Abstrak
Asia Selatan adalah bagian
selatan dari benua Asia
yang di mana wilayah ini sangat beragam
dalam budaya, agama, dan bahasa. Ada banyak bahasa, agama, dan tradisi yang
berbeda di sana. Namun, keberagaman ini juga menyebabkan ketegangan etnis dan
agama yang sering kali berujung pada konflik yang memengaruhi perkembangan ekonomi, politik, dan sosial pada
negara di Asia Selatan, khususnya pasca kemerdekaan. Maka, tujuan penulisan ini
adalah untuk memahami lebih dalam tentang
perkembangan ekonomi, politik, dan sosial di negara-negara Asia Selatan setelah
merdeka, terutama dalam konteks konflik yang terjadi di kawasan tersebut.
Adapun Penulisan ini menggunakan metode sejarah, memiliki tahap yang harus dilalui yakni tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi. Pembagian British Raj pada tahun 1947 adalah peristiwa penting
yang mengubah politik, ekonomi, dan sosial di Asia Selatan. Pembagian ini
berdasarkan agama, di mana India menjadi negara sekuler dengan mayoritas
penduduk Hindu, sementara Pakistan terbentuk sebagai negara bagi umat Muslim, yang kelak akan menjadi konflik
antar umat beragama di kemudian hari. Setelah itu waktu terus berjalan dan konflik-konflik di Asia
Selatan terus terjadi, seperti konflik wilayah Kashmir, konflik antara Pakistan Barat dan
Pakistan Timur yang akan melahirkan negara Bangladesh, serta krisis rasial di Sri Lanka.
Kata kunci: India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka
PENDAHULUAN
Asia Selatan adalah wilayah di bagian selatan benua
Asia yang meliputi daerah sekitar anak benua India. Lebih tepatnya, istilah
"anak benua India" mengacu pada negara-negara di kawasan Asia Selatan atau lempeng India. Kawasan ini
memiliki luas sekitar 10% dari total luas benua Asia, yaitu sekitar 4.480.000
km2. Meskipun demikian, Asia Selatan memiliki jumlah
penduduk yang mencapai sekitar 40% dari total populasi Asia.
Asia Selatan memiliki populasi yang sangat besar di
dunia. Sekitar 1,6 miliar orang tinggal di wilayah ini, yang setara dengan
seperempat dari total populasi dunia. Tingkat kepadatan penduduk di Asia
Selatan mencapai 305 orang/km2, atau sekitar tujuh
kali lebih tinggi dari rata-rata global. Sebagian besar kebudayaan di Asia
Selatan dipengaruhi oleh budaya India. Keragaman budaya dan jumlah penduduk
yang besar, jika tidak ditangani dengan baik oleh pihak yang tepat, dapat menyebabkan konflik di masa depan. Hal ini berpotensi mengganggu
keamanan dan ketertiban masyarakat di kawasan Asia Selatan.
Setelah berhasil meraih kemerdekaan, negara-negara
Asia Selatan memasuki tahap baru dalam sejarahnya, yaitu pasca kemerdekaan.
Pada tahap ini, negara-negara tersebut harus membangun sendiri segala aspek
kehidupannya, termasuk
ekonomi, politik, dan sosial. Namun, setiap negara Asia Selatan memiliki
tantangan dan karakteristik unik dalam proses pembangunan pasca kemerdekaan.
Selain itu, banyak negara di wilayah ini mengalami konflik yang serius, seperti
konflik antara negara, militansi agama, dan konflik etnis. Konflik tersebut
seringkali menyebabkan kerusakan besar, penindasan, kekerasan, dan mengancam
perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut.
Asia Selatan merupakan wilayah yang terdiri dari
beberapa negara seperti Bangladesh, Bhutan, Pakistan, Nepal, Maladewa, Sri
Lanka, dan India. Wilayah ini kerap mengalami konflik dan ketegangan politik,
baik dari dalam maupun luar wilayah tersebut. Salah satu contohnya adalah
permusuhan antara India dan Pakistan yang terjadi akibat pemisahan Pakistan dan
India yang diatur dalam Indian Independence Act 1947 yang dibuat oleh Inggris,
serta konflik
antara Pakistan Barat dan Pakistan Timur yang berujung pada lahirnya
negara baru yakni Bangladesh. Selain itu,
terdapat kelompok militan yang mendukung terorisme yang tersebar di
negara-negara di wilayah ini, seperti yang terjadi di wilayah Kashmir. Adapun di Sri Lanka, terjadi krisis rasial antara orang
Sinhala dan Tamil yang juga menambah daftar konflik di Asia Selatan.
Oleh sebab itu, terdapat potensi konflik yang signifikan di Asia
Selatan. Negara-negara di wilayah tersebut saling mencurigai dan meningkatkan
kekuatan militer mereka untuk menjaga keamanan negara masing-masing. Konflik internal dan eksternal ini telah menciptakan ketidakstabilan
ekonomi, politik, dan sosial yang terus mempengaruhi situasi di regional Asia Selatan, terutama pasca kemerdekaan.
Dari paragraf tersebut, penulis ingin memahami lebih dalam tentang perkembangan ekonomi, politik, dan sosial di negara-negara Asia Selatan setelah merdeka, seperti pemisahan Bristh Raj dan Pakistan Timur memerdekakan diri menjadi Bangladesh. Adapun konteks konflik yang terjadi di kawasan tersebut, seperti masalah Kashmir dan krisis rasial di Sri Lanka. Selain itu, penulis juga melakukan penelitian melalui sumber-sumber yang relevan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan ekonomi, politik, dan sosial di negara-negara Asia Selatan pasca kemerdekaan. Dengan memahami latar belakang ini, penulis dapat menyimpulkan penyebab-penyebab konflik yang terjadi di Asia Selatan pasca kemerdekaan. Perbedaan utama dari penulisan ini dengan penulisan yang telah ada adalah pendekatan analitis yang lebih mendalam, terutama dalam mengkaji konflik-konflik yang di Asia Selatan pasca kemerdekaan.
METODE
Penelitian
ini menggunakan metode sejarah sebagai pendekatan penulisan ini. Metode sejarah
merupakan suatu proses yang melibatkan pengujian, analisis, dan kajian kritis
terhadap buku-buku dan artikel ilmiah yang dipublikasikan melalui literasi
digital yang dapat dipercaya. Metode ini juga melibatkan pembuatan interpretasi
dan sintesis fakta-fakta sehingga membentuk sebuah narasi sejarah yang dapat
dipercaya (Gottschalk, 1975). Tujuan dari metode ini adalah untuk memahami,
menganalisis, dan menginterpretasikan peristiwa dan proses sejarah secara
sistematis dan objektif. Penting untuk diingat bahwa metode sejarah harus
dilakukan dengan ketat dan objektif, dengan mempertimbangkan berbagai
perspektif dan sumber informasi yang mungkin mengandung bias atau tidak
didasarkan pada fakta. Langkah-langkah yang perlu diikuti dalam menggunakan
metode sejarah adalah heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan
historiografi.
Langkah
pertama dalam metode sejarah adalah heuristik. Heuristik berasal dari kata
Yunani "heuriskein" yang artinya menemukan. Secara umum,
heuristik adalah seni atau ilmu untuk menemukan solusi atau solusi baru yang
dapat menyelesaikan masalah. Menurut sumber lain, heuristik adalah cara untuk
mengungkapkan pemikiran agar masalah dapat segera terselesaikan. Dalam konteks
sejarah, heuristik disebut metode penelitian yang melibatkan langkah-langkah
dalam mengumpulkan berbagai jenis data penelitian, seperti buku-buku dan
artikel ilmiah yang telah dipublikasi oleh penulis terdahulu (Rainer, 2004). Dapat
disimpulkan bahwa heuristik adalah aturan sederhana dan efektif yang digunakan
manusia untuk membuat penilaian dan mengambil keputusan.
Setelah
sumber-sumber terkumpul, langkah berikutnya adalah kritik sumber. Kritik sumber
sangat penting untuk memastikan keaslian dan kebenaran sumber tersebut,
sehingga dapat digunakan sebagai data yang valid untuk menjawab pertanyaan
penelitian. Khususnya dalam konteks sejarah, kritik sumber dilakukan untuk
mendapatkan kepercayaan terhadap sumber yang digunakan (Sumargono, 2021).
Verifikasi atau kritik sumber sejarah adalah langkah penting dalam proses
penelitian sejarah, dimana peneliti menguji dan memverifikasi sumber-sumber
atau data-data sejarah yang digunakan.
Tahap
berikutnya, penulis melakukan interpretasi terhadap sumber sejarah, sehingga
akan menimbulkan subjektivitas. Secara garis besar, pengertian interpretasi
merujuk pada suatu proses yang melibatkan pemberian pendapat, kesan, gagasan,
serta pandangan secara teoritis terhadap suatu objek tertentu. Proses ini
timbul dari ide yang mendalam dan dipengaruhi oleh latar belakang individu yang
menciptakan objek tersebut (Abror, 2020). Jika disimpulkan, pengertian
interpretasi disebut sebagai penafsiran untuk meningkatkan pemahaman pada
sumber sejarah.
Tahap akhir metode sejarah dapat disebut sebagai historiografi. Ini adalah penulisan tentang sejarah di mana data yang telah digabungkan menjadi kisah sejarah. Pada tahap ini, penulis akan menulis tentang pemahaman dan interpretasi mereka tentang peristiwa sejarah dengan cara menganalisis naratif deskriptif yang logistik dan dapat dipercaya (Sumargono, 2021).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Kondisi India dan
Pakistan Pasca Proklamasi Kemerdekaan
Pembagian India dituangkan dalam Indian Independence Act 1947 berdasarkan garis Radcliffe. Hal ini menyebabkan pembubaran Kerajaan Inggris di Asia Selatan yang bernama British Raj dan terciptanya dua wilayah kekuasaan independen yakni India dan
Pakistan (Metcalf &
Barbara, 2012).
Pemisahan British Raj pada tahun
1947 mengakibatkan hilangnya banyak nyawa dan migrasi yang belum pernah terjadi
sebelumnya antara dua wilayah kekuasaan yang baru terbentuk. Para pengungsi
yang selamat dari peristiwa traumatis ini, semakin yakin bahwa keselamatan
hanya dapat ditemukan jika berada di antara orang-orang seagama. Bagi Pakistan,
pemisahan ini memberikan perlindungan nyata bagi umat Islam yang sebelumnya
hanya ada dalam imajinasi. Migrasi ini terjadi dengan cepat, mengakibatkan
sekitar 14 hingga 18 juta orang mengungsi, dan mungkin lebih banyak lagi.
Pemisahan ini juga menyebabkan tingginya angka kematian, dan dipekirakan bahwa
sekitar satu juta orang kehilangan nyawa selama periode ini. Kekerasan dari
pemisahan itu menciptakan suasana permusuhan dan kecurigaan antara India dan
Pakistan yang terus berdampak pada hubungan mereka hingga hari ini.
Sekitar 3,5 juta populasi Hindu dan
Sikh di Punjab Barat, Baluchistan, Benggala Timur, dan Sind pindah ke India
karena takut akan ditindas oleh orang Muslim di Pakistan. Adanya kekerasan
antar kelompok umat beragama yang menyebabkan sekitar satu juta orang Hindu,
Muslim, dan Sikh meninggal. Kekerasan ini terjadi di wilayah perbatasan Punjab
dan Bengal, Kota Calcutta, Delhi, dan Kota Lahore. Kekerasan ini berhenti pada
awal September karena kerja sama dari pemimpin India dan Pakistan. Kedua
pemerintah tersebut membangun kamp bantuan besar untuk pengungsi yang datang
dan pergi, dan Angkatan Darat India juga membantu dalam skala besar.
Adapun kekerasan antar umat beragama
ini bisa berhenti karena peran Mohandas Karamchand Gandhi. Gandhi melakukan
mogok makan di Kota Calcutta dan Delhi untuk menenangkan masyarakat dan
menekankan perdamaian, meskipun nyawanya terancam. Namun, peran Gandhi dalam
menghentikan kekerasan tersebut berakhir dengan Mohandas Karamchand Gandhi
dibunuh oleh Nathuram Godse pada tanggal 30 Januari 1948. Godse menganggap
Gandhi bertanggung jawab atas pemisahan British Raj dan Gandhi dituduh memenuhi
tuntutan umat Islam (Ahmed, 2022). Lebih dari satu juta orang memenuhi
jalan-jalan Delhi untuk mengikuti prosesi pemakaman dan memberikan penghormatan
terakhir kepada Gandhi.
Pada tahun 1949, sekitar 1 juta
pengungsi Hindu datang ke Benggala Barat di India karena mereka mengalami Kekerasan,
kerusuhan, dan penindasan oleh orang-orang Muslim di Pakistan Timur. Kesengsaraan
para pengungsi ini membuat umat Hindu dan nasionalis India marah, dan jumlah
pengungsi mengakibatkan dana keuangan negara-negara bagian di India tidak mampu
menampung mereka. Kendati demikian, tidak ingin terjadi perang, Perdana Menteri
India Jawaharlal Nehru dan Wakil Perdana Menteri India Sardar Patel mengajak Perdana
Menteri Pakistan Liaquat Ali Khan untuk melakukan negosiasi
di Delhi. Banyak orang India yang menganggap ini sebagai langkah untuk
meredakan ketegangan. Jawaharlal Nehru mengesahkan persetujuan antara Liaquat
Ali Khan yang berjanji untuk melindungi kelompok minoritas dan membentuk komisi
minoritas. Selain itu, kedua belah pihak juga mengesahkan persetujuan
perdagangan, dan berkomitmen untuk menyelesaikan perselisihan dua pihak dengan
cara damai, tetapi ikatan baik ini tidak berlangsung lama, terutama karena
sengketa wilayah Kashmir.
2.
Lahirnya Bangladesh di
Teluk Benggala Timur
Pada tahun 1947, ketika terjadi Indian Independence Act 1947, bagian barat Benggala menjadi bagian dari India,
sementara bagian timur bergabung dengan Pakistan dan dikenal sebagai Benggala
Timur (kemudian menjadi Pakistan Timur). Kelak di kemudian hari,
Pakistan Timur akan mencapai kemerdekaan dan menjadi negara yang terpisah,
yaitu Bangladesh. Sejarah
berdirinya Bangladesh sebagai berikut.
1)
Faktor-faktor Pendorong
Lahirnya Negara Bangladesh
Dalam
perspektif geografis, posisi Pakistan Barat dan Pakistan Timur terletak sangat
jauh satu sama lain, dengan jarak yang mencapai jarak lebih dari 1.000 mil
(sekitar 1.600 km). Kendati demikian, terdapat kendala dalam menjalin
komunikasi antara kedua wilayah tersebut sehingga memicu perpecahan antara
Pakistan Barat dengan Pakistan Timur.
Penetapan
dialek Urdu sebagai bahasa nasional di Pakistan Timur dapat menjadi pemicu
terbentuknya negara Bangladesh. Dialek Urdu digunakan di Pakistan Barat, di
tempat lain yang berada di Pakistan Timur menggunakan dialek Bengali.
Pada tahun 1970, Liga
Awami memenangkan pemilihan umum di Pakistan yang dipelopori oleh Sheikh
Mujibur Rahman. Mereka memenangkan mayoritas dari kursi di Majelis Nasional dan
berhak membentuk pemerintahan. Namun, Zulfikar Ali Bhutto dari Partai Rakyat
Pakistan menolak Rahman sebagai Perdana Menteri dan mengusulkan dua Perdana
Menteri untuk Pakistan Barat dan Timur. Usulan ini menimbulkan kemarahan di
Pakistan Timur.
Pada akhirnya, Angkatan
Darat Pakistan melancarkan operasi yang dikenal sebagai Operasi Searchlight,
yang diawali pada 25 Maret 1971, dengan tujuan untuk mengatur pergerakan
nasionalis Benggala yang berada di Pakistan Timur. Operasi ini berhasil merebut
kendali atas kota-kota utama pada tanggal 26 Maret 1971 dan dalam waktu satu
bulan berhasil menghilangkan semua bentuk oposisi, baik dari segi politik
maupun militer. Kejadian ini menjadi titik awal dari deklarasi kemerdekaan
Bangladesh dan perang kemerdekaan Bangladesh.
2)
Maklumat Kemerdekaan Bangladesh
Tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh tentara Pakistan pada tanggal 25 Maret 1971 telah membuat
orang-orang Bengali sangat marah. Sebagai respons terhadap kemarahan tersebut,
Sheikh Mujibur Rahman telah menandatangani sebuah deklarasi resmi yang berisi hal-hal
berikut ini.
Hari ini, Bangladesh
telah merdeka dan berdaulat. Malam Kamis lalu, Angkatan Darat Pakistan Barat secara
mengejutkan melakukan serangan terhadap Kantor Polisi Razarbagh dan Markas
Tentara Bangladesh Pilkhana di Kota Dhaka. Banyak warga yang tidak bersalah dan
tidak bersenjata tewas di Kota Dhaka dan daerah lainnya di Bangladesh.
Kekerasan antara Bangladesh dan Pakistan terus berlanjut. Rakyat Benggala
berjuang dengan keberanian besar untuk mencapai kemerdekaan Bangladesh. Semoga
Allah memberikan pertolongan dalam perjuangan kita untuk mencapai kebebasan.
Melalui radio, Sheikh
Mujibur juga mengarahkan rakyat untuk melakukan perlawanan tentara pendudukan
Pakistan. Pada 26 Maret 1971, Sheikh Mujibur ditawan pada pukul 01.30 dini hari,
seperti yang dilaporkan oleh Radio Pakistan. Sebuah surat kawat yang berisi pernyataan
maklumat Sheikh Mujibur Rahman ditemukan oleh sekelompok mahasiswa di
Chittagong. Pesan tersebut kemudian diartikan ke dalam Dialek Bengali oleh Dr.
Manjula Anwar untuk disebarkan kepada masyarakat Bengali oleh sekumpulan
mahasiswa himpunan mahasiswa. Namun, sekumpulan mahasiswa tidak berhasil
mendapatkan persetujuan untuk menyebarluaskan pesan tersebut melalui Stasiun
Agrabad yang dimiliki oleh Radio Pakistan. Oleh karena itu, mereka memutuskan
untuk menyeberangi Jembatan Kalurghat menuju Stasiun Radio Kalurghat yang diduduki
oleh Resimen Benggala Timur yang dipimpin oleh Mayor Ziaur Rahman. Tentara
Benggala menaungi stasiun tersebut ketika sedang menyiapkan transmisi gelombang
radio. Pada pukul 19.45, 27 Maret 1971, Mayor Ziaur Rahman menyatakan maklumat kemerdekaan atas nama
Sheikh Mujibur Rahman melalui gelombang radio tersebut. Dengan dimulainya
deklarasi kemerdekaan ini, perang kemerdekaan Bangladesh dimulai.
3)
Perang Kemerdekaan Bangladesh
Pada bulan Maret 1971,
terjadi perlawanan spontan yang tidak diharapkan akan berlangsung lama. Namun,
ketika Tentara Pakistan melakukan tindakan keras terhadap penduduk, perlawanan
semakin meningkat dan aktivitas Mukti Bahini atau Gerilyawan Bangladesh juga
melakukan perlawanan. Militer Pakistan Barat berusaha untuk menumpas mereka,
tetapi jumlah tentara Pakistan Timur yang berkhianat ke tentara Bangladesh
meningkat. Tentara Bangladesh kemudian bergabung dengan Mukti Bahini dan
mendapat bantuan dari India. Pakistan merespon dengan mengirim dua divisi
infantri dan mereorganisasi tentara mereka. Pakistan juga memanggil tentara
paramiliter di Razakar, Al-Badr dan Al-Sham, serta rakyat Benggala dan Muslim
Bihar yang tidak mendukung kemerdekaan Bangladesh untuk melakukan perlawanan
terhadap Mukti Bahini (Ali, 2021). Pada tanggal 17 April 1971, pemerintahan
darurat Bangladesh dibentuk di Kota Mujib Nagar.
Komando tentara
Bangladesh didirikan pada tanggal 11 Juli 1971 yang dimana terdapat Kolonel
Osmani menjabat sebagai kepala komando, Letnan Kolonel Abdur Rab sebagai kepala
Petugas Tentara, dan Kapten Khandker sebagai Wakil Kepala Petugas Tentara dan
kepala Angkatan Udara. Bangladesh terbagi dalam Sebelas Sektor, di mana setiap
sektor memiliki komandan yang dipilih dari perwira yang telah berkhianat dari
tentara Pakistan untuk melaksanakan operasi gerilya dan mengajar tentara
Bangladesh. Sebagian besar kemah pelatihan Bangladesh terletak di dekat wilayah
perbatasan India dan berjalan dengan bantuan dari India. Tentara India
memberikan bantuan kepada Mukti Bahini melalui Tentara Perbatasan Bangladesh.
Operasi gerilya yang
dilakukan Mukti Bahini sempat menurun selama pelatihan dan kembali aktif
setelah bulan Agustus 1971 karena di Kota Dhaka yang merupakan sektor ekonomi
dan militer diserang oleh Tentara Pakistan. Salah satu keberhasilan Tentara
Bangladesh yang luar biasa adalah Operasi Jackpot yang di mana angkatan laut
Bangladesh berhasil menghancurkan kapal Pakistan di Chittagong dengan
menggunakan ranjau pada tanggal 16 Agustus 1971. Namun, sebagai balas dendam, Pakistan
melakukan pembalasan dengan mengambil nyawa ribuan penduduk Bangladesh.
Pada akhir tahun 1971,
Tentara Bangladesh melancarkan serangan terhadap pos-pos tentara Pakistan, yang
mengakibatkan 90 dari 370 pos perbatasan dikuasai oleh Tentara Bangladesh.
Serangan gerilya Bangladesh semakin kuat, tetapi pembalasan dendam dari pihak
Pakistan terhadap penduduk Bangladesh juga semakin melonjak akan kekerasan
tersebut. Selain itu, Mukti Bahini berhasil merebut landasan terbang sementara
di Lalmonirhat dan Shalutikar yang digunakan untuk menerima bantuan dan senjata
dari India.
Akhirnya, Pakistan
mengalami kekalahan dalam perang kemerdekaan Bangladesh yang ditandai dengan
penyerahan diri Pakistan kepada
Bangladesh, 16 Desember 1971. Rakyat Bangladesh senang karena mereka telah dimerdekakan.
Saat ini, Bangladesh butuh diakui oleh negara-negara lain karena hanya sedikit
yang mengakui keberadaannya. Bangladesh telah memohon agar diakui PBB, namun
upaya ini dihalangi oleh Tiongkok yang merupakan sekutu Pakistan. Amerika
Serikat akhirnya mengakui adanya Bangladesh pada tahun 1972 setelah Persetujuan
Shimla ditandatangani antara India dan Pakistan. Persetujuan ini menyatakan
bahwa Pakistan mengakui kemerdekaan Bangladesh dan melepaskan tahanan perang
Pakistan untuk memperlancar transisi. Dengan adanya persetujuan Shimla, dunia
internasional akhirnya mengakui keberadaan Bangladesh (Matinuddin, 1994).
3.
Konflik di Asia Selatan
Lainnya
Disamping insiden
kekerasan antar umat beragama yang terjadi akibat migrasi penduduk pada periode
1947-1950 yang dipicu oleh pembagian British Raj dan konflik antara Pakistan
Barat dan Pakistan Timur, Asia Selatan juga mencatat sejumlah konflik sejarah lainnya
sebagai berikut.
1)
Perang Kashmir
India dan Pakistan sudah
terlibat dalam tiga pertempuran yang berkaitan dengan masalah Kashmir pada
tahun 1947, 1965, dan 1999. Kedua negara ini juga terlibat dalam beberapa
pertempuran dalam upaya memperebutkan kekuasaan atas Gletser Siachen. India
mengklaim seluruh wilayah Jammu dan Kashmir sebagai miliknya. Namun, klaim ini
ditentang oleh Pakistan yang menguasai sekitar 37% wilayah Kashmir, yaitu Azad
Kashmir dan bagian utara Gilgit Baltistan (Shoaib, 2010).
Perang Kashmir yang
terjadi pada periode 1947-1948 merupakan konflik pertama yang melibatkan kedua
pihak yang bersengketa. Setelah Kashmir bergabung dengan India, pasukan payung
India dikirim ke Srinagar pada 27 Oktober 1947. Keterlibatan pasukan India di
Kashmir membuat konflik dengan Pakistan semakin meluas. Pertempuran-pertempuran
darat terjadi di wilayah Jammu dan Kashmir sebagai kawasan pertikaian yang
terbatas (Hamka, 1994).
Perang ini berakhir
dengan terbentuknya garis gencatan senjata di wilayah Kashmir, yang masih
menjadi sengketa antara India dan Pakistan. Garis batas ini membagi wilayah
Kashmir menjadi dua bagian, yaitu Pakistan Over Kashmir (POK) dan India
Over Kashmir (IOK). Pasukan India menjaga wilayah timur Lembah Kashmir,
Jammu, Ladakh, sementara Pakistan mengawasi wilayah barat Azad Kashmir (Bose
& Sumantra, 2007).
Konflik kembali timbul
pada tahun 1965, tepatnya dari tanggal 5 Agustus hingga 22 September 1965,
ketika resolusi dan upaya perdamaian mengalami kegagalan. Sejak awal tahun
1965, sikap India terhadap Kashmir semakin buruk, sehingga kompromi semakin
sulit. Hal ini dikarenakan, pada Maret 1965 terjadi pertempuran antara pasukan
India dan Pakistan di perbatasan Bengal Barat dan Pakistan Timur. Selain itu, bulan
April 1965 juga terjadi insiden serius di perbatasan India dan Pakistan,
khususnya di Rann of Kutch. Kedua peristiwa tersebut merupakan penyebab
timbulnya perang Kashmir 1965.
Pada tanggal 5 Agustus
1965, banyak tentara Pakistan menyeberangi Line Of Control dan masuk ke
wilayah Kashmir. Sebagai bentuk balas dendam atas kejadian sebelumnya, India
menyerang Lahore pada tanggal 6 September. Secara bersamaan, pasukan India dan
Pakistan menyeberangi perbatasan Kashmir dan terjadi pertempuran tank yang
menjadi Perang Kashmir tahun 1965. Perang ini dianggap sebagai perang terbesar
antara Pakistan dan India dalam sengketa wilayah Kashmir.
Pada tanggal 22 September
1965, kedua negara telah mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang yang pada
saat itu mengalami kebuntuan melalui gencatan senjata yang diamanatkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada tanggal 4 Januari 1966, India dan Pakistan
bertemu di Taskent, Uzbekistan dan Perdana Menteri Aleksey Kosygin yang turut
serta membantu proses gencatan senjata berhasil membawa kedua negara tersebut
mencapai kesepakatan. Pada tanggal 10 Januari 1966, India dan Pakistan setuju
untuk menarik semua pasukan bersenjata dari kedua negara paling lambat pada
tanggal 25 Februari 1966, serta memperhatikan ketentuan-ketentuan gencatan
senjata.
Namun, pada tahun 1999
terjadi perang yang dipicu oleh masalah Kashmir, khususnya di Kargil. Kargil
merupakan sebuah distrik di wilayah Kashmir yang menjadi tempat terjadinya
konflik militer ini. Perang Kargil dimulai ketika militer Pakistan melalui angkatan
daratnya menyerang pos-pos keamanan yang dimiliki oleh India di Kargil dan
berhasil menguasai beberapa pos lainnya. Tentu saja, tindakan ini memicu reaksi
dari pihak India. Hal ini terjadi karena pasukan Pakistan telah melanggar Line
of Control yang merupakan batas secara fisik di antara dua negara yang
sedang bersengketa. Jelas terlihat bahwa Pakistan berusaha merebut Kargil
sebagai bagian dari upaya untuk merebut Kashmir.
Ketegangan antara kedua
negara ini telah terjadi sejak bulan Mei 1998 karena kedua negara tersebut
melakukan latihan militer di Gletser Siachen. Ketegangan ini berujung pada
operasi militer yang diduga dilakukan dengan tujuan untuk
menginternasionalisasikan isu Kashmir dan mendapatkan perhatian dari dunia
internasional. Pada akhirnya, Perang Kargil atau Perang Kashmir tahun 1999
berakhir karena adanya intervensi dari komunitas internasional yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya perang nuklir yang dapat mengancam kedua negara,
mengingat bahwa keduanya telah melakukan uji coba bom nuklir sebelum konflik di
Kargil ini meletus. Sampai penulisan ini dibuat, konflik di Kashmir masih terus
mengalami ketegangan antara kedua negara tersebut.
2)
Krisis Rasial di Sri Lanka
Sejak mencapai
kemerdekaan dari Inggris pada tanggal 4 Februari 1948, Sri Lanka yang pada saat
itu dikenal sebagai Ceylon, telah terlibat dalam konflik antara orang Sinhala
dan Tamil di Sri Lanka. Orang Sinhala memiliki sentimen kebencian terhadap
orang Tamil setelah negara ini merdeka (Bose & Sumantra, 2007). Mereka
merasa bahwa orang Tamil diberikan perlakuan istimewa oleh Inggris pada masa
pendudukan Inggris di Ceylon. Sebagai hasilnya, pemerintah yang dikuasai oleh
orang Sinhala mencabut hak-hak pekerja Tamil dari India, mengganti bahasa resmi
negara dari bahasa Inggris menjadi bahasa Sinhala, dan menjadikan agama Buddha
sebagai agama resmi di Sri Lanka. Tindakan-tindakan ini menyebabkan protes
keras dari orang Tamil yang merasa didiskriminasi.
Untuk menghapus jejak
kolonialisme, pemerintah Sinhala mengubah nama negara dari Ceylon menjadi Sri
Lanka pada tahun 1972. Namun, upaya ini tidak berhasil meredakan ketegangan
etnik yang terus tumbuh akibat kurangnya upaya pemerintah dalam merangkul
minoritas Tamil. Pada tahun 1976, beberapa orang Tamil membentuk kelompok yang bernama
Liberation Tigers of Tamil Eelam. Mereka ingin membebaskan tanah air Tamil di
utara dan timur Sri Lanka, di mana banyak orang Tamil yang menetap di sana.
Kelompok Liberation Tigers of Tamil Eelam ingin kemerdekaan bagi tanah air
mereka (Mahr, 2013).
Pada tahun 1983, kelompok
Liberation Tigers of Tamil Eelam menyerang konvoi tentara Sri Lanka dan
menewaskan 13 tentara. Serangan ini disebabkan kemarahan etnis Sinhala dan
menyebabkan kerusuhan di Sri Lanka pada waktu itu. Sebagai akibatnya, sekitar
400 hingga 3.000 orang Tamil meninggal dan ratusan ribu lainnya terpaksa
meninggalkan tempat tinggal mereka. Kejadian ini dikenal sebagai “Juli Hitam”
dan menjadi pemicu terjadinya Perang Sipil Sri Lanka yang berlangsung lama.
Selama perang, Liberation
Tigers of Tamil Eelam adalah organisasi pembebasan yang sangat radikal. Mereka
terkenal karena melakukan aksi bom bunuh diri, merekrut anak-anak menjadi
tentara, dan melakukan tindakan-tindakan lainnya. Organisasi ini mendapatkan
dana operasional dari sumbangan yang diberikan oleh diaspora Tamil di Kanada,
Inggris, dan India. Sumbangan ini seringkali dilakukan oleh diaspora Tamil
dengan harapan agar keluarga mereka dapat selamat dari konflik.
Meskipun resolusi
gencatan senjata sering kali gagal meredakan konflik antara kedua belah pihak,
terjangan Tsunami pada tahun 2004 telah membuat kerusuhan antara Sinhala dan
Tamil berhenti. Namun, pembunuhan Menteri Luar Negeri Sri Lanka, Lakshman
Kadirgamar pada tahun 2005, kembali memicu konflik yang terus berlanjut. Dalam
dua tahun berikutnya, pemerintah Sri Lanka dan kelompok separatis Liberation
Tigers of Tamil Eelam sering kali melanggar kesepakatan gencatan senjata yang
telah disepakati sebelumnya.
Pada akhirnya, bulan Mei 2009, pemerintah Sri Lanka mengatakan bahwa mereka telah berhasil mengalahkan semua kelompok pemberontak Liberation Tigers of Tamil Eelam dan menyatakan bahwa perang telah berakhir. Banyak anggota kelompok Liberation Tigers of Tamil Eelam, termasuk pemimpin mereka, dieksekusi mati sebagai akibatnya (Manivannan, 2019). Menurut perkiraan PBB, sekitar 40.000 warga sipil tewas pada saat perang mencapai puncak sebelum penumpasan total. Jika total orang tewas ini dijumlahkan, diperkirakan bahwa lebih dari 100.000 orang tewas selama perang berlangsung. Meskipun tindakan yang dilakukan oleh kelompok Liberation Tigers of Tamil Eelam selama 26 tahun, perang saudara ini dilakukan dengan berbagai cara yang fanatik dan keras, aksi mereka lebih berkaitan dengan nasionalisme dan etnis daripada perang yang dipicu karena perbedaan agama.
KESIMPULAN
Pembagian
India dan pembentukan Pakistan pada tahun 1947 merupakan peristiwa yang
signifikan dalam mengubah konfigurasi politik, ekonomi, dan sosial di kawasan
Asia Selatan. Pembagian ini didasarkan pada pertimbangan agama, dimana India
menjadi negara sekuler dengan mayoritas penduduk beragama Hindu, sementara
Pakistan terbentuk sebagai negara yang diperuntukkan bagi umat Muslim, mencakup wilayah Pakistan Barat dan Pakistan
Timur. Peristiwa pasca kemerdekaan India dan Pakistan mencerminkan kompleksitas hubungan antara kedua
negara ini. Masa depan hubungan bilateral mereka tetap tidak pasti, dengan
potensi konflik dan kerjasama yang selalu ada. Perdamaian dan stabilitas di
kawasan ini tetap menjadi tujuan yang diinginkan dari berbagai golongan, baik
dalam maupun luar.
Konflik
antara Pakistan Barat dan Pakistan Timur telah menghasilkan kemerdekaan bagi
rakyat Bengali dan membentuk negara Bangladesh. Kemerdekaan Bangladesh ini
telah mengkonsolidasikan identitas nasional mereka sebagai sebuah negara
berdaulat yang merdeka. Hal ini memberikan rasa kebanggaan dan jati diri bagi
penduduk Bangladesh, yang sebelumnya merupakan bagian dari Pakistan Timur.
Kemerdekaan Bangladesh ini merupakan tonggak sejarah yang penting dan telah
membuka jalan bagi perkembangan dan kemajuan negara ini. Meskipun masih
dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti kemiskinan, korupsi, dan ketegangan
politik, Bangladesh terus berusaha menuju hari esok yang lebih baik dengan cara memanfaatkan
hikmah dan pelajaran yang diperoleh dari sejarah mereka.
Selain
itu, terdapat konflik yang sedang berlangsung di wilayah Kashmir yang telah berjalan selama berpuluh-puluh tahun
dan masih berlanjut sampai saat ini. Konflik ini menyangkut dua negara, yaitu India dan Pakistan, yang
keduanya mengklaim sebagian atau seluruh wilayah Kashmir. Konflik Kashmir
memiliki dimensi etnis dan agama yang signifikan, dengan mayoritas penduduk
Kashmir yang beragama Muslim menginginkan kemerdekaan atau bergabung dengan
Pakistan, sementara India menganggap Kashmir sebagai bagian integral dari
negaranya yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Meskipun demikian, konflik
wilayah Kashmir merupakan salah satu konflik terpanjang di dunia yang masih
berlanjut hingga penulisan ini dibuat. Solusi
untuk konflik ini akan memerlukan kerja sama yang kuat antara India, Pakistan,
dan komunitas internasional, serta komitmen untuk mencapai perdamaian yang
berkelanjutan dan keadilan bagi penduduk Kashmir.
Apabila melihat ke arah selatan India, terdapat sebuah negara bernama Sri Lanka yang memiliki sejarah konflik rasial yang kompleks. Krisis rasial di Sri Lanka telah berlangsung selama waktu yang lama dan berdampak signifikan pada negara tersebut. Krisis ini berasal dari ketegangan antara mayoritas Sinhala (Buddha) dan minoritas Tamil (Hindu), yang meliputi konflik etnis dan agama, serta masalah sejarah dan politik. Krisis ini mencapai puncaknya dalam bentuk perang saudara yang berkepanjangan antara pemerintah Sri Lanka dan kelompok pemberontak Liberation Tigers of Tamil Eelam selama lebih dari dua dekade sebelum berakhir pada tahun 2009 dengan kemenangan militer pemerintah. Perang saudara tersebut mengakibatkan kerusakan besar-besaran, hilangnya banyak nyawa, dan trauma yang mendalam bagi masyarakat Sri Lanka. Pemulihan pasca perang melibatkan rekonstruksi fisik, pemulihan sosial, dan upaya rekonsiliasi. Meskipun perang berakhir, Sri Lanka masih menghadapi tantangan besar dalam mencapai rekonsiliasi nasional dan pemulihan pasca-konflik. Konflik antara komunitas Sinhala dan Tamil tetap ada, terutama dalam hal hak asasi manusia, status etnis, dan pertimbangan politik. Rekonsiliasi nasional dan upaya untuk mengatasi ketegangan etnis dan agama adalah kunci untuk kehidupan yang lebih kukuh dan aman di Sri Lanka. Untuk mencapai perdamaian dan stabilitas jangka panjang, penting bagi Sri Lanka untuk terus bekerja menuju rekonsiliasi nasional, mengatasi masalah hak asasi manusia, dan mempromosikan dialog antar komunitas yang lebih luas.
DAFTAR RUJUKAN
Abror. 2020. Cara Tepat Melakukan
Penelitian Sejarah. Jakarta: Republika.
Anjali Manivannan. 2019. A Decade
Without Justice for Sri Lanka’s Tamils. (Online). (https://thediplomat.com), diakses pada tanggal 29 September 2023.
Bose, Sumantra. 2007. Disputed territories: Israel-Palestine,
Kashmir, Bosnia, Cyprus, and Sri Lanka. UK: Harvard University
Press.
Choudhury. 1994. The End of United Pakistan. UK: Oxford
University Press.
Khan Syed Shaiz Ali. India-Pakistan War. 2021. USA:
University of California Press.
Krista
Mahr. 2013. Sri Lanka to Start Tally of Civil-War Dead. USA: Time.
Matinuddin. 1994. The East Pakistan Crisis, 1968-1971, was
a tragic series of mistakes. Pakistan:
Reverie.
Metcalf, Barbara. 2012. A Short History of Modern
India. UK: Cambridge University Press.
Rainer. 2004. Metodologi Penulisan
Sejarah. Jakarta: Gagas Media.
Raja Qaiser Ahmed. 2022. Pakistan
Factor and the Competing Perspectives in India: Party Centric View. Dehli: Palgrave
Macmillan.
Rusjdi Hamka. 1994. Kashmir: A World of Beauty on Trial. Jakarta: Pustaka Panji Mas.
Shoaib. 2010. Pakistan's bad policy towards Kashmir. Sri Lanka: Guardian.
Sumargono. 2021. Metodologi Penelitian Sejarah. Klaten: Lakeish.