A. Kehidupan Politik
Pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan
telah muncul beberapa kerajaan kecil, seperti Goa, Tallo, Sopeng, dan Bone. Di
antara kerajaan-kerajaan tersebut yang kemudian muncul sebagai kerajaan besar
ialah Goa dan Tallo. Keduanya lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar.
Faktor yang membawa perkembangan
Makassar, antara lain sebagai berikut.
- Terletak di tepi sungai.
- Letak Makasar yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan Malaka–Maluku.
- Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis 1511.
- Beralihnya sistem pemerintahan di Jawa Tengah ke corak agraris.
Pada tahun 1605 penguasa dari
kerajaan kembar Goa dan Tello memeluk agama Islam. Raja Tallo bernama Karaeng
Mataoya yang bergelar Sultan Abdullah dengan julukan Awalul Islam dan Raja Goa
bernama Daeng Manrabia dengan gelar Sultan Alaudin. Pada masa dwitunggal ini
giat mengislamkan rakyat. Oleh karena itu, Kerajaan Makassar merupakan kerajaan
Islam pertama di Sulawesi Selatan. Kerajaan Goa–Tallo (Makassar berkembang di bawah pemerintahan Muhammad
Said (1639–1653) dan mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Hasanuddin (1654–1670). Sultan Hasanuddin mendapat julukan Ayam Jantan dari
Timur karena keberaniannya menetang monopoli Belanda. Usaha-usaha penetrasi
kekuasaan terhadap Makassar dilakukan oleh VOC dalam rangka melaksanakan
politik monopoli perdagangan.
Hubungan Makasar–VOC yang semula
baik, kemudian retak dan akhirnya menjadi permusuhan. Pertempuran besar meletus
pada tahun 1666 ketika Makassar di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin. Dalam
pertempuran ini, VOC di bawah pimpinan Speelman berkoalisi dengan Kapten Jonker
dari Ambon dan Aru Palaka Raja Bone.
| Sultan Hasanuddin |
Perlawanan Hasanuddin berhasil
dipatahkan dan para pemimpin yang tidak mau tunduk kepada VOC, seperti Kraeng
Galesung dan Montemerano melarikan diri ke Jawa. Sultan Hasanuddin dipaksa
menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 Nopember 1667. Isi Perjanjian
Bongaya sangat merugikan rakyat Makassar, seperti berikut ini.
- Wilayah Makassar terbatas pada Goa. Wilayah Bone dikembalikan Kepada Aru Palaka.
- Kapal Makassar dilarang berlayar tanpa seizin VOC.
- Makassar tertutup untuk semua bangsa, kecuali VOC dengan hak monopolinya.
- Semua benteng harus dihancurkan, kecuali satu yakni Benteng Ujung Pandang yang kemudian namanya diganti menjadi Benteng Rotterdam.
- Makassar harus mengganti kerugian perang sebesar 250 ribu ringgit.
Walaupun Sultan Hasanuddin telah
menandatangani perjanjian tersebut, perlawanan terhadap VOC muncul lagi
(1667–1669). Makassar berhasil dihancurkan dan selanjutnya dinyatakan sebagai
milik VOC.
B. Kehidupan Ekonomi
Untuk menunjang Makassar sebagai
pelabuhan transit dan untuk mencukupi kebutuhannya maka kerajaan ini menguasai
daerah-daerah sekitarnya. Di sebelah timur ditaklukanlah Kerajaan Bone,
sedangan untuk memperlancar dan memperluas jalan perdagangan, Makasar mengusai
daerah-daerah selatan, seperti Pulau Selayar, Buton, Lombok, dan Sumbawa di Nusa
Tenggara Barat. Dengan demikian, jalan perdagangan pada waktu musim barat yang
melalui sebelah utara kepulauan Nusa Tenggara dan jalan perdagangan waktu musim
timur yang melalui sebelah selatan dapat dikuasainya.
Makassar berkembang sebagai pelabuhan
internasional, banyak pedagang asing, seperti Portugis, Inggris ,dan Denmark
berdagang di Makassar. Dengan jenis perahu-perahunya seperti pinisi dan lambo, pedagang
Makassar memegang peranan penting dalam perdagangan di Indonesia. Hal ini
menyebabkan mereka berhadapan dengan Belanda sehingga menimbulkan beberapa kali
peperangan. Pihak Belanda yang merasa berkuasa atas Maluku sebagai sumber
rempah rempah, menganggap Makasar sebagai pelabuhan gelap. Hal itu disebabkan
di Makasar dijual belikan rempah-rempah yang berasal dari Maluku.
Untuk mengatur pelayaran dan
perniagaan dalam wilayahnya disusunlah hukum niaga dan perniagaan yang disebut Ade
Allopioping Bicarance Pabbalu’e dan sebuah naskah lontar karya Amanna
Gappa.
C. Aspek Sosial–Budaya
Mengingat Makaasar sebagai kerajaan
maritim dengan sumber kehidupan masyarakat pada aktivitas pelayaran perdagangan
maka sebagian besar kebudayaannya dipengaruhi oleh keadaan tersebut. Hasil
kebudayaan yang terkenal dari Makassar adalah perahu pinisi dan lambo. Selain
itu juga berkembang kebudayaan lain, seperti seni bangun, seni sastra, seni
suara, dan sebagainya.
Sumber:
Chalid Latif dan
Irwin Lay. 1992. Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia. Jakarta: Pembina
Peraga.
Dwi Ari Listiyani.
2009. Sejarah 2 Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional.
Leo Agung S. Dan
Dwi Ari Listiyani. 2003. Sejarah Nasional dan Umum 2. Surakarta:
Sebelas Maret University Press.
Marwati Djoened
Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia V
dan VI. Jakarta: Balai Pustaka.