ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO)
Gunakan fitur "search my site" untuk mencari artikel yang anda inginkan
 

Sabtu, 31 Juli 2021

Fungsi Pasar Modal

 


Fungsi pasar modal dan pasar uang pada hakikatnya adalah sama, yaitu untuk meningkatkan alokasi sumber daya keuangan yang diharapkan akan menaikkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Secara singkat fungsi pasar modal adalah sebagai sarana untuk memperoleh modal jangka panjang bagi unit-unit yang terlibat dalam proses produksi dan untuk penanaman dana jangka panjang bagi unit-unit yang memiliki kelebihan dana. Fungsi pasar modal secara spesifik adalah sebagai berikut.

 

a. Sebagai Sumber Penghimpun Dana

 

Seperti halnya perbankan, perkembangan pasar modal sangat memengaruhi besarnya dana masyarakat yang dihimpun dalam sebuah perekonomian. Jika pasar modalnya maju, dana masyarakat yang dapat dihimpun akan sangat besar.

 

b. Sebagai Alternatif Investasi bagi Pemilik Modal

 

Dalam pasar modal investor dapat memindahkan asetnya dari satu perusahaan ke perusahaan lain untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.

 

 

c. Sebagai Pendorong Perkembangan Investasi

 

Dengan adanya pasar modal, pemerintah akan terbantu dalam memobilisasi dana masyarakat. Para investor akan terus menambah jumlah investasinya di pasar modal karena perusahaan yang menerima dana dari pemilik modal akan meningkatkan usahanya, baik melalui pembelian mesin baru maupun penyerapan tenaga kerja.

 

Karena fungsinya yang strategis, maka peranan pasar modal sangat penting. Bagi negara-negara maju, pasar modal merupakan sarana yang dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan kebijakan moneter. Namun, di negara maju maupun di negara sedang berkembang, pasar modal berperan juga sebagai agen pembangunan, yaitu sebagai alat memobilisasi dana, baik yang ada dalam perekonomian domestik maupun yang berasal dari luar negeri.

 

Sumber:

 

Imamul Arifin, Giana Hadi Wagiana. 2009. Membuka Cakrawala Ekonomi untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

 

Sjahrir. 1995. Analisis Bursa Efek. Jakarta: Gramedia.

 

Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti. 2003. Pengantar Pasar Modal. Jakarta: Rineka Cipta.

Jumat, 30 Juli 2021

Penanganan Sosial Budaya Menuju Integrasi Sosial

 

Untuk menciptakan integrasi sosial dalam rangka mewujudkan keteraturan sosial diperlukan upaya-upaya dari berbagai komponen masyarakat melalui langkah-langkah yang optimal dan berkesinambungan. Di antara sekian banyak langkah yang dapat dilakukan dalam penanganan sosial budaya menuju integrasi sosial adalah sebagai berikut.

 

1. Pembangunan Pendidikan

 


Pendidikan pada hakikatnya adalah proses menemukan identitas seseorang. Proses pendidikan yang benar adalah yang membebaskan seseorang dari berbagai kungkungan, atau penyadaran akan kemampuan seseorang. Proses pendidikan tidak hanya dilihat sebagai suatu proses yang terjadi dalam lembaga formal seperti sekolah. Lembaga informal pun merupakan sarana yang mampu mendidik seseorang. Sebagai lembaga sosial, sekolah merupakan bagian dari proses pendidikan yang juga merupakan proses pembudayaan.

 

Pengembangan sistem pendidikan yang diselenggarakan harus mempertimbangkan dan mengacu pada prinsip-prinsip berikut.

 

  • Moral agama. Hal ini berkaitan dengan upaya peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur.

 

  • Ideologis filosofis. Pelaksanaan proses pendidikan hendaklah berasaskan Pancasila (sebagai dasar serta pandangan hidup berbangsa dan bernegara) yang mengarah pada penguatan integritas nasional.

 

  • Psikologis, mengupayakan peningkatan atau pencapaian keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.

 

  • Sosial budaya, berkaitan dengan upaya peningkatan atau pencapaian kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab.

 

  • Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak azazi manusia, nilai keagamaan, dan nilai kultural, serta kemajemukan bangsa. Tumbuhnya demokrasi dalam proses pendidikan mendorong tumbuhnya pendekatan multikulturalisme dalam pendidikan.

 

  • Sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.

 

  • Sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

 

  • Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

 

  • Mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

 

  • Memberdayakan seluruh komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan masyarakat.

 

Prinsip-prinsip tersebut dapat dijadikan sebagai landasan sistem pendidikan dengan harapan mampu memberikan kontribusi bagi pencapaian pembangunan nasional. Tentunya dengan memperhatikan juga pelaksanaan sistem pendidikan yang semesta (terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara), menyeluruh (mencakup semua jalur, jenjang, serta keterkaitan antara pendidikan nasional dan usaha pembangunan nasional), dan terpadu.

 

 

2. Manajemen Konflik

 

 

Terdapat banyak konflik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Ross (1993) mengemukakan dua sumber konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau kelompok, yaitu teori struktur sosial dan teori psychocultural. Teori struktur sosial menekankan persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan sebagai motif utama sebuah konflik, sedangkan teori psycocultural lebih menekankan kekuatan psikologi dan kultural.

 

Kedua sumber konfliik tersebut memerlukan penanganan yang berbeda. Teori struktural menerangkan bahwa strategi manajemen konflik memerlukan perubahan kondisi organisasi pihak tersebutvsecara mendasar. Kepentingan yang bermacam-macam sangat sulit untuk dijembatani. Adapun teori psycocultural dalam melakukan manajemen konflik memfokuskan pada proses yang dapat mengubah persepsi atau memengaruhi hubungan antara pihak-pihak kunci. Dalam teori ini, kepentingan lebih bersifat subjektif dan dapatbberubah dibandingkan dalam pandangan teori struktural.

 

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah konflk yang mengarah pada kekerasan adalah melalui manajemen konflik dengan mekanisme dan model pengelolaan konflik. Konflik sosial budaya yang terjadi sebenarnya dapat dinetralisasi dengan menciptakan konsensus. Konsensus ini pada gilirannya akan dapat mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan antargolongan dalam masyarakat. Setiap ketegangan dan penyimpangan yang terjadi akan selalu dapat dicarikan rujukannya melalui konsensus yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, konflik yang terjadi tidak akan menjurus ke arah kekerasan sehingga integrasi sosial budaya akan dapat tercapai.

 

3. Meningkatkan Modal Sosial

 

Konsep ini diperkenalkan oleh Robert Putnam sewaktu meneliti masyarakat Italia tahun 1985. Mereka memiliki kesadaran politik yang tinggi dan setiap individu mempunyai minat besar untuk terlibat dalam masalah publik. Hubungan antaranggota masyarakat lebih bersifat horizontal karena semua masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

 

Modal sosial adalah norma dan jaringan yang melancarkan interaksi dan transaksi sosial sehingga segala urusan bersama dalam masyarakat dapat diselenggarakan dengan mudah. Dalam modal sosial memuat kemampuan warga masyarakat untuk mengatasi masalah publik dalam iklim demokratis. Oleh karena itu, terjalin kerja sama antarwarga untuk menghasilkan tindakan kolektif.

 

Pengembangan praktik modal sosial tumbuh dari prinsip seperti kita harus berbaik sangka pada sesama dan menghindari rasa curiga. Prinsip tersebut sangat baik untuk membangun modal sosial karena sikap toleran yang harus dipelihara sehingga tercipta suatu kerja sama antarindividu atau antarkelompok masyarakat. Modal sosial positif, seperti arisan, gotong royong, dan lainnya dapat digunakan sebagai kosmetik kebijaksanaan pembangunan ekonomi.

 

4. Pembangunan Komunitas

 


Komunitas mengacu pada kesatuan hidup sosial yang ditandai dengan interaksi sosial yang lebih jelas dikenali dan disadari oleh anggota-anggotanya. Pengertian komunitas tidak selamanya mengacu pada individu dan perkotaan secara keseluruhan. Komunitas bisa tersusun dari kelompok-kelompok permukiman di lingkungan RT, RW, desa, kecamatan. Komunitas juga dapat berbentuk partai politik, organisasi profesi, organisasi swadaya masyarakat yang formal dan perkumpulan agama, budaya, hobi, atau paguyuban keluarga, dan sebagainya. Ciri yang penting dari komunitas adalah bahwa interaksi antaranggota berlangsung dalam intensitas dan frekuensi yang tinggi, saling mengenal, saling menolong, dan kerja sama.

 

5. Demokratisasi

 

Secara umum diyakini bahwa demokratisasi dapat bekerja sebagai sistem pengelolaan ataupun pencegahan konflik. Hal ini terbukti dari beberapa catatan sejarah yang mengangkat demokrasi memiliki fungsi lebih baik dalam pengelolaan damai bagi konflik-konflik dibandingkan sistem-sistem lain. Fakta nyata bahwa negara demokratis lebih kecil kemungkinannya untuk berperang dengan sesama negara demokratis. Melalui demokratisasi, setiap perselisihan yang timbul diproses, diperdebatkan, dan direspons. Pemerintahan yang demokratis.

 

Melalui demokratisasi, setiap perselisihan yang timbul diproses, diperdebatkan, dan direspons. Pemerintahan yang demokratis memperbolehkan ketidakpuasan diekspresikan secara terbuka dan mendapat respons. Dengan kata lain, demokrasi bertindak sebagai sistem pengelolaan konflik tanpa kembali terjebak pada kekerasan. Sebagai contoh, sering terjadinya demonstrasi di Indonesia akhir-akhir ini setelah masa reformasi adalah wujud dari kebebasan negara dalam menuju demokratisasi. Bandingkan dengan zaman sebelum reformasi, masyarakat dikungkung dan dibungkam kebebasannya dalam berekspresi dan berpendapat tentang ketidakpuasannya.

 

6. Memberdayakan Pekerjaan Sosial

 

Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi pertolongan kemanusiaan yang fokus utamanya membantu fungsi dari sosial individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan peran-peran sosialnya. Penanganan konflik ataupun pembangunan modal kedamaian sosial dalam perspektif pekerjaan sosial dilakukan melalui tiga arah secara terintegratif, yaitu mikro (individu dan keluarga), messo (kelompok dan lembaga-lembaga swadaya), dan makro (negara). Dalam konteks makro, misalnya, kebijakan publik yang kondusif diyakini sebagai piranti penting dalam pembangunan modal kedamaian sosial. Di negara-negara Barat, sistem kebijakan sosial dan jaminan sosial pada hakikatnya merupakan upaya untuk mereduksi ketimpangan dan keadilan sosial secara melembaga yang pada gilirannya menjadi penopang modal kedamaian sosial.

 

Sumber:

 

Bagja Waluya. 2009. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

 

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.

 

Lawang, Robert M.Z. 1980. Pengantar Sosiologi. Jakarta: UT.

 

Cohen, Bouce J. 1992. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rhineka Cipta.

 

Kamis, 29 Juli 2021

Jumlah dan Perkembangan Penduduk di Dalam Aspek Kependudukan

 


Jumlah penduduk pada suatu wilayah atau negara pada dasarnya dapat dikelaskan sebagai suatu modal atau beban pembangunan. Pernyataan ini didasarkan atas kenyataan bahwa jumlah penduduk yang banyak jika disertai dengan kualitas yang memadai baik tingkat kesehatan, pendidikan, maupun kemampuan beradaptasi dengan perkembangan teknologi sangat mendukung terhadap proses pembangunan negara. Namun, jika kondisi yang terjadi sebaliknya maka akan menjadi beban bagi pembangunan dan menjadi suatu hambatan bagi lajunya roda pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan.

 

Sejarah perkembangan jumlah penduduk Indonesia mulai akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sejak pencatatan penduduk yang dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1920. Pada saat itu, jumlah penduduk Indonesia sekitar 52,3 juta jiwa. Sepuluh tahun kemudian, yaitu berdasarkan hasil sensus pertama di negeri Indonesia pada 1930, jumlah penduduk berkembang menjadi 60,7 juta jiwa, sedangkan pada 1940 menjadi 70,4 juta jiwa. Data statistik tersebut memperlihatkan bahwa dalam periode 1920–1940 jumlah penduduk Indonesia bertambah sekitar 8 sampai 9 juta jiwa setiap 10 tahun.

 

Pada periode 1941–1950 pertambahan penduduk di negara Indonesia tidak secepat tahun-tahun sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan masa revolusi fisik, di mana penduduk banyak yang meninggal dunia akibat perang. Selain itu, sebagian besar penduduk pria usia produktif banyak yang pergi ke medan perang meninggalkan keluarganya. Akibatnya, proses perkawinan dan reproduksi menjadi berkurang. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penduduk pada 1950 mencapai 77,2 juta jiwa. Jadi, dalam sepuluh tahun hanya bertambah sekitar 6,8 juta jiwa.

 

Periode berikutnya merupakan masa perkembangan penduduk meningkat dengan pesat, yaitu periode 1951–1960. Dalam periode 10 tahun penduduk Indonesia meningkat menjadi 20 juta jiwa, menjadi sekitar 97,2 juta jiwa. Hal ini disebabkan kondisi negara Indonesia yang sudah mulai aman dari perang. Selain itu, tingkat kesehatan penduduk mulai meningkat, baik pelayanan kesehatan maupun pengetahuan penduduk tentang wabah penyakit menular sehingga dapat menekan angka kematian. Di lain pihak angka kelahiran masih tetap tinggi. Selisih antara kelahiran dan kematian yang sangat mencolok ini mengakibatkan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan mengakibatkan fenomena ledakan penduduk (population boom). Fase ini dikenal dengan masa transisi demografi. Masa ini berlangsung sampai sekitar tahun 1970, di mana pertumbuhan penduduk naik hingga 20 juta jiwa.

 

Untuk mengatasi permasalahan ledakan penduduk, pemerintah mulai menjalankan beberapa program, yaitu sebagai berikut.

 

  • Program Keluarga Berencana (KB), melalui program Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS), yang terdiri atas suami, istri, dan dua orang anak.

 

  • Menentukan batas terendah usia perkawinan pertama, yaitu bagi perempuan berusia 19 tahun dan laki-laki 21 tahun sehingga kemung kinan memiliki anak lebih banyak dapat ditekan.

 

  • Menambah jumlah fasilitas pendidikan sekolah sehingga dapat menunda usia perkawinan.

 


Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik tahun 1980, jumlah penduduk Indonesia mencapai 146, 935 juta jiwa. Angka tersebut terus mengalami perubahan. Pada tahun 1990 berkembang menjadi 178,5 juta jiwa dan pada tahun 2000 menjadi 205,84 juta jiwa. Kenaikan jumlah penduduk ini bukan berarti program penekanan pertumbuhan penduduk Indonesia melalui gerakan Keluarga Berencana (KB) tidak berhasil, namun seperti halnya negara-negara berkembang di dunia sampai saat ini bangsa Indonesia masih berada pada fase transisi demografi.

 

Sumber :

 

Bambang Utoyo. 2009. Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

 

Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia Tahun 2002. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

 

Mantra, Ida Bagus. 1976. Pangantar Studi Demografi. Yogyakarta: Nurcahya.

Rabu, 28 Juli 2021

Bukti Proses Interaksi di Beberapa Daerah dengan Hindu–Buddha

 

Terdapat bukti yang kuat bahwa agama Buddha masuk ke Indonesia pada abad ke-2 Masehi, yakni dengan ditemukannya arca Buddha dari perunggu di Sempaga (Sulawesi Selatan). Arca Buddha ini, merupakan bukti tertua adanya pengaruh budaya India di Indonesia. Penemuan arca itu juga sangat penting sebab memberikan petunjuk kepada kita ke tinggian taraf hidup dan budaya rakyat Indonesia pada waktu itu.

 

Arca di Bukit Siguntang

Dilihat dari ciri-cirinya, arca tersebut diperkirakan berasal dari langgam Arca Amarawati, India Selatan (abad 2–5 SM). Ada kemungkinan bahwa arca ini merupakan barang dagangan atau mungkin juga barang persembahan sesuai bangunan suci agama Buddha. Arca sejenis juga ditemukan di Jember, Jawa Timur dan di Bukit Siguntang (Sumatra Selatan). Adapunn di Kutai, Kalimantan Timur ditemukan arca Buddha yang memperlihatkan arca seni Gandhara, India Utara.

 

Penemuan prasasti-prasasti di Kutai dari Raja Mulawarman dan prasasti-prasasti di Tarumanegara dari Raja Purnawarman menunjukkan adanya proses penghinduan. Huruf yang dipakai dalam prasasti-prasasti itu, ialah huruf Pallawa, dengan bahasa Sanskerta. Selain itu, Raja Mulawarman juga sering mengadakan upacara-upacara keagamaan dan mendatangkan brahmana-brahmana dari India. Semuanya ini menunjukkan adanya pengaruh budaya dari India di Indonesia.

 

Pada abad ke-4 Masehi agama dan kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia. Prasasti-prasasti dari Kerajaan Kutai dan Kerajaan Tarumanegara menunjukkan adanya proses penghinduan. Pada mulanya yang berkembang terlebih dahulu ialah agama Hindu baru kemudian agama Buddha (agama Buddha yang berkembang di Indonesia ialah agama Buddha Mahayana). Hal ini terbukti bahwa raja-raja pertama di Indonesia menganut agama Hindu, seperti Mulawarman dari Kerajaan Kutai dan Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara. Lama kelamaan kedua agama ini terus berkembang, silih berganti menjadi agama yang paling utama dalam negara. Setelah hidup berdampingan secara damai selama berabad-abad, kemudian terjadi sinkretisme di antara keduanya. Hasil sinkretisme tersebut menimbulkan suatu aliran agama baru yang dikenal sebagai agama Siwa-Buddha. Aliran ini berkembang dengan pesat pada abad ke-13 M. Penganut aliran ini, antara lain Raja Kertanegara dan Adityawarman.

 

Sumber:

 

 

Dwi Ari Listiyani. 2009. Sejarah 2 Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS. Jakarta:  Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

 

Nugroho Notosusanto. dkk . 1992. Sejarah Nasional Indonesia 2 dan 3. Jakarta: Depdikbud.

 

Tugiyono, K.S. 1985. Atlas dan Lukisan Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: VC Baru.

Selasa, 27 Juli 2021

Pengertian dan Karakteristik Pasar Modal (Capital Market)

 

Pasar modal atau bursa efek bersama dengan pasar uang digolongkan ke dalam pasar keuangan (financial market). Bank Indonesia mendefinisikan pasar uang sebagai transaksi pinjam meminjam atau jual beli dengan menggunakan surat-surat berharga yang lazim diperdagangkan dengan jangka waktu transaksi kurang dari satu tahun, baik atas dasar valuta domestik maupun valuta asing.

 


Adapun pasar modal atau yang sering disebut juga dengan bursa efek didefinisikan sebagai tempat menampung transaksi finansial dengan menggunakan kontrak jangka panjang. Undang- Undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan pasar modal sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek (yang diterbitkan oleh) pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka.

 

Perbedaan lengkap antara karakteristik pasar uang dan pasar modal dapat dilihat dari hal-hal berikut.

 

a. Jatuh Tempo

 

Karakteristik pertama yang membedakan pasar modal dari pasaruang adalah jatuh tempo sekuritas yang diperjualbelikan lebih dari satu tahun.

 

b. Tingkat Risiko

 

Akibat jatuh temponya lebih lama dari pasar uang, maka surat berharga pada pasar modal memiliki risiko gagal tagih yang lebih besar. Semakin panjang jatuh temponya, semakin besar risiko gagal tagihnya.

 

c. Tingkat Pengembalian

 

Akibat risiko dari berinvestasi ini besar, umumnya tingkat pengem balian yang diperoleh juga lebih tinggi dari pasar uang.

 

d. Koordinasi

 

Dalam pasar uang transaksi dilakukan secara informal, misalnya cukup melalui telepon, dalam pasar modal transaksi harus memenuhi persyaratan dan prosedur yang lebih formal. Koordinasi yang lebih formal juga terlihat dari terbentuknya Badan Koordinasi Pasar Modal (BKPM). Di pasar uang tidak terdapat pasar sejenis.

 

Jika disimpulkan perbedaan antara pasar uang dan pasar modal dapat dijelaskan pada Tabel berikut.

 


Sumber:

 

Imamul Arifin, Giana Hadi Wagiana. 2009. Membuka Cakrawala Ekonomi untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

 

Sjahrir. 1995. Analisis Bursa Efek. Jakarta: Gramedia.

 

Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti. 2003. Pengantar Pasar Modal. Jakarta: Rineka Cipta.

Senin, 26 Juli 2021

Hubungan Antara Konflik dan Terjadinya Integrasi Sosial

 


Konflik merupakan bagian dari proses sosial yang wajar dan tidak harus dihindari. Sebenarnya, konflik yang terjadi dapat berfungsi sebagai faktor positif atau pendukung bagi tumbuh kembangnya modal kedamaian sosial. Konflik juga bisa bersifat konstruktif (membangun) terhadap keutuhan kelompok dan integrasi sosial masyarakat dalam skala yang lebih luas.

 

Manusia memiliki keinginan untuk bergaul. Dalam pergaulannya terdapat suatu hubungan yang saling mempengaruhi sehingga akan menimbulkan suatu perasaan yang saling membutuhkan. Untuk mengenal upaya manusia yang merupakan bagian dari masyarakat nya, terdapat beberapa perilaku yang berhubungan dengan tindakan dan interaksi sosial sebagai jalan untuk mencapai tujuan manusia sebagai makhluk sosial. Selain itu, dalam menjaga segala tindakan dan interaksi sosial, juga terdapat nilai dan norma sosial sebagai standar penilaian umum yang dapat membentuk keteraturan hubungan antarmanusia menuju terciptanya integrasi sosial yang mantap.

 

Pada dasarnya, masyarakat itu berada dalam keadaan integrasi dalam norma-norma dan nilai-nilai. Integrasi normatif dianggap perlu, karena:

 

  • terwujudnya keserasian norma, berhubungan dengan berbagai tingkah laku manusia dalam situasi yang berlainan.

 

  • terwujudnya tingkat kepatuhan yang tinggi antara norma-norma dan tingkah laku warga masyarakat yang sebenarnya. Oleh karena itu, kesepakatan dan konsensus nilai-nilai merupakan asas integrasi sosial dalam suatu masyarakat.

 

Masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponennya. Sebagai suatu sistem, masyarakat memiliki fungsi integrasi untuk mencapai keadaan serasi, atau hubungan serasi di antara bagian-bagian dari suatu sistem sosial. Hal ini mencakup identitas masyarakat, keanggotaan seseorang dalam masyarakat,  dan susunan normatif dari bagian-bagian tersebut.

 


Sebagai contoh, ada masyarakat petani, pedagang, pegawai pemerintah, pejabat, polisi, hakim, dan sebagainya. Semua itu merupakan identitas manusia dalam masyarakat yang memiliki fungsi antara yang satu dan yang lainnya (saling bergantung). Setiap anggota masyarakat tersebut akan berjalan sesuai aturan-aturan dalam bidang kehidupannya yang dianut sebagai nilai-nilai bersama. Misalnya petani, akan berperilaku sebagai petani yang menggarap lahan pertaniannya sampai panen dan mendapatkan hasil berupa  bahan pangan. Pedagang akan berperilaku sebagai penjual barang dagangannya. Demikian juga polisi, dia akan mengatur lalu lintas atau ketertiban di masyarakat. Semuanya saling bergantung dan tidak mungkin polisi berperilaku sebagai pedagang karena hal ini akan memunculkan ketidakserasian.

 

Asas integrasi sosial tidak hanya dilandaskan karena adanya saling kebergantungan dalam kebutuhan ekonomi, juga dapat muncul dari pengaruh adanya konflik terlebih dahulu. Konflik yang dimaksud tentunya adalah yang menumbuhkan perasaan atau solidaritas ke dalam. Sebagai contoh, di Afrika Selatan yang warga masyarakatnya merasakan kehidupan penuh dengan konflik dan paksaan dari orang kulit putih terhadap kulit berwarna gelap. Faktor yang mendorong integrasi sosial mereka adalah paksaan politik.

 

Contoh lain integrasi yang dilandasi konflik, misalnya terjadi perkelahian antara pelajar di dua sekolah, maka untuk mempersatukan dan menumbuhkan integrasi di antara mereka, dapat dilakukan melalui penggabungan ke dalam satu tim olahraga, dan setiap sekolah mewakili setengah pemain. Apabila tim telah terbentuk, dilakukan pertandingan persahabatan. Dengan demikian, kedua sekolah yang terlibat tawuran akan bersatu menjadi pendukung tim olahraga yang telah dibentuk bersama.

 

Agar di dalam masyarakat integrasi dapat berjalan dengan baik, perlu diperhatikan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kehidupan masyarakat, seperti tujuan yang hendak dicapai masyarakat, sistem sosial, sistem tindakan, dan sistem sanksi. Dengan kata lain, faktor-faktor yang memengaruhi proses integrasi sosial adalah sebagai berikut.

 

  • tercapainya suatu konsensus mengenai nilai-nilai dan norma-norma sosial.
  • norma-norma yang berlaku konsisten dan tidak berubah-ubah.
  • adanya tujuan bersama yang hendak dicapai;
  • anggota masyarakatnya merasa saling bergantung dalam mengisi kebutuhan-kebutuhannya.
  • dilatarbelakangi oleh adanya konflik dalam suatu kelompok.

 

Integrasi sosial juga dapat terwujud karena adanya keteraturan sosial. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi keteraturan sosial, antara lain pengendalian sosial dan wewenang, adat istiadat, norma hukum, prestise, dan kepemimpinan.

 

Sumber:

 

Bagja Waluya. 2009. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

 

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.

 

Pardoyo, 1993. Sekulerisasi dalam Polemik. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Minggu, 25 Juli 2021

Fenomena Antroposfer

 

        Salah satu komponen geosfer yang menjadi objek kajian geografi adalah antroposfer, yang berhubungan dengan manusia sebagai penduduk bumi. Dalam menelaah fenomena antroposfer, geografi mempelajari persebaran penduduk, faktor-faktor yang memenga ruhi persebaran penduduk, dan aspek-aspek demografis penduduk. Kajiannya meliputi jumlah, pertumbuhan, kepadatan, komposisi, dan mobilitas penduduk. Aspek kependudukan lainnya yang dikaji antara lain masalah kualitas penduduk. Cabang ilmu geografi yang secara khusus mempelajari antroposfer dinamakan geografi penduduk yang merupakan bagian dari geografi manusia.

 

Anda pasti sering mendengar atau membaca dari berbagai media massa beberapa istilah yang berhubungan dengan sekelompok manusia yang menempati wilayah tertentu, seperti penduduk, warga negara, dan sumber daya manusia Indonesia. Ketiga istilah tersebut tentunya memiliki perbedaan dan penekanan masing-masing, walaupun pada prinsipnya sama-sama menelaah kajian tentang manusia.

 


Penduduk dapat didefinisikan sebagai sejumlah manusia baik secara individu maupun kelompok yang menempati wilayah atau negara tertentu minimal dalam jangka waktu satu tahun pada saat dilaksanakan pendataan atau sensus penduduk. Sebagai contoh, Amir adalah penduduk Kabupaten Sukabumi, artinya pada saat diadakan sensus penduduk Amir telah tinggal menetap di Sukabumi dalam waktu minimal satu tahun, walaupun ternyata Amir bukan warga asli daerah tersebut.

 

Warga Negara Indonesia (WNI) adalah semua orang yang tinggal di negara Republik Indonesia. Penduduk asli maupun keturunan asing yang telah disahkan oleh undang-undang sebagai Warga Negara Indonesia. Oleh karena itu, ada istilah WNI pribumi (penduduk asli Indonesia), WNI keturunan (misalnya, keturunan Tionghoa, Belanda, Amerika), dan WNA (Warga Negara Asing).

 

Adapun sumber daya manusia adalah semua penduduk baik secara individu maupun kelompok dengan semua potensi yang dimilikinya. Potensi sumber daya manusia dapat berupa kuantitas dan kualitas penduduk.

 

Unsur-unsur kuantitas penduduk antara lain jumlah, pertumbuhan, kepadatan, fertilitas, mortalitas, dan komposisi penduduk. Adapun kualitas penduduk terdiri atas tingkat pendidikan, kesehatan, dan pendapatan. Untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi kependudukan suatu wilayah atau negara, diperlukan data yang akurat mengenai aspek-aspek kuantitas dan kualitas penduduk. Tingkat akurasi data yang diperoleh sangat memengaruhi ketelitian hasil analisis dan  prediksi kondisi kependudukan. Untuk negara Indonesia, lembaga yang bertugas mengumpulkan, mengolah, dan mempublikasikan data kependudukan adalah Badan Pusat Statistik (BPS). Badan Pusat Statistik Indonesia memiliki beberapa sumber data kepen dudukan, yaitu hasil sensus, survei, dan registrasi penduduk.

 

1. Sensus

 

Sensus atau cacah jiwa adalah proses pencatatan, perhitungan, dan publikasi data demografis yang dilakukan terhadap semua  penduduk yang tinggal menetap di suatu wilayah atau negara tertentu secara bersamaan. Sensus dilaksanakan setiap 10 tahun sekali. Sampai dengan 2006 negara Indonesia telah melaksanakan enam kali sensus penduduk, yaitu tahun 1920 (oleh pemerintah Belanda), 1961, 1971, 1980, 1990, 2010, dan terakhir tahun 2020.

 

Tujuan utama dilaksanakan sensus penduduk antara lain untuk mengetahui jumlah dan perkembangan penduduk dalam periode waktu tertentu, mengetahui persebaran dan kepadatan penduduk di berbagai wilayah, serta mengetahui kondisi demografis lainnya, seperti tingkat kelahiran, kematian, komposisi, dan migrasi. Di dalam pelaksanaannya, sensus dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut.

 

  • Sensus de jure, yaitu proses pencacahan penduduk yang dilaksanakan terhadap semua orang yang benar-benar tercatat bertempat tinggal di suatu wilayah, umumnya sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

 

  • Sensus de facto, yaitu proses pencacahan penduduk yang dilaksanakan terhadap semua orang yang ditemui oleh petugas ketika dilaksanakan sensus.

 

2. Survei

 

Selain melalui sensus, data kependudukan dapat pula diperoleh dari hasil survei. Dilihat dari pelaksanaannya, survei hampir sama dengan sensus. Perbedaan dari kedua proses pencacahan tersebut terletak pada waktu pelaksanaan, wilayah, dan jumlah penduduk yang di data. Proses pendataan survei hanya dilakukan terhadap sampel (contoh) penduduk di beberapa wilayah yang dianggap dapat mewakili karakteristik semua penduduk di sekitar wilayah sampel. Pelaksanaannya pun dapat dilakukan kapanpun dan tidak memiliki periodisasi seperti sensus. Atau dengan kata lain, survei adalah proses pencacahan terhadap sampel penduduk di beberapa wilayah yang dapat mewakili karakter wilayah secara keseluruhan.

 

3. Registrasi Penduduk

 


    Sumber data kependudukan yang ketiga adalah registrasi penduduk, yaitu proses pengumpulan keterangan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa kependudukan harian dan kejadian-kejadian yang mengubah status seseorang, seperti peristiwa kelahiran, perkawinan, perceraian, perpindahan tempat tinggal, dan kematian.

 

Sumber:

 

 

Bambang Utoyo. 2009. Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

 

Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia Tahun 2002. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

 

Mantra, Ida Bagus. 1976. Pangantar Studi Demografi. Yogyakarta: Nurcahya.

Sabtu, 24 Juli 2021

Hipotesis Masuknya Agama dan Budaya Hindu–Buddha ke Indonesia

 


Ada beberapa hipotesis tentang masuknya agama dan budaya Hindu–Buddha ke Indonesia, antara lain sebagai berikut.

 

a. Hipotesis Waisya

 

Hipotesis waisya mengungkapkan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu dibawa oleh golongan pedagang (waisya). Mereka mengikuti angin musim (setengah tahun berganti arah) dan enam bulan menetap di Indonesia dan menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu.

Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang umumnya merupakan kelompok pedagang inilah yang berperan besar dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu ke Nusantara. Mereka yang menjadikan munculnya budaya Hindu sehingga dapat diterima di kalangan masyarakat.Pada saat itu, para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa dan rakyat. Jalinan hubungan itu yang membuka peluang terjadinya proses penyebaran agama dan budaya Hindu. Salah satu tokoh pendukung hipotesis waisya adalah N.J. Krom.

 

b. Hipotesis Kesatria

 

Hipotesis kesatria mengungkapkan bahwa pembawa agama dan kebudayaan Hindu masuk ke Nusantara adalah kaum kesatria. Menurut hipotesis ini, pada masa lampau di India terjadi peperangan antarkerajaan. Para prajurit yang kalah perang, kemudian mengadakan migrasi ke daerah lain. Tampaknya, di antara mereka ada yang sampai ke Indonesia dan mendirikan koloni-koloni melalui penaklukan. Mereka menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Salah seorang pendukung hipotesis kesatria adalah C.C. Berg.

 

c. Hipotesis Brahmana

 

Hipotesis brahmana mengungkapkan bahwa pembawa agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia ialah golongan brahmana. Para brahmana datang ke Nusantara diundang oleh penguasa Nusantara untuk menobatkan menjadi raja dengan upacara Hindu (abhiseka = penobatan). Selain itu, kaum brahmana juga memimpin upacara-upacara keagamaan dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Pendukung hipotesis ini adalah J.C. van Leur.

 

d. Hipotesis Nasional

 

Hipotesis nasional mengungkapkan bahwa penduduk Indonesia banyak yang aktif berdagang ke India, pulangnya membawa agama dan kebudayaan Hindu. Sebaliknya, orang-orang Indonesia (raja) mengundang para brahmana dari India untuk menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Jadi, bangsa Indonesia sendiri yang aktif memadukan unsur-unsur kebudayaan India. Banyak pemuda Indonesia yang belajar agama Hindu–Buddha ke India dan setelah memperoleh ilmu, mereka kembali untuk menyebarkan agama di Tanah Air.

 

Terlepas dari hipotesis tersebut , orang-orang Indonesia ikut memegang peranan penting dalam masuknya agama dan budaya India. Orang-orang Indonesia yang memiliki pengetahuan dari pada pendeta India kemudian pergi ke tempat asal guru mereka untuk melakukan ziarah dan menambah ilmu mereka. Sekembalinya dari India dengan bekal pengetahuan yang cukup, mereka ikut serta menyebarkan agama dan budaya dengan memakai bahasa mereka sendiri. Ajaran-ajaran yang mereka sebarkan dapat lebih cepat diterima oleh penduduk. Jadi, proses masuknya budaya India ke Indonesia menjadi lebih cepat dan mudah.

 


Pada sekitar abad ke-2 sampai dengan 5 Masehi, diperkirakan telah masuk agama dan kebudayaan Buddha ke Indonesia. Kemudian disusul pengaruh Hindu ke Indonesia pada abad ke-5 Masehi. Agama dan budaya Hindu-Buddha dibawa ke Indonesia oleh para pedagang dan pendeta dari India atau Cina, masuk ke Indonesia mengikuti dua jalur.

 

a. Melalui Jalur Laut

 

Para penyebar agama dan budaya Hindu–Buddha yang menggunakan jalur laut datang ke Indonesia mengikuti rombongan kapal-kapal para dagang yang biasa beraktivitas pada jalur India–Cina. Rute perjalanan para penyebar agama dan budaya Hindu Buddha, yaitu dari India menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, kemudian ke Nusantara. Sementara itu, dari Semenanjung Malaya ada yang terus ke Kamboja, Vietnam, Cina, Korea, dan Jepang. Di antara mereka ada yang langsung dari India menuju Indonesia dengan memanfaatkan bertiupnya angin muson barat.

 

b. Melalui Jalur Darat

 

Para penyebar agama dan budaya Hindu–Buddha yang menggunakan jalur darat mengikuti para pedagang melalui Jalan Sutra, dari India ke Tibet terus ke utara sampai dengan Cina, Korea, dan Jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari India utara menuju Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya kemudian berlayar menuju Indonesia.

 

Sumber:

 

Dwi Ari Listiyani. 2009. Sejarah 2 Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS. Jakarta:  Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

 

Nugroho Notosusanto. dkk . 1992. Sejarah Nasional Indonesia 2 dan 3. Jakarta: Depdikbud.

 

Tugiyono, K.S. 1985. Atlas dan Lukisan Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: VC Baru.

 
 
 
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO) © 2020