu
Kapak bahu adalah sejenis kapak persegi yang pada tangkainya diberi leher sehingga membentuk botol persegi. Kapak bahu ini ditemukan pada zaman neolithikum. Daerah kebudayaan kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa, Filipina terus ke barat sampai sungai Gangga hingga bagian tengah Malaysia Barat. Pada masa neolithikum di bagian selatan Indonesia ditemukan kapak bahu sehingga pada masa itu neolithikum Indonesia belum mengenalnya, kecuali daerah sekitar minahasa.
7. Kapak Lonjong
Kapak lonjong ini terbuat dari batu sungai dan memiliki warna yang kehitam-hitaman. Sama seperti namanya, kapak lonjong ini memiliki bentuk yang lonjong, ujungnya yang lancip menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar disebut dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi, yakni untuk menggarap tanah.
8. Nekara
Nekara adalah gendang perunggu berbentuk seperti dandang berpinggang pada bagian tengahnya dengan selaput suara berupa logam atau perunggu. Pada zamannya, nekara dianggap benda suci yang berfungsi sebagai benda upacara, alat pendukung perkawin. Benda ini banyak ditemukan di Bali, Nusatenggara, Maluku, Selayar, dan Irian.
9. Sarkofagus
Sarkofagus ini merupakan peti mati yang terbuat dari batu yang utuh dan diberikan penutup pada bagian atasnya. Salah satu tempat penemuan sarkofagus adalah Bali, serta beberapa lainnya juga ditemukan di Bondowoso Jawa Timur.
10. Menhir
Menhir merupakan benda peninggalan praaksara yang berkaitan dengan kepercayaan yang dianut oleh manusia pada masa itu. Menhir ini berbentuk tiang atau tugu terbuat dari batu yang berdiri tegak di atas tanah. Menhir didirikan sebagai sarana menyembah arwah nenek moyang. Menhir banyak ditemukan di dataran tinggi antara lain pegunungan antara wilayah Palembang dan Bengkulu, Ngada (Flores), Gunung Kidul, Rembang(Jawa Tengah), Sungai Talang Koto dan daerah lainnya.
11. Dolmen
Sama halnya dengan menhir, dolmen juga merupakan salah satu sarana penyembahan arwah nenek moyang pada masa praaksara. Dolmen yang memiliki bentuk seperti meja yang tersusun dari beberapa batu itu banyak ditemukan di daerah Besuki Jawa Timur. Di daerah tersebut biasanya dinamai pandhusa.
12. Waruga
Waruga atau kubur batu merupakan peti mati yang terbuat dari batu. Keempat Sisinya berdindingkan papan-papan batu begitu pula alas dan bidang atasnya dari papan batu. Waruga banyak ditemukan di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.
13. Arca atau Patung
Arca adalah Patung yang terbuat dari batu utuh. Bentuknya ada bermacam-macam, ada yang menyerupai manusia, kepala manusia, dan juga hewan. Arca banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Lampung ,Jawa Tengah, dan Jawa Tengah. Arca ini juga merupakan salah satu sarana penyembahan pada masa praaksara.
14. Punden Berundak
Punden berundak ini sendiri merupakan peninggalan megalitikum yang terdiri dari susunan batu bertingkat dan berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap nenek moyang. Punden berundak banyak ditemukan di Lebak sibedug, Banten Selatan, Leles (Garut) dan Kuningan.
15. Flakes
Kembali ke benda-benda peninggalan praaksara yang berupa peralatan atau perkakas, ada juga dikenal dengan nama flakes. Flakes ini merupakan alat yang terbuat terbuat dari pecahan batu kecil. Ia berfungsi sebagai alat penusuk, pemotong daging, dan pisau. Flakes banyak ditemukan di Daerah Sangiran,Sragen, Jawa Tengah. Termasuk kebudayaan Ngandong.
16. Perkakas dari Tulang dan Tanduk
Selain dari batu, perkakas yang digunakan pada masa praaksara juga banyak terbuat dari tulang dan tanduk hewan. Perkakas tulang dan tanduk ini berfungsi sebagai alat penusuk, pengorek dan mata tombak. Alat ini banyak di temukan di Daerah Ngandong, dekat Ngawi ,Jawa Timur.
17. Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger merupakan sampah dapur yang terdiri dari kulit – kulit kerang dan siput pada masa Mesolithikum yang tertumpuk selama beribu – ribu tahun sehingga membentuk sebuah bukit kecil yang beberapa meter tingginya. Kjokkenmoddinger banyak ditemukan di Sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatra.
18. Abris Sous Roche
Abris sous roche adalah gua – gua batu karang atau ceruk yang digunakan sebagai tempat tinggal manusia Purba. Banyak ditemukan di pesisir pantai timur Sumatra.
19. Lukisan di Dinding Gua
Lukisan ini menggambarkan hewan buruan dan cap tangan berwarna merah. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa manusia praaksara telah menyadari adanya seni. Lukisan di dinding gua ditemukan di Leang Leang, Sulawesi Selatan,di Gua Raha,Pulau Muna,Sulawesi Tenggara, dan di Danau Sentani,Papua.
Praptanto, E. 2010. Sejarah Indonesia. Jakarta: PT Bina Sumber Daya MIPA.

