ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO)
Gunakan fitur "search my site" untuk mencari artikel yang anda inginkan
 

Selasa, 31 Agustus 2021

Munculnya Konflik di Konsekuensi Mobilitas Sosial

 

Keberhasilan yang dicapai dalam memperoleh kedudukan bagi seseorang atau kelompok, tidak mungkin tanpa adanya perasaan tidak senang dari orang atau kelompok lain. Hal itu dapat meningkatkan pertentangan antara yang berhasil men dapatkan kedudukan dengan yang tidak berhasil atau yang merasa tergeser oleh orang yang menempati kedudukan baru.

 

Berikut ini macam-macam konflik yang mungkin terjadi dalam kehidupan sosial.

 

A. Konflik Antarkelas Sosial

 

Demo para pekerja

Pertentangan dapat terjadi apabila seseorang dari lapisan sosial bawah menduduki posisi di lapisan menengah atau atas, kemudian kelompok lapisan sosial yang didatangi merasa terganggu, akhirnyanterjadi pertentangan. Misalnya sebagai berikut.

 

  • Amir anak seorang pengemudi becak berhasil menjadi pedagang yang kaya dan memiliki kedudukan yang terhormat di masyarakat. Hal yang demikian kadangkala menyebabkan ketidaksenangan dari mereka yang telah lebih dahulu berada pada lapisan menengah sehingga Amir perlu untuk meredam pertentangan dengan cara menyesuaikan diri terhadap kondisi kelas atau lapisan sosial yang baru.

 

  • Pertentangan kelas dapat pula disebabkan oleh mobilitas sosial vertikal yang menurun, contohnya bapak X seorang pengusaha kaya mengalami kebangkrutan dalam usahanya. Apabila perilaku sosial bapak X sebelum bangkrut tidak diterima oleh lapisan bawah karena sombong dengan kekayaannya maka setelah bapak X berada di kelas bawah menjadi terasing di lingkungan sosialnya.

 

  • Perkawinan yang terjadi pada masyarakat yang memiliki sistem sosial tertutup atau masyarakat yang memberlakukan sistem kasta. Seseorang dari kasta rendah kawin dengan orang yang berasal dari kasta lebih tinggi karena perkawinan menyebabkan kedudukannya terangkat dari sebelumnya. Hal inipun dapat menyebabkan ketidaksenangan dari lapisan masyarakat yang didatangi, dan dianggap mengotori atau mengganggu keutuhan kasta yang lebih tinggi.

 

  • Karyawan di sebuah pabrik sebagai tulang punggung industri, menuntut kenaikan gaji dan fasilitas lain yang dianggap tidak dapat menjamin untuk hidup layak. Oleh karena itu, karyawan yang merupakan lapisan bawah dalam perekonomian menuntut hak yang harus diterimanya kepada pengusaha (atau orang-orang yang mengendalikan dan menentukan kebijaksanaan perusahaan).

 

B. Konflik Antarkelompok Sosial

 

Demo kaum mayoritas terhadap minoritas

Pertentangan yang terjadi pada kelompok sosial, tidak jauh berbeda dengan konflik pada kelas atau lapisan sosial. Konflik yang dilakukan oleh kelas sosial berupa orang perorangan, tetapi konflik pada kelompok sosial berupa kumpulan orang yang melakukan pertentangan. Misalnya sebagai berikut.

 

  • Kelompok mayoritas apabila berada di bawah kelompok minoritas dalam menguasai perekonomian maka akan menyebabkan saling mencurigai, merasa tidak puas dengan kedudukan yang diperoleh kelompok minoritas.

 

  • Keberhasilan yang dicapai oleh kelompok tertentu akan menyeba kan ketidakpuasan kelompok lain sehingga mereka menuntut persamaan hak.

 

C. Konflik Antargenerasi

 

Perseteruan senior dan junior karyawan


Situasi sosial seperti pergaulan, pendidikan, zaman, teknologi yang dialami oleh seorang anak akan berbeda dengan situasi sosial orangtuanya. Perbedaan ini akan membawa pertentangan apabila kedudukan anak sama atau lebih tinggi daripada orangtuanya. Pertentangan ini tidak selalu terjadi dengan orangtuanya saja tetapi dapat juga dengan orang lain yang lebih tua. Misalnya:

 

  • Di suatu kantor seorang pemuda berusia 20 tahun memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding dengan orang lain yang ada di sekelilingnya yang rata-rata berusia 45 tahun ke atas sehingga pemuda yang bersangkutan harus memimpin orang-orang yang usianya jauh lebih tinggi sebagai bawahannya. Tidak sedikit di antara mereka merasa digurui oleh anak yang lebih muda. Hal ini mengakibatkan terjadinya pertentangan antargenerasi dan akan terus berlanjut apabila tidak adanya kesadaran di antara mereka untuk saling memahami sikap dan tindakan masing-masing.

  • Nasihat yang baik tidak selalu datang dari orangtua, adakalanya nasihat datang dari anak muda. Akan tetapi, orangtua jarang menerima nasihat yang datang dari anak muda yang usianya jauh di bawah usia orangtua karena dianggap menggurui, tidak pantas, dan tidak sopan. Orangtua yang demikian memiliki sikap yang konservatif (kolot) tidak terbuka terhadap keadaan zaman yang telah berubah. Anak muda dengan kemampuan dan pendidikannya dapat melakukan mobilitas vertikal sehingga memiliki kedudukan yang lebih baik daripada orangtua.

 

Sumber:

Bagja Waluya. 2009. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Lawang, Robert M.Z. 1980. Pengantar Sosiologi. Jakarta: UT.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.

 


Senin, 30 Agustus 2021

Pertanian dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam di Indonesia

Keadaan alam berbagai wilayah di muka bumi serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya berbeda-beda pada setiap tempat. Perbedaan kekayaan alam tersebut menyebabkan aktivitas ekonomi atau mata pencarian manusia menjadi berbeda pula. Di suatu daerah dengan tanah yang subur, sangat dipastikan daerah tersebut dapat menjadi lahan pertanian produktif atau menguntungkan.

 

Kondisi sumber daya tanah negara Indonesia yang sebagian besar terdiri atas tanah vulkanis dan andosol serta beberapa jenis tanah lainnya dengan dukungan pola iklim tropis basah merupakan salahbsatu pendorong utama bagi kegiatan pertanian. Mineral-mineral yang dikeluarkan perut bumi pada saat terjadi erupsi gunungapi merupakan unsur-unsur hara yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, proses letusan gunung api pada dasarnya merupakan proses peremajaan tanah sehingga tingkat kesuburan tanah vulkanis senantiasa tinggi.

 

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika sebagian besar penduduk Indonesia banyak bergerak dalam sektor pertanian dan perkebunan. Menurut data 1990, penduduk Indonesia yang bermata pencarian pertanian mencapai angka 49,3% dan pada 1991 menjadi 53,9%. Secara umum sistem pertanian yang biasa diupayakan penduduk di negara Indonesia terdiri atas tiga kelompok besar, yaitu sebagai berikut.

 

a. Pertanian Lahan Basah

 

Pertanian Lahan Basah

Sistem pertanian lahan basah sering dinamakan pula pertanian sawah. Pertanian ini merupakan salah satu jenis pengusahaan sumber daya tanah yang paling banyak diupayakan penduduk di Indonesia.

 

Pola budidaya pertanian sawah paling optimal jika dikembangkan di wilayah dataran rendah, dengan ketinggian kurang dari 300 meter di atas permukaan laut, di mana persediaan air terutama air permukaan untuk irigasi cukup banyak sepanjang tahun. Sebagai contoh kawasan dataran rendah sepanjang jalur pantai utara Pulau Jawa (jalur Pantura), seperti Karawang, Purwakarta, Bekasi, Subang, dan Indramayu merupakan ladang padi bagi Jawa Barat, karena daerah-daerah tersebut sangat memenuhi persyaratan bagi pertanian sawah. Wilayah pesawahan jalur Pantai Utara (Pantura) ini terus menyambung dengan wilayah pesawahan di daerah Jawa Tengah. Pertanian sawah juga banyak diupayakan penduduk yang tinggal di sebagian Sumatra dan Kalimantan.

 

Pada ketinggian antara 300–500 meter di atas permukaan laut, tanaman padi masih dapat diupayakan, namun hasilnya tidak sebaik jika dibudidayakan di kawasan dataran rendah sekitar ketinggian kurang dari 300 meter. Selain itu bentuk morfologi wilayahnya sudah mulai bergelombang dan terdapat beberapa wilayah perbukitan, sehingga sistem pertanian sudah mulai menggunakan sistem terasering (sengkedan tanah) untuk mengurangi laju erosi.

 

Pada ketinggian di atas 500 meter, pertanian sawah dinilai tidak optimal lagi karena suhu udara mulai sejuk dan persediaan air sudah berkurang. Pada beberapa wilayah yang cadangan air tanah dan air permukaannya sangat kurang, budidaya tanaman padi biasa diupayakan penduduk dalam bentuk huma (ladang) dengan jenis padi gogo.

 

Beberapa jenis budidaya tanaman padi sawah yang umumnya diupayakan penduduk antara lain sebagai berikut.

 

1) Sawah Irigasi

 

Sawah irigasi adalah sawah yang paling tinggi tingkat produktivitasnya, di mana keperluan airnya disuplai oleh irigasi teknis sehingga setiap saat kebutuhan air terpenuhi. Tingkat kesuburantanah nya pun sangat tinggi sehingga panen bisa dilakukan sampai tiga kali dalam satu tahun. Sawah jenis ini banyak ditemukan di Pulau Jawa.

 

2) Sawah Tadah Hujan

 

Sawah tadah hujan adalah sawah yang sistem pengairannya sangat mengandalkan curah hujan. Jenis sawah ini hanya dapat diolah jika ada air hujan. Hanya pada saat musim hujan sawah ini dapat menghasilkan dan pada musim kemarau sawah ini dibiarkan tidak diolah karena air sulit didapat atau bahkan tidak ada sama sekali. Pertanian sawah tadah hujan sangat cocok dikembangkan pada wilayah yang memiliki curah hujan tinggi.

 

3) Sawah Bencah atau Pasang Surut

 

Sawah pasang surut adalah sawah yang terdapat di sekitar muara-muara sungai atau rawa-rawa sekitar pantai. Jenis padi pasang surut biasa diupayakan penduduk di sekitar kawasan tanah aluvial di muara sungai, sebagai hasil sedimentasi lumpur karena luapan air sungai saat air laut pasang. Sawah ini diolah hanya satu kali dalam setahun. Keperluan air untuk tanaman padi dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

 

Daerah persebaran sistem pertanian sawah pasang surut antara lain di Kepulauan Riau, Jambi, Sumatra Selatan, dan beberapa wilayah Pulau Jawa, serta Kalimantan. Di wilayah Kalimantan Selatan sawah pasang-surut dikenal dengan sistem pertanian sawah banjar.

 

4) Sawah Kambang

 

Padi kambang adalah jenis tanaman padi yang panjang batangnya dapat disesuaikan dengan tinggi muka air pada lahan sawah. Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem padi kambang, yaitu petani hendaknya mengerti benar perilaku air di daerahnya. Hasil pertanian padi kambang ini kurang baik, biasanya hanya sekitar 0,5 kali dari hasil sistem pertanian irigasi.

 

5) Sawah Padi Gogo-Rancah

 

Padi gogo rancah yaitu sistem pertanian dengan mengupayakan jenis padi yang pada saat pengairan cukup baik (musim hujan) menjadi padi sawah biasa, tetapi jika tidak ada air sawah ini berubah menjadi padi gogo (huma).

 

b. Pertanian Lahan Kering

 

Pertanian lahan kering

Pada wilayah-wilayah yang memiliki ketinggian sekitar 500-1.500 meter di atas permukaan laut, dengan rata-rata kondisi suhu udara sedang sampai sejuk, bentuk pertanian yang biasa dijumpai adalah pertanian lahan kering dan hortikultur.

 

Beberapa ahli pertanian ada yang membedakan istilah jenis pertanian lahan kering dan hortikultur. Perbedaan antara jenis pertanian lahan kering murni dan hortikultur terletak pada jenis tanaman yang biasa dibudidayakan. Pertanian lahan kering murni pada umumnya mengupayakan jenis tanaman palawija, sedangkan hortikultur lebih menekankan pada sayuran, buah-buahan, dan bunga-bungaan. Hampir semua jenis tanaman sayuran dan buah-buahan banyak diupayakan oleh penduduk di wilayah ini.

 

Beberapa contoh jenis tanaman palawija yang biasa dibudidayakan pada lahan kering antara lain sebagai berikut.

 

1) Jagung

 

Jagung merupakan makanan pokok sebagian penduduk yang tinggal di Madura, Nusa Tenggara Timur, dan Minahasa. Tanaman ini berasal dari Amerika, dapat tumbuh di daerah tropis maupun subtropis pada ketinggian sekitar 0 - 1.500 meter di atas permukaan laut. Jenis tanaman ini dapat ditanam di ladang, tegalan, dan sawah pada musim kemarau. Daerah persebaran tanaman jagung di Indonesia antara lain Lampung, Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

 

2) Kedelai

 

Kedelai sangat baik ditanam di atas lahan pada ketinggian antara 0 - 1.000 meter di atas permukaan laut. Sumber daya alam ini sangat bermanfaat sebagai konsumsi makanan berkadar protein tinggi. Daerah persebaran kedelai yang cukup potensial antara lain Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat.

 

3) Kacang tanah

 

Kacang tanah merupakan jenis sumber daya alam hayati yang berasal dari negara Brazil. Jenis tanaman pertanian lahan kering banyak diupayakan penduduk di sekitar Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

 

c. Pertanian Ladang

 

Pertanian ladang

Pertanian ladang adalah jenis usaha pertanian yang memanfaatkan lahan kering, artinya dalam pengolahan pertanian tidak banyak memerlukan air. Tanaman yang biasa diusahakan adalah padi dan beberapa jenis tanaman palawija.

 

1) Pertanian Ladang Berpindah

 

Jenis usaha pertanian ini pada umumnya dilakukan oleh para petani perambah hutan. Petani membuat lahan pertanian ladang dengan cara membuka hutan lalu membakar kayu-kayunya, kemudian ditanami dengan tanaman huma dan palawija. Setelah lahan garapannya dirasakan tidak subur lagi, mereka berpindah tempat untuk mencari dan membuka lahan hutan yang baru.

 

Jenis usaha pertanian ladang banyak ditemukan pada daerah-daerah yang masih luas lahan pertaniannya, seperti di Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Sistem ladang berpindah merupakan salah satu aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam yang kurang memerhatikan aspek-aspek kelestarian alam. Hal ini mengakibatkan meluasnya lahan kritis, kerusakan hutan, atau kebakaran akibat ulah dan tangan para petani perambah hutan.

 

2) Pertanian Ladang Tetap

 

Jenis usaha ladang tetap ini dilakukan oleh para petani yang terdapat di Pulau Jawa, sebab lahan pertanian di Pulau Jawa sudah terbatas luasnya sehingga tidak mungkin untuk melakukan sistem ladang berpindah-pindah. Cara perlakuan dalam pengolahan ladang tetap ini sedikit berbeda dengan ladang berpindah. Pada ladang tetap ini biasanya tidak terdapat langkah pengolahan babat bakar kemudian tanam, akan tetapi babat, cangkul, dan kemudian tanam.

 

3) Pertanian Tegalan


Pertanian tegalan adalah usaha pertanian yang mengolah lahan-lahan kering menjadi lebih produktif. Budidaya pertanian tegalan ini tidak banyak memerlukan air. Jenis tanaman yang biasa diusahakan adalah sejenis palawija.

 

Sumber:

 

Allaby, Michael.1997. How it Works The Environment. London: Horus Editions Limited.

Anonim. 1996. Indonesian Heritage Plants. Jakarta: Jayakarta Agung Offset.

Anonim. 2000. The Usborne Encyclopedia of Planet Earth. London: Usborne Publications.

Bambang Utoyo. 2009. Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Soemarwoto, Otto. 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


Minggu, 29 Agustus 2021

Kehidupan Politik, Sosial Ekonomi, dan Kebudayaan di Kerajaan Singosari

 


a. Kehidupan Politik

 

1) Ken Arok (1222–1227).

 

Pendiri Kerajaan Singasari ialah Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa).

 

Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227). Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha.

 

2) Anusapati (1227–1248).

 

Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam.

 

Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa ( tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo mencabut keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati.

 

3) Tohjoyo (1248)

 

Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.

 

4) Ranggawuni (1248–1268)

 

Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Pemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari.

 

Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardana meninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.

 

5) Kertanegara (1268–-1292).

 

Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan.

 

Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja.

 

Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara. Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa,dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol.

 

Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai utusannya yang bernama Mengki. Tidakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke Jawa.

 

Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.

 

Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanaga beserta pembesar istana tewas dalam serangan tersebut.

 

Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati.

 

Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa–Buddha (Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

 

b. Kehidupan Sosial Ekonomi

 

Ketika Ken Arok menjadi Akuwu di Tumapel, ia berusaha meningkatkan kehidupan sosial masyarakatnya. Terjaminnya kehidupan sosial masyarakat Tumapel mengakibatkan bergabungnya daerah-daerah di sekitarnya. Perhatian Ken Arok bertambah besar ketika ia menjadi raja di Singasari.

 

Dengan demikian, rakyat hidup dengan aman dan damai untuk mencapai kesejahteraannya. Akan tetapi, ketika masa pemerintahan Anusapati, kehidupan sosial masyarakat Singasari kurang mendapatkan perhatian. Baru pada masa pemerintahan Wisnuwardana, kehidupan sosial masyarakatnya teratur baik. Rakyat hidup dengan tentram dan damai. Begitu juga masa pemerintahan Kertanegara. Dalam kehidupan ekonomi, rakyat Kerajaan Singasari hidup dari pertanian, pelayaran, dan perdagangan.

 

c. Kehidupan Kebudayaan

 

Kehidupan kebudayaan masyarakat Singasari dapat diketahui dari peninggalan candi-candi dan patung-patung yang berhasil dibangunnya. Candi hasil peninggalan Singasari, di antaranya adalah Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi Singasari. Adapun arca atau patung hasil peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes sebagai perwujudan dari Prajnyaparamita lambang kesempurnaan ilmu dan Patung Kertanegara dalam wujud Patung Joko Dolog.

 

Sumber:

 

Dwi Ari Listiyani. 2009. Sejarah 2 Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS. Jakarta:  Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

 

Chalid Latif dan Irwin Lay. 1992. Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia. Jakarta: Pembina Peraga.

 

Leo Agung S. dan Dwi Ari Listiyani. 2003. Sejarah Nasional dan Umum 2. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

 

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia V dan VI. Jakarta: Balai Pustaka.

 

Nugroho Notosusanto. dkk . 1992. Sejarah Nasional Indonesia 2 dan 3. Jakarta: Depdikbud.

Sabtu, 28 Agustus 2021

Teori Klasik Perdagangan Internasional

 

Teori perdagangan internasional dikelompokkan menjadi dua, yaitu teori klasik dan teori modern. Teori klasik adalah teori keunggulan mutlak atau absolut dari Adam Smith dan teori keunggulan komparatif atau keunggulan relatif dari David Ricardo dan John Stuart Mill.

 

A. Teori Keunggulan Mutlak

 

Teori keunggulan mutlak dari Adam Smith dikenal sebagai teori murni perdagangan internasional. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut.

 


Contoh:

 

Ada dua negara, yaitu Indonesia dan Jepang. Kedua negara tersebut mengadakan hubungan dibidang perdagangan internasional. Adapun jenis barang yang diperdagangkan, yaitu kain dan televisi. Perbandingan hasil produksi kedua negara tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut.

 


Berdasarkan dengan menggunakan jam kerja yang sama, ternyata Indonesia dapat menghasilkan kain lebih banyak daripada Jepang, yaitu sebanyak 60 meter. Adapun Jepang lebih banyak menghasilkan televisi daripada Indonesia, yaitu 60 unit. Dengan demikian dapat disimpulkan Indonesia memiliki keunggulan mutlak dalam memproduksi kain. Adapun Jepang memiliki keunggulanmutlak dalam memproduksi televisi. Oleh karena itu, perdagangan Internasional antara Indonesia dan Jepang dapat dilakukan dengan cara Indonesia mengekspor kain ke Jepang dan sebaliknya, Jepang mengekspor televisi ke Indonesia.

 

B. Teori Keunggulan Relatif atau Komparatif

 

Teori keunggulan komparatif dari David Ricardo (1772-1823) dan John Stuart Mill (1806-1873) dapat dianggap sebagai kritik sekaligus penyempurnaan atas teori keunggulan mutlak dari Adam Smith.

 


 

Contoh:

 

        Ada dua negara, yaitu Indonesia dan Bangladesh, dan terdapat dua jenis barang, yaitu beras dan kain. Di Indonesia untuk memproduksi 1 unit beras seseorang hanya membutuhkan 9 hari kerja, dan untuk memproduksi satu 1 unit kain diperlukan waktu 3 hari kerja. Di Bangladesh, untuk memproduksi 1 unit beras dan 1 unit kain diperlukan masing-masing waktu 12 dan 18 hari kerja.

 


Menurut Adam Smith, perdagangan internasional antara kedua negara tidak akan terjadi, karena Indonesia memiliki keunggulan mutlak atas beras maupun kain, sehingga akan lebih murah bagi Indonesia untuk menukar atau mendapatkan kedua barang tersebut di dalam negeri. Namun, menurut David Ricardo, perdagangan internasional yang saling menguntungkan antara kedua negara akan tetap terjadi selama masih ada perbedaan biaya relatif dalam memproduksi kedua barang tersebut.

 

Dari Tabel tersebut terlihat bahwa Bangladesh memiliki keunggulan untuk kedua produk tersebut sehingga tidak memungkinkan terjadi perdagangan antara Indonesia dan Bangladesh. Namun, secara komparatif masih memungkinkan terjadinya perdagangan dengan melihat dasar tukar dalam negeri masing-masing. Indonesia untuk memproduksi 1 meter kain harus mengorbankan 3 ton beras dan untuk memproduksi 1 ton beras harus mengorbankan 0,33 meter kain. Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada beras karena pengorbanannya lebih kecil. Bangladesh untuk memproduksi 1 meter kain harus mengorbankan 0,67 ton beras dan untuk memproduksi 1 ton beras harus mengorbankan 1,5 meter kain. Bangladesh memiliki keunggulan komparatif pada kain karena pengorbannya lebih kecil.

 

Dengan demikian, berdasarkan perhitungan tersebut masih memungkinkan bagi kedua negara untuk melakukan kerjasama perdagangan internasional. Dalam teori klasik mengenai perdagangan internasional, harga merupakan penentu satu-satunya tingkat keunggulan negara dalam memproduksi suatu barang tertentu. Dengan kata lain, faktor-faktor lain, seperti kualitas, bentuk, ketahanan produk (durability), dan lain-lain tidak berperan sama sekali.

 

Sumber:

 

Boediono. 1999. Ekonomi Internasional, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 3. Yogyakarta: BPFE.

Deliarnov. 1997. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.

Imamul Arifin, Giana Hadi Wagiana. 2009. Membuka Cakrawala Ekonomi untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Krugman, Paul R. dan Maurice Obstfeld. 1999. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lindert. Peter H. dan Charles P. Kindleberger. 1990. Ekonomi Internasional. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Tambunan, Tulus. 2000. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: LP3ES.

Jumat, 27 Agustus 2021

Text Sumber Daya Alam Hayati

 

Selain manusia, makhluk hidup lainnya penghuni planet bumi adalah hewan dan tumbuhan. Dalam konteks sumber daya alam, kedua organisme ini disebut sumber daya alam hayati (biotik). Secara umum, kekayaan alam hewani dibedakan menjadi dua, yaitu kelompok hewan liar dan hewan ternak. Sumber daya hewan dikatakan liar jika hidup secara alamiah pada habitat aslinya tanpa campur tangan manusia.

 

Peternakan merupakan upaya pembudidayaan berbagai jenis hewan untuk tujuan-tujuan tertentu. Misalnya, dimanfaatkan daging atau susunya dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dimanfaatkan kulit atau bulunya, maupun tujuan-tujuan lain. Selain sektor peternakan, bentuk pemanfaatan sumber daya hewan dapat juga berupa sektor perikanan.

 


Dilihat dari jenis yang dibudidayakannya dikenal tiga jenis hewan ternak yaitu kelompok ternak besar, kecil, dan unggas. Jenis hewan yang termasuk ke dalam kelompok ternak besar adalah sapi, kerbau, dan kuda. Hewan ternak kecil antara lain biri-biri (domba), kambing, babi, dan kelinci. Adapun ternak unggas merupakan budi daya berbagai jenis burung, ayam, itik, bebek, dan angsa. Dalam sektor perikanan dikenal perikanan air tawar (sungai, danau, sawah, atau empang), air payau (tambak), dan perikanan laut.

 

Sumber daya alam hayati lainnya adalah flora atau vegetasi, baik yang tumbuh alamiah di hutan dengan beraneka ragam spesies tanaman yang ada di dalamnya maupun yang sengaja dibudidayakan manusia dalam bentuk usaha pertanian dan perkebunan. Hewan dan tumbuhan termasuk sumber daya alam yang dapat dipulihkan melalui pengembangbiakan dan penanaman kembali.

 

Sumber:

 

Allaby, Michael.1997. How it Works The Environment. London: Horus Editions Limited.

Bambang Utoyo. 2009. Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Soemarwoto, Otto. 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kamis, 26 Agustus 2021

Konsekuensi Mobilitas Sosial

 

Para sosiolog melakukan penelitian mobilitas sosial untuk mendapatkan keterangan tentang keteraturan dan keluwesan struktur sosial. Para sosiolog mempunyai perhatian yang khusus terhadap kesulitan yang secara relatif dialami oleh individu dan kelompok sosial dalam mendapatkan kedudukan yang terpandang oleh masyarakat. Semakin seimbang kesempatan untuk mendapatkan kedudukan tersebut, akan semakin besar mobilitas sosial. Hal itu berarti bahwa sifat sistem lapisan masyarakat semakin terbuka. Pada masyarakat berkasta yang bersifat tertutup, hampir tidak ada gerak sosial yang bersifat vertikal karena kedudukan seseorang telah ditentukan sejak dilahirkan. Pekerjaan yang dilakukan, pendidikan yang diperoleh, dan seluruh pola-pola hidupnya telah diketahui sejak dia dilahirkan, karena struktur sosial masyarakatnya tidak memberikan peluang untuk mengadakan perubahan.

 


 

Di negara-negara maju seperti negara-negara Barat, mobilitas sosial vertikal merupakan hal yang umum dialami oleh individu. Dalam sistem lapisan terbuka, semua kedudukan yang hendak dicapai diserahkan pada usaha dan kemampuan si individu. Memang benar, bahwa anak seorang pengusaha mempunyai peluang yang qlebih baik dan lebih besar daripada anak seorang tukang sapu di jalan. Akan tetapi, kebudayaan di masyarakat kita tidak menutup kemungkinan bagi anak tukang sapu untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi daripada kedudukannya yang dimiliki semula. Bahkan sebaliknya, sifat terbuka dalam sistem lapisan, dapat mendorong dirinya untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi dan lebih terpandang dalam masyarakat. Dalam masyarakat selalu ada hambatan dan kesulitan, misalnya birokrasi yang berbelit-belit, biaya, dan kepentingan yang tertanam dengan kuat.

 

Pengaruh mobilitas sosial, baik secara horizontal maupun secara vertikal, umumnya membawa akibat-akibat tertentu yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif terhadap pelakunya. Pengaruh positif adanya mobilitas sosial vertikal, di antaranya sebagai berikut.

 

  • Keberhasilan yang dicapai seseorang, yang dilakukan melalui kerja keras, diharap kan mampu mendorong anggota masyarakat lainnya untuk meniru keberhasilan yang telah dicapai oleh orang tersebut.
  • Suatu kedudukan yang baik, tidak diperoleh dengan mudah tetapi dengan perjuangan, keuletan, dan kerja keras. Begitu pula perlu ditanamkan perjuangan hidup untuk menyongsong hari esok yang lebih baik.
  • Tidak sedikit orang yang berhasil karena pendidikan. Dengan pendidikan, diharapkan kedudukan seseorang menjadi lebih baik. Kebutuhan akan pentingnya pendidikan diharapkan diturunkan oleh orangtua kepada anak-anaknya dan orang lain.
  • Kegagalan yang didapatkan bukan akhir dari segalanya, melainkan sebagai pengalaman berharga untuk bangkit kembali dengan memperbaiki setiap kesalahan yang pernah dilakukan.

 

Keberhasilan yang dicapai sebagai mobilitas sosial vertikal, tidak selamanya membawa kebahagiaan bagi pelaku perubahan. Adakalanya hal tersebut dapat menimbulkan konflik antarkelas sosial, kelompok sosial, dan antargenerasi. Pelaku mobilitas sosial pun harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang telah dicapainya.

 

Sumber:

 

Bagja Waluya. 2009. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Lawang, Robert M.Z. 1980. Pengantar Sosiologi. Jakarta: UT.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.

Rabu, 25 Agustus 2021

Kehidupan politik, Sosial Ekonomi, dan Kebudayaan di Kerajaan Kediri

 


a. Kehidupan politik

 

Dalam persaingan antara Panjalu dan Kediri, ternyata Kediri yang unggul dan menjadi kerajaan yang besar kekuasaannya. Raja terbesar dari Kerajaan Kediri adalah Jayabaya (1135–1157). Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan seperti masa Airlangga dan berhasil. Panjalu dan Jenggala dapat bersatu kembali. Lencana kerajaan memakai simbol Garuda Mukha simbol Airlangga.

 

Pada masa pemerintahannya kesusastraan diperhatikan. Empu Sedah dan Empu Panuluh menggubah karya sastra kitab Bharatayudha yang menggambarkan peperangan antara Pendawa dan Kurawa yang untuk menggambarkan peperangan antara Jenggala dan Kediri. Empu Panuluh juga menggubah kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya. Jayabaya juga terkenal sebagai pujangga yang ahli meramal kejadian masa depan, terutama yang akan menimpa tanah Jawa. Ramalannya terkenal dengan istilah “Jangka Jayabaya". Raja Kediri yang juga memperhatikan kesusastraan ialah Kameswara.

 

Empu Tan Akung menulis kitab Wartasancaya dan Lubdaka, sedangkan Empu Dharmaja menulis kitab Smaradahana. Di dalam kiitab Smaradahana ini Kameswara dipuji-puji sebagai titisan Kamajaya, permaisurinya ialah Sri Kirana atau putri Candrakirana. Raja Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun 1222 kekuasaannya dihancurkan oleh Ken Arok sehingga berakhirlah Kerajaan Kediri dan muncul Kerajaan Singasari.

 

b. Kehidupan Sosial Ekonomi

 

Pada masa Kejayaan Kediri, perhatian raja terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat juga besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan karya-karya sastra saat itu, yang mencerminkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat saat itu. Di antaranya kitab Lubdaka yang berisi ajaran moral bahwa tinggi rendahnya martabat manusia tidak diukur berdasarkan asal dan kedudukan, melainkan berdasarkan kelakukannya.

 

c. Kehidupan Kebudayaan

 

  • Pada masa Dharmawangsa berhasil disadur kitab Mahabarata ke dalam bahasa Jawa Kuno yang disebut kitab Wirataparwa. Selain itu juga disusun kitab hukum yang bernama Siwasasana.

 

  • Di zaman Airlangga disusun kitab Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.

 

  • Masa Jayabaya berhasil digubah kitab Bharatayudha oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Di samping itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya.

 

  • Masa Kameswara berhasil ditulis kitab Smaradhahana oleh Empu Dharmaja. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya oleh Empu Tan Akung.

 

Sumber:

 

Chalid Latif dan Irwin Lay. 1992. Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia. Jakarta: Pembina Peraga.

Dwi Ari Listiyani. 2009. Sejarah 2 Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS. Jakarta:  Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Leo Agung S. dan Dwi Ari Listiyani. 2003. Sejarah Nasional dan Umum 2. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia V dan VI. Jakarta: Balai Pustaka.

Nugroho Notosusanto. dkk . 1992. Sejarah Nasional Indonesia 2 dan 3. Jakarta: Depdikbud.

 
 
 
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO) © 2020