Walaupun
faktor struktur dapat menentukan jumlah kedudukan tinggi dengan penghasilan
yang besar di masyarakat, faktor individu juga banyak berpengaruh dalam
menentukan siapa yang akan mencapai kedudukan tinggi. Faktor individu ini
meliputi hal-hal berikut.
a.
Perbedaan Kemampuan
Bakat
yang dimiliki setiap orang akan berbeda-beda sehingga kesempatan untuk
memperoleh kedudukan yang tinggi di masyarakat akan berbeda pula. Dengan
demikian, kemampuan untuk memperoleh kedudukan bergantung pada usaha yang
bersangkutan untuk mem perolehnya, dan perbedaan kemampuan merupakan faktor
yang penting untuk menentukan keberhasilan hidup dan mobilitas sosial.
b.
Orientasi Sikap terhadap Mobilitas
Banyak
hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan masa depan mobilitas sosial, di
antaranya sebagai berikut.
1) Pendidikan
Pendidikan merupakan
jalan ke arah mobilitas sosial untuk mendapatkan kedudukan yang diinginkan
seseorang. Jika bekerja di sebuah instansi, latar belakang pendidikan yang
berbeda akan berpengaruh terhadap kedudukan dan pendapatan yang selayaknya
diterima.
2) Kebiasaan
Kerja
Kerja keras merupakan
salah satu usaha untuk memperbaiki kedudukan sebelumnya. Walaupun kerja keras
tidak sepenuhnya menjamin mobilitas naik, tidak banyak orang dapat mengalami
mobilitas naik tanpa bekerja keras. Oleh karena itu, kerja keras diperlukan
untuk meningkatkan prestasi kerja, yang akhirnya akan meningkatkan kedudukan
seseorang.
c.
Pola Penundaan Kesenangan
Peribahasa
mengatakan “berakit-rakit ke hulu berenang ke tepian, bersakit-sakit dahulu
bersenang-senang kemudian”. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, lebih baik
jika kesenangan sesaat ditinggalkan agar kelak mendapat suatu kebahagiaan
sehingga akan meningkatkan kedudukannya.
d.
Pola Kesenjangan Nilai
Perilaku
yang dapat menghambat terjadinya mobilitas sosial vertikal naik, terdapat dua
hal, yaitu sebagai berikut.
- Bahwa seseorang tidak sepenuhnya berupaya mencapai sasaran yang diidamkan.
- Mereka tidak menyadari bahwa sejumlah perilaku tertentu tidak menunjang sasaran tersebut. Misalnya sebagai berikut.
- Seorang siswa Kelas XI SMA tidak melaksanakan nasihatgurunya untuk belajar lebih giat, tetapi bermalas-malasan,akibatnya siswa yang bersangkutan tidak naik ke Kelas XII.
- Seorang pekerja menghendaki kedudukan yang lebih baik, tetapi ia tidak mampu tiba di tempat kerja tepat pada waktunya atau selalu melalaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
Pola
kesenjangan nilai, memungkinkan seseorang memercayai nilai yang diakuinya,
tetapi yang bersangkutan tidak melakukan usaha untuk mencapai sasaran tersebut
atau mengakui segala kesalahan yang diperbuatnya sebagai penyebab dari
kegagalan. Dengan kata lain, bahwa seseorang mungkin saja mengetahui yang baik
dilakukan untuk memperoleh kedudukan, tetapi tidak dilaksanakan. Akibatnya, yang
bersangkutan gagal memperoleh hasil yang dicita-citakan.
Sumber:
Bagja
Waluya. 2009. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Lawang, Robert M.Z.
1980. Pengantar Sosiologi. Jakarta: UT.
Soekanto,
Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.
