Tidak
selamanya konflik harus diakhiri oleh tindakan kekerasan karena kekerasan tidak
sama dengan konflik. Konflik merupakan proses sosial yang akan terus terjadi
dalam masyarakat, baik individu maupun kelompok, dalam rangka perubahan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan, dengan cara menentang lawannya. Adapun
kekerasan, merupakan gejala yang muncul sebagai salah satu efek dari adanya
proses sosial yang biasanya ditandai oleh adanya perusakan dan perkelahian. Seringkali
tindakan kekerasan muncul secara spontan pada masyarakat. Tindakan kekerasan
spontan ini tujuannya tidak jelas, kadang kala ditumpangi oleh kepentingan
pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin menciptakan kekacauan.
Sebagai
contoh, tindakan kekerasan yang dilakukan suporter sepak bola. Oknum-oknum
pendukung sebuah kesebelasan sepak bola melakukan pengrusakan dan pembakaran
fasilitas-fasilitas umum, seperti rambu-rambu lalu lintas dan taman kota,
melempari rumah-rumah penduduk sepanjang lintasan kereta api, dan lain
sebagainya. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk kekecewaan karena
kesebelasan yang didukungnya kalah dalam permainan. Apakah tindakan kekerasan
dari para suporter membuat tim kesebelasan sepak bola tersebut menjadi menang
atau wasit akan mengubah skor kalah menjadi menang? Jelas jawabannya tidak
mungkin. Tindakan kekerasan tersebut tidak memiliki tujuan apapun yang
tertinggal hanyalah kerugian-kerugian bagi semua pihak.
Contoh
lain adalah tawuran antarpelajar yang akhir-akhir ini kerap terjadi. Tawuran
antarpelajar bahkan melibatkan antar sekolah, dan tidak jarang menimbulkan
kerusakan fasilitas umum, serta banyak meminta korban. Berbagai sebab yang
menyulut terjadinya tawuran tersebut memang beraneka ragam, yang intinya
menjunjung tinggi solidaritas antarteman.
Kekerasan
hanya merupakan salah satu indikator kerusuhan dalam menilai intensitas konflik
atau pertentangan-pertentangan yang terjadi di masyarakat. Charles Lewis Taylor
dan Michael C. Hudson membuat beberapa indikator dalam menggambarkan intensitas
konflik yang terjadi dalam masyarakat Indonesia. Indikator-indikator tersebut
adalah sebagai berikut.
a.
Demonstrasi (a Protest Demonstration)
Demonstrasi
adalah sejumlah orang yang dengan tidak menggunakan kekerasan, kemudian
mengorganisasi diri untuk melakukan protes terhadap suatu rezim, pemerintah,
atau pimpinan dari rezim atau pemerintah tersebut; atau terhadap ideologi, kebijaksanaan,
dan tindakan, baik yang sedang direncanakan maupun yang sudah dilaksanakan oleh
pemerintah atau pihak yang sedang berkuasa. Contoh gerakan mahasiswa
se-Jabotabek yang menggelar demonstrasi di Gedung MPR/DPR.
b.
Kerusuhan
Kerusuhan
pada dasarnya sama dengan demonstrasi. Hal yang membedakannya adalah kerusuhan
mengandung penggunaan kekerasan fisik yang diikuti dengan perusakan fasilitas
umum, pemukulan oleh aparat keamanan atas pelaku-pelaku kerusuhan, penggunaan
alat-alat pengendalian kerusuhan oleh aparat keamanan, dan penggunaan berbagai
macam senjata atau alat pemukul oleh para pelaku kerusuhan. Kerusuhan biasanya
dilakukan dengan spontanitas sebagai akibat dari suatu insiden dan perilaku
kelompok yang kacau.
c.
Serangan Bersenjata (Armed Attack)
Serangan
bersenjata adalah tindakan kekerasan yang dilakukan untuk kepentingan suatu
kelompok tertentu dengan tujuan melemahkan atau bahkan menghancurkan kekuasaan
dari kelompok lain. Indikator ini ditandai oleh terjadinya pertumpahan darah,
pergulatan fisik, atau perusakan fasilitas umum.
Jelaslah
bahwa kekerasan hanya merupakan akibat dari adanya pertentangan-pertentangan
atau konflik sosial. Konflik-konflik sosial yang terjadi tidak selamanya harus
diikuti dengan kekerasan yang akan memunculkan masalah baru. Banyak kerugian
dan penderitaan yang akan diakibatkan apalagi jika konflik tersebut tidak
memiliki tujuan yang berarti, pengorbanan yang dilakukan oleh pihak yang berkonflik
menjadi sia-sia.
Konflik-konflik
sosial yang diakhiri dengan tindakan kekerasan seperti beberapa contoh
tersebut, merupakan tahapan penyelesaian konflik yang paling buruk. Dengan kata
lain kekerasan sangat rendah tingkatannya dalam mencari alternatif pemecahan
masalah untuk dapat menghindari atau keluar dari konflik yang sedang terjadi.
Sebenarnya konflik yang terjadi dapat berfungsi sebagai faktor positif
(pendukung) dan faktor negatif (perusak) bagi modal kedamaian sosial. Secara
positif, konflik dapat berfungsi sebagai pendorong tumbuh-kembangnya kedamaian
sosial. Namun, konflik dapat memunculkan kekerasan yang menjurus kepada
perpecahan.
Sumber:
Bagja
Waluya. 2009. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Soekanto,
Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.

