Untuk
menciptakan integrasi sosial dalam rangka mewujudkan keteraturan sosial
diperlukan upaya-upaya dari berbagai komponen masyarakat melalui
langkah-langkah yang optimal dan berkesinambungan. Di antara sekian banyak
langkah yang dapat dilakukan dalam penanganan sosial budaya menuju integrasi
sosial adalah sebagai berikut.
1.
Pembangunan Pendidikan
Pendidikan
pada hakikatnya adalah proses menemukan identitas seseorang. Proses pendidikan
yang benar adalah yang membebaskan seseorang dari berbagai kungkungan, atau
penyadaran akan kemampuan seseorang. Proses pendidikan tidak hanya dilihat
sebagai suatu proses yang terjadi dalam lembaga formal seperti sekolah. Lembaga
informal pun merupakan sarana yang mampu mendidik seseorang. Sebagai lembaga
sosial, sekolah merupakan bagian dari proses pendidikan yang juga merupakan
proses pembudayaan.
Pengembangan
sistem pendidikan yang diselenggarakan harus mempertimbangkan dan mengacu pada
prinsip-prinsip berikut.
- Moral agama. Hal ini berkaitan dengan upaya peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur.
- Ideologis filosofis. Pelaksanaan proses pendidikan hendaklah berasaskan Pancasila (sebagai dasar serta pandangan hidup berbangsa dan bernegara) yang mengarah pada penguatan integritas nasional.
- Psikologis, mengupayakan peningkatan atau pencapaian keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.
- Sosial budaya, berkaitan dengan upaya peningkatan atau pencapaian kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab.
- Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak azazi manusia, nilai keagamaan, dan nilai kultural, serta kemajemukan bangsa. Tumbuhnya demokrasi dalam proses pendidikan mendorong tumbuhnya pendekatan multikulturalisme dalam pendidikan.
- Sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
- Sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
- Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
- Mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
- Memberdayakan seluruh komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan masyarakat.
Prinsip-prinsip
tersebut dapat dijadikan sebagai landasan sistem pendidikan dengan harapan
mampu memberikan kontribusi bagi pencapaian pembangunan nasional. Tentunya
dengan memperhatikan juga pelaksanaan sistem pendidikan yang semesta (terbuka
bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara), menyeluruh
(mencakup semua jalur, jenjang, serta keterkaitan antara pendidikan nasional
dan usaha pembangunan nasional), dan terpadu.
2.
Manajemen Konflik
Terdapat
banyak konflik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Ross (1993)
mengemukakan dua sumber konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau
kelompok, yaitu teori struktur sosial dan teori psychocultural. Teori struktur
sosial menekankan persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan sebagai
motif utama sebuah konflik, sedangkan teori psycocultural
lebih menekankan kekuatan psikologi dan kultural.
Kedua
sumber konfliik tersebut memerlukan penanganan yang berbeda. Teori struktural
menerangkan bahwa strategi manajemen konflik memerlukan perubahan kondisi
organisasi pihak tersebutvsecara mendasar. Kepentingan yang bermacam-macam
sangat sulit untuk dijembatani. Adapun teori psycocultural dalam melakukan manajemen konflik memfokuskan pada
proses yang dapat mengubah persepsi atau memengaruhi hubungan antara
pihak-pihak kunci. Dalam teori ini, kepentingan lebih bersifat subjektif dan
dapatbberubah dibandingkan dalam pandangan teori struktural.
Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah konflk yang mengarah pada
kekerasan adalah melalui manajemen konflik dengan mekanisme dan model
pengelolaan konflik. Konflik sosial budaya yang terjadi sebenarnya dapat
dinetralisasi dengan menciptakan konsensus. Konsensus ini pada gilirannya akan
dapat mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan antargolongan dalam
masyarakat. Setiap ketegangan dan penyimpangan yang terjadi akan selalu dapat
dicarikan rujukannya melalui konsensus yang telah disepakati bersama. Dengan
demikian, konflik yang terjadi tidak akan menjurus ke arah kekerasan sehingga
integrasi sosial budaya akan dapat tercapai.
3.
Meningkatkan Modal Sosial
Konsep
ini diperkenalkan oleh Robert Putnam sewaktu meneliti masyarakat Italia tahun
1985. Mereka memiliki kesadaran politik yang tinggi dan setiap individu
mempunyai minat besar untuk terlibat dalam masalah publik. Hubungan
antaranggota masyarakat lebih bersifat horizontal karena semua masyarakat
mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Modal
sosial adalah norma dan jaringan yang melancarkan interaksi dan transaksi
sosial sehingga segala urusan bersama dalam masyarakat dapat diselenggarakan
dengan mudah. Dalam modal sosial memuat kemampuan warga masyarakat untuk
mengatasi masalah publik dalam iklim demokratis. Oleh karena itu, terjalin
kerja sama antarwarga untuk menghasilkan tindakan kolektif.
Pengembangan
praktik modal sosial tumbuh dari prinsip seperti kita harus berbaik sangka pada
sesama dan menghindari rasa curiga. Prinsip tersebut sangat baik untuk
membangun modal sosial karena sikap toleran yang harus dipelihara sehingga
tercipta suatu kerja sama antarindividu atau antarkelompok masyarakat. Modal
sosial positif, seperti arisan, gotong royong, dan lainnya dapat digunakan sebagai
kosmetik kebijaksanaan pembangunan ekonomi.
4.
Pembangunan Komunitas
Komunitas
mengacu pada kesatuan hidup sosial yang ditandai dengan interaksi sosial yang
lebih jelas dikenali dan disadari oleh anggota-anggotanya. Pengertian komunitas
tidak selamanya mengacu pada individu dan perkotaan secara keseluruhan.
Komunitas bisa tersusun dari kelompok-kelompok permukiman di lingkungan RT, RW,
desa, kecamatan. Komunitas juga dapat berbentuk partai politik, organisasi
profesi, organisasi swadaya masyarakat yang formal dan perkumpulan agama,
budaya, hobi, atau paguyuban keluarga, dan sebagainya. Ciri yang penting dari
komunitas adalah bahwa interaksi antaranggota berlangsung dalam intensitas dan
frekuensi yang tinggi, saling mengenal, saling menolong, dan kerja sama.
5.
Demokratisasi
Secara
umum diyakini bahwa demokratisasi dapat bekerja sebagai sistem pengelolaan
ataupun pencegahan konflik. Hal ini terbukti dari beberapa catatan sejarah yang
mengangkat demokrasi memiliki fungsi lebih baik dalam pengelolaan damai bagi
konflik-konflik dibandingkan sistem-sistem lain. Fakta nyata bahwa negara
demokratis lebih kecil kemungkinannya untuk berperang dengan sesama negara
demokratis. Melalui demokratisasi, setiap perselisihan yang timbul diproses,
diperdebatkan, dan direspons. Pemerintahan yang demokratis.
Melalui
demokratisasi, setiap perselisihan yang timbul diproses, diperdebatkan, dan
direspons. Pemerintahan yang demokratis memperbolehkan ketidakpuasan
diekspresikan secara terbuka dan mendapat respons. Dengan kata lain, demokrasi
bertindak sebagai sistem pengelolaan konflik tanpa kembali terjebak pada
kekerasan. Sebagai contoh, sering terjadinya demonstrasi di Indonesia
akhir-akhir ini setelah masa reformasi adalah wujud dari kebebasan negara dalam
menuju demokratisasi. Bandingkan dengan zaman sebelum reformasi, masyarakat
dikungkung dan dibungkam kebebasannya dalam berekspresi dan berpendapat tentang
ketidakpuasannya.
6.
Memberdayakan Pekerjaan Sosial
Pekerjaan
sosial adalah sebuah profesi pertolongan kemanusiaan yang fokus utamanya
membantu fungsi dari sosial individu, keluarga, dan masyarakat dalam
melaksanakan peran-peran sosialnya. Penanganan konflik ataupun pembangunan
modal kedamaian sosial dalam perspektif pekerjaan sosial dilakukan melalui tiga
arah secara terintegratif, yaitu mikro (individu dan keluarga), messo (kelompok
dan lembaga-lembaga swadaya), dan makro (negara). Dalam konteks makro,
misalnya, kebijakan publik yang kondusif diyakini sebagai piranti penting dalam
pembangunan modal kedamaian sosial. Di negara-negara Barat, sistem kebijakan
sosial dan jaminan sosial pada hakikatnya merupakan upaya untuk mereduksi
ketimpangan dan keadilan sosial secara melembaga yang pada gilirannya menjadi
penopang modal kedamaian sosial.
Sumber:
Bagja
Waluya. 2009. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Soekanto,
Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.
Lawang, Robert M.Z.
1980. Pengantar Sosiologi. Jakarta: UT.
Cohen, Bouce J. 1992. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta: Rhineka Cipta.

