Wilayah perdesaan pada umumnya masih
diasosiasikan sebagai daerah yang berlokasi di daerah pedalaman, jauh dari
lingkungan perkotaan, dan memiliki keterikatan yang kuat terhadap kehidupan
tradisional. Dalam masyarakat desa berlaku keteraturan kehidupan sosial yang
mencakup kegiatan-kegiatan ekonomi, keagamaan, politik, dan hukum yang sesuai
dengan lingkungan hidup setempat.

Dilihat dari karakteristik
wilayahnya, kawasan perdesaan masih lebih bersifat alamiah, belum banyak
tersentuh oleh teknologi modern dan perkembangan pembangunan. Selain sebagai
lahan permukiman penduduk, sebagian wilayah desa terdiri atas lahan pertanian,
perkebunan, atau tertutup oleh hutan alami, baik itu wilayah desa yang terletak
di wilayah pantai, dataran rendah, maupun dataran tinggi. Adapun kota sebagian
besar wilayahnya tertutup oleh kawasan permukiman penduduk, gedung-gedung
perkantoran, fasilitas sosial, kawasan industri, dan kawasan lainnya. Kehidupan
masyarakat perdesaan dicirikan oleh kegiatan yang pada umumnya bercorak agraris.
Aktivitas kesehariannya masih didominasi oleh pengaruh lingkungan alam. Dengan
kata lain, pengaruh lingkungan atau kondisi alam setempat masih sangat kuat
mewarnai tatanan dan pola hidup penduduk desa. Hubungan antarwarga masyarakat
desa sangat erat, saling mengenal, dan gotong royong. Penderitaan seseorang di
perdesaan pada umumnya menjadi derita semua pihak.
Menurut para ahli sosiologi, hubungan
masyarakat semacam ini dikenal dengan istilah gemeinschaft (paguyuban).
Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Desa (DITJEN BANGDES), ciri-ciri desa
antara lain sebagai berikut.
- Perbandingan manusia dengan lahan (man and land
ratio) cukup besar, artinya lahan-lahan di perdesaan masih relatif luas
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang menempatinya sehingga kepadatan
penduduknya masih rendah dan lapangan pekerjaan penduduk masih bertumpu pada
sektor agraris.
- Hubungan antarwarga masyarakat desa masih sangat akrab
dan sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku.
- Sarana dan prasarana komunikasi dan perhubungan
sebagian besar masih sangat sederhana, seperti berupa jalan batu, jalan aspal
sederhana, tidak beraspal, bahkan jalan setapak. Sarana per hubungan atau
transportasi yang umum dijumpai antara lain angkutan perdesaan, ojeg, alat
transportasi perairan, seperti perahu sederhana atau rakit, bahkan di beberapa
tempat masih ada yang menggunakan kuda dan sapi.
Secara khusus, beberapa karakteristik
sosial masyarakat desa menurut Soerjono Soekanto (1982) antara lain sebagai
berikut.
- Warga masyarakat perdesaan memiliki hubungan
kekerabatan yang kuat karena umumnya berasal dari satu keturunan. Oleh karena
itu, biasanya dalam satu wilayah perdesaan, antara sesama warga masyarakatnya
masih memiliki hubungan keluarga atau saudara.
- Corak kehidupannya bersifat gemeinschaft, yaitu
diikat oleh sistem kekeluargaan yang kuat. Selain itu, penduduk desa merupakan
masyarakat yang bersifat face to face group artinya antarsesama warga
saling mengenal.
- Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor agraris
(pertanian, perkebunan, peternakan, maupun perikanan).
- Cara bertani masih relatif sederhana atau tradisional
sehingga sebagian besar hasilnya masih diperuntukkan bagi kebutuhan hidup
sehari-hari (subsistence farming).
- Sifat gotong royong masih cukup tampak dalam kehidupan
sehari-hari penduduk desa.
- Golongan tetua kampung atau ketua adat masih memegang
peranan penting dan memiliki kharisma besar di masyarakat sehingga dalam
musyawarah atau proses pengambilan keputusan, orang-orang tersebut sering kali
dimintai saran atau petuah.
- Pada umumnya sebagian masyarakat masih memegang
norma-norma agama yang cukup kuat.
Seiring dengan perjalanan waktu dan
berkembangnya ilmu pengetahuan serta teknologi, tentu saja saat ini banyak desa
yang telah mengalami perubahan. Komunikasi dengan wilayah kota pun mulai tampak
terjalin, dan penduduk desa makin menyadari bahwa komunikasi dengan perkotaan
itu sangat penting. Masyarakat desa membutuhkan suplai dari kota dan kota pun
sesungguhnya membutuhkan suplai dari desa. Hubungan antara desa dan kota
diwujudkan dalam beberapa bentuk kegiatan tukar-menukar perdagangan setiap
komoditas.
Sumber:
Bambang Utoyo.
2009. Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XII Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Bintarto, R. 1983.
Interaksi Desa-Kota. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Daldjoeni, 1987. Goegrafi
Kota dan Desa. Bandung: Alumni.