Jumlah
penduduk pada suatu wilayah atau negara pada dasarnya dapat dikelaskan sebagai
suatu modal atau beban pembangunan. Pernyataan ini didasarkan atas kenyataan
bahwa jumlah penduduk yang banyak jika disertai dengan kualitas yang memadai
baik tingkat kesehatan, pendidikan, maupun kemampuan beradaptasi dengan
perkembangan teknologi sangat mendukung terhadap proses pembangunan negara.
Namun, jika kondisi yang terjadi sebaliknya maka akan menjadi beban bagi
pembangunan dan menjadi suatu hambatan bagi lajunya roda pertumbuhan ekonomi
negara yang bersangkutan.
Sejarah
perkembangan jumlah penduduk Indonesia mulai akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya sejak pencatatan penduduk yang dilaksanakan
oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1920. Pada saat itu, jumlah penduduk
Indonesia sekitar 52,3 juta jiwa. Sepuluh tahun kemudian, yaitu berdasarkan
hasil sensus pertama di negeri Indonesia pada 1930, jumlah penduduk berkembang
menjadi 60,7 juta jiwa, sedangkan pada 1940 menjadi 70,4 juta jiwa. Data statistik
tersebut memperlihatkan bahwa dalam periode 1920–1940 jumlah penduduk Indonesia
bertambah sekitar 8 sampai 9 juta jiwa setiap 10 tahun.
Pada
periode 1941–1950 pertambahan penduduk di negara Indonesia tidak secepat
tahun-tahun sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan masa revolusi fisik, di mana
penduduk banyak yang meninggal dunia akibat perang. Selain itu, sebagian besar
penduduk pria usia produktif banyak yang pergi ke medan perang meninggalkan
keluarganya. Akibatnya, proses perkawinan dan reproduksi menjadi berkurang. Hal
ini dibuktikan dengan jumlah penduduk pada 1950 mencapai 77,2 juta jiwa. Jadi,
dalam sepuluh tahun hanya bertambah sekitar 6,8 juta jiwa.
Periode
berikutnya merupakan masa perkembangan penduduk meningkat dengan pesat, yaitu
periode 1951–1960. Dalam periode 10 tahun penduduk Indonesia meningkat menjadi
20 juta jiwa, menjadi sekitar 97,2 juta jiwa. Hal ini disebabkan kondisi negara
Indonesia yang sudah mulai aman dari perang. Selain itu, tingkat kesehatan
penduduk mulai meningkat, baik pelayanan kesehatan maupun pengetahuan penduduk
tentang wabah penyakit menular sehingga dapat menekan angka kematian. Di lain
pihak angka kelahiran masih tetap tinggi. Selisih antara kelahiran dan kematian
yang sangat mencolok ini mengakibatkan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan
mengakibatkan fenomena ledakan penduduk (population
boom). Fase ini dikenal dengan masa transisi demografi. Masa ini
berlangsung sampai sekitar tahun 1970, di mana pertumbuhan penduduk naik hingga
20 juta jiwa.
Untuk
mengatasi permasalahan ledakan penduduk, pemerintah mulai menjalankan beberapa
program, yaitu sebagai berikut.
- Program Keluarga Berencana (KB), melalui program Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS), yang terdiri atas suami, istri, dan dua orang anak.
- Menentukan batas terendah usia perkawinan pertama, yaitu bagi perempuan berusia 19 tahun dan laki-laki 21 tahun sehingga kemung kinan memiliki anak lebih banyak dapat ditekan.
- Menambah jumlah fasilitas pendidikan sekolah sehingga dapat menunda usia perkawinan.
Berdasarkan
catatan Badan Pusat Statistik tahun 1980, jumlah penduduk Indonesia mencapai
146, 935 juta jiwa. Angka tersebut terus mengalami perubahan. Pada tahun 1990
berkembang menjadi 178,5 juta jiwa dan pada tahun 2000 menjadi 205,84 juta jiwa.
Kenaikan jumlah penduduk ini bukan berarti program penekanan pertumbuhan
penduduk Indonesia melalui gerakan Keluarga Berencana (KB) tidak berhasil,
namun seperti halnya negara-negara berkembang di dunia sampai saat ini bangsa
Indonesia masih berada pada fase transisi demografi.
Sumber :
Bambang
Utoyo. 2009. Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
Badan
Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia Tahun 2002.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Mantra,
Ida Bagus. 1976. Pangantar Studi Demografi. Yogyakarta: Nurcahya.

