Kebijakan
anggaran ialah kebijakan yang digunakan perintah untuk mengelola/mengarahkan
perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara
mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan anggaran ini lebih
dikenal dengan nama kebijakan fiskal. Di Indonesia, kebijakan ini berkaitan
dengan APBN di tingkat pusat dan APBD di tingkat daerah. Pemerintah menggunakan
kebijakan anggaran untuk mengendalikan dan mencatat hal-hal yang berhubungan
dengan pelaksanaan kebijakan fiskal. Pada dasarnya kebijakan anggaran terbagi
atas dua macam, yaitu kebijakan anggaran berimbang dan kebijakan anggaran tidak
berimbang.
1.
Kebijakan Anggaran Berimbang
Kebijakan
anggaran berimbang ialah kebijakan anggaran yang jumlah penerimaan (dari sektor
migas, nonmigas, dan pajak) dengan pengeluaran pemerintah sama besarnya.
Indonesia selama Pembangunan Jangka Panjang tahap I/PJP I (1969/1970–1994/1995)
menerapkan anggaran berimbang dinamis.
Berimbang
berarti jumlah keseluruhan pengeluaran negara selalu sama dengan penerimaan
negara. Dengan kata lain, keadaan berimbang berarti besarnya penerimaan (A+B)
tetap diusahakan sama dengan pengeluaran (C+D). Jika terjadi perubahan pada
salah satu dari empat komponen APBN, komponen lainnya harus ikut disesuaikan
agar (A+B) selalu sama dengan (C+D).
Dalam
kebijakan anggaran berimbang dinamis, biasanya disertai dengan peningkatan
nilai APBN dalam setiap perubahan tahun anggaran. Dinamis berarti bahwa dalam
penerimaan lebih mudah dari yang direncanakan semula, pemerintah akan
menyesuaikan pengeluaran agar tetap terjaga keseimbangannya. Demikian pula
dalam hal penerimaan negara melebihi dari yang direncanakan, masih memungkinkan
dibentuknya cadangan yang akan dimanfaat kan pada saat penerimaan negara tidak
cukup untuk mendukung program yang direncanakan.
2.
Kebijakan Anggaran Tidak Berimbang
Anggaran
tidak berimbang dibedakan atas anggaran defisit (deficit budget) dan anggaran surplus (surplus budget). Pada tahun tertentu, pemerintah pada umumnya
mengalami surplus atau defisit dalam anggarannya. Defisit anggaran terjadi jika
pengeluaran melebihi penerimaan dari pajak dan migas. Kebijakan anggaran defisit
ditempuh jika pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini
dilakukan jika perekonomian dalam keadaan resesi. Defisit anggaran bukan hal
yang baru dalam kebijakan fiskal suatu negara. Pengoperasian anggaran defisit
merupakan alat kebijakan fiskal yang memungkinkan pemerintah memengaruhi
permintaan agregat dan lapangan kerja suatu perekonomian.
Kebalikan
dari anggaran defisit adalah anggaran surplus. Surplus anggaran terjadi jika
seluruh penerimaan pajak dan penerimaan-penerimaan lainnya melebihi pengeluaran
pemerintah. Kebijakan anggaran surplus dilakukan jika perekonomian sedang
berada dalam tahap ekspansi dan terus memanas (overheating) sehingga inflasi
menaik. Melalui anggaran surplus, pemerintah menghemat pengeluarannya untuk
menurunkan tekanan permintaan atau mengurangi daya beli masyarakat dengan cara
menaikkan pajak.
Melalui
kebijakan anggaran berimbangnya, APBN Indonesia disusun sedemikian rupa
sehingga secara akuntansi besarnya pengeluaran negara selalu sama dengan
penerimaan negara. Padahal, secara ekonomi anggaran belanja Indonesia selalu defisit,
dalam arti besarnya pengeluaran negara selalu lebih besar daripada penerimaan
negara. Sejak tahun 2000, prinsip anggaran berimbang Indonesia diubah menjadi
anggaran defisit yang dibiayai oleh sumber-sumber pembiayaan dari dalam dan
luar negeri.
Dalam
format APBN sekarang ini, terjadi perubahan dalam periode APBN dari April–Maret
menjadi Januari–Desember yang akan memudahkan para pengamat ekonomi untuk
melihat dan meng evaluasi dampak APBN terhadap perekonomian. Format APBN baru
yang terdiri atas satu lajur ini juga akan memberikan informasi yang lebih
transparan tentang kebijakan anggaran yang ditempuh pemerintah. Selain itu,
format APBN yang ada pada saat ini menyiratkan bahwa pemerintah semakin
memerhatikan aspek demokrasi dan desentralisasi. Hal ini ditujukan untuk memberikan
wewenang keuangan kepada pemerintah daerah dengan memer hatikan kepentingan
daerah dan nasional yang terlihat dari adanya pos dana perimbangan.
Sumber:
Hidayat,
Syarif dan Masyhuri (Ed.). 2001. Menyingkap Akar Persoalan Ketimpangan
Ekonomi di Daerah: Sebuah Kajian Ekonomi Politik. Jakarta: Pamator.
Todaro,
Michael P. 2000. Ekonomi untuk Negara Berkembang: Suatu Pengantar tentang
Prinsip-Prinsip, Masalah, dan Kebijakan Pembangunan. Edisi Ketiga.
Jakarta: Bumi Aksara.
Tambunan,
Tulus. 1998. Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Imamul
Arifin, Giana Hadi Wagiana. 2009. Membuka Cakrawala Ekonomi untuk Kelas XI
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

