Sejak pemerintahan Shogun Tokugawa
(pada abad ke-17), Jepang melakukan politik isolasi (artinya menarik diri dari
pengaruh asing–Barat). Politik isolasi ini mulai dijalankan oleh Iyeyashu
Tokugawa (1639) dan diteruskan oleh para penggantinya. Tujuan politik isolasi
untuk menjamin tetap tegaknya pemerintahan Shogun dan mencegah masuknya
pengaruh asing (Barat).
Selama Jepang menutup diri, dunia
Barat terus melaju pesat dengan industri dan teknologinya. Untuk itu
bangsa-bangsa Barat membutuhkan daerah pasaran hasil industri. Amerika Serikat,
merupakan salah satu bangsa Barat yang ingin masuk ke Jepang untuk membuka
hubungan dagang.
Pada tahun 1846, Amerika Serikat mengirimkan utusannya ke Jepang di bawah pimpinan Laksamana Biddle, tetapi ditolak oleh Shogun. Pada tahun 1853, mengirimkan lagi utusannya lengkap dengan kapal perangnya di bawah pimpinan Matthew Commodore Perry. Perry menghadap Shogun dan meminta agar Jepang mau membuka kota-kota pelabuhannya untuk perdagangan internasional. Pemerintah Jepang minta waktu untuk memikirkan permintaan Amerika Serikat.
Perry beserta rombongan kembali ke Amerika. Pada tahun 1854, rombongan Perry lengkap dengan tujuh kapal perangnya mendarat lagi di Yedo, dan berhasil memaksa Shogun Iyesada (1853–1858) untuk menandatangani Perjanjian Kanagawa (31 Maret 1854) yang isinya kota pelabuhan Shimoda dan Hokodate dibuka untuk perdagangan asing. Dengan demikian, runtuhlah politik isolasi Jepang sehingga negara tersebut terbuka untuk bangsa asing.
Sejak saat itu, Jepang menyadari akan
ketinggalannya dengan bangsa-bangsa Barat. Yang menjadi sasaran kemarahan
rakyat Jepang ialah pemerintahan Shogun. Yoshinobu dipaksa turun takhta dan
menyerahkan kekuasaannya kepada Kaisar Mutsuhito (Kaisar Meiji) pada tanggal 8
September 1867. Secara resmi Kaisar Meiji memerintah Jepang dari tanggal 25
Januari 1868 sampai dengan 30 Juli 1912.
Terbukanya Jepang bagi bangsa asing
yang disusul dengan runtuhnya kekuasan Shogun dan tampilnya Kaisar Meiji (Meiji
Tenno), menandai bangkitnya nasionalisme Jepang. Pada tanggal 6 April 1868,
Meiji Tenno memproklamasikan Charter Outh (Sumpah Setia) menuju Jepang baru yang
terdiri atas lima pasal, seperti berikut.
- Akan dibentuk parlemen.
- Seluruh bangsa harus bersatu untuk mencapai kesejahateraan.
- Adat istiadat yang kolot dan yang menghalangi kemajuan Jepang harus dihapuskan.
- Semua jabatan terbuka untuk siapa saja.
- Mendapatkan ilmu pengetahuan sebanyak mungkin untuk pembangunan bangsa dan negara.
Untuk mencapai cita-cita tersebut
maka Meiji Tenno melaksanakan pembaharuan (restorasi). Itulah sebabnya Kaisar
Meiji kemudian dikenal dengan Meiji Restorasi. Restorasi yang dilakukan
meliputi segala bidang, yakni politik, ekonomi, pendidikan dan militer.
1) Bidang Politik
Langkah pertama yang diambil oleh
Meiji Tenno ialah memindahkan ibu kota dari Kyoto ke Yedo yang kemudian diganti
menjadi Tokyo (yang berarti ibu kota timur). Selanjutnya, diciptakan bendera kebangsaan
Jepang Hinomoru dan dan lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo. Shintoisme dikukuhkan
sebagai agama nasional.
Jabatan shogun dan daimyo dihapuskan
(1868) dan samurai dibubarkan. Para daimyo kemudian diangkat menjadi pegawai
negeri, sedangkan para samurai dijadikan tentara nasional. Di bawah pimpinan
Ito Hirobumi (kemudian dikenal Bapak Konstitusi Jepang) pada tahun 1889
berhasil disusun konstitusi Jepang.
2) Bidang Ekonomi
Pembangunan di bidang ekonomi, meliputi bidang
pertanian, perindustrian, dan perdagangan, namun yang paling berhasil di bidang
perindustrian dan perdagangan. Perdagangan Jepang maju pesat berkat dumping
policy. Di bidang industri muncul golongan baru yang disebut Zaibatsu yang
terdiri atas keluarga Mitsui, Mitsubishi, Sumitomo, dan Jassuda.
Dumping policy ialah menjual barang-barang
hasil industri di luar negeri lebih murah dari pada di dalam negeri. Hal ini
bertujuan untuk merebut pasaran.
3) Bidang pendidikan
Sistem pendidikan di Jepang meniru
sistem pendidikan Barat. Dasar moral yang diajarkan di semua sekolah ialah
Shintoisme dan Budhisme. Pada tahun 1871, dibentuklah Departemen Pendidikan.
Selanjutnya pada tahun 1872
dikeluarkan Undang-Undang Pendidikan yang mewajibkan belajar untuk anak-anak
umur 6–14 dan bebas uang sekolah. Sistem pendidikannya semimiliter.
4) Bidang Militer
Dalam pembaharuan angkatan perang
yang mempunyai peranan besar ialah keluarga Choshu dan Satsuma. Keluarga Choshu
menangani pembaharuan Angkatan Darat dengan mencontoh Prusia (Jerman), sedangan
keluarga Satsuma menangani pembaharaun Angkatan Laut dengan mencontoh Inggris.
Bersamaan dengan modernisasi angkatan perang ini dihidupkan kembali ajaran
bushido sebagai jiwa kemiliteran.
Restorasi telah berhasil mengangkat
harkat dan martabat bangsa dan negara Jepang. Jepang menjadi negara maju,
modern, dan sejajar dengan negara-negara Barat. Hal ini kemudian menimbulkan
ambisi untuk melakukan imperialisme seperi negara-negara Barat.
Adanya pertambahan penduduk yang
cepat, perkembangan industri yang begitu
pesat sehingga butuh daerah pasaran dan bahan mentah, adanya pembatasan migran
Jepang yang dilakukan oleh negara-negara barat, pengaruh ajaran Shinto tentang Hakko
I Chi-u (dunia sebagai keluarga), di mana Jepang terpanggil untuk memimpin
bangsa-bangsa di dunia (Asia-Pasifik) membuat ambisi imperialisme Jepang
menyebabkan Jepang terlibat dalam peperangan. Untungnya, dalam setiap
peperangan Jepang selalu mendapatkan kemenenangan. Perang Cina–Jepang I
(1894–1895) dimenangkan oleh Jepang dan diakhiri dengan Perjanjian Shimonoseki
1895). Hasilnya, Jepang memperoleh Kepulauan Pescadores dan Taiwan. perang
Rusia–Jepang (1904–1905) dimenangkan oleh pihak Jepang dan diakhiri dengan
Perjanjian Portsmouth (1905). Hasilnya Jepang mendapatkan Shakalin Selatan dan
menggantikan posisi Rusia di Manchuria.
Kemenangan Jepang ini memberikan
pengaruh yang besar bagi tumbuhnya nasionalisme di negara-negara Asia dan
Afrika. Dalam Perang Dunia I, Jepang juga ikut terlibat perang dan memihak
kepada Sekutu. Jepang berhasil menyapu pasukan-pasukan Jerman di Cina ataupun
di Pasifik. Itulah sebabnya setelah perang berakhir dengan kekalahan di pihak
Jerman, Jepang memperoleh daerah bekas jajahan Jerman, seperti Shantung (di
Cina), Kepulauan Marshal, Mariana, dan Caroline (di Pasifik). Dengan demikian,
sampai dengan berakhirnya Perang Dunia I, Jepang telah berhasil menguasai banyak daerah. Jepang
telah muncul menjadi negara besar (the great powers).
Sumber:
Eisenstadt, S.N.
1986. Revolusi dan Transformasi Masyarakat. Jakarta:
Rajawali.