Jenis-Jenis Mobilitas | ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO)
Gunakan fitur "search my site" untuk mencari artikel yang anda inginkan
 

Selasa, 10 Agustus 2021

Jenis-Jenis Mobilitas

 

1. Mobilitas Non Permanen

 


Pada dasarnya tidak semua penduduk yang bergerak atau mengadakan mobilitas dari suatu wilayah ke wilayah lainnya bertujuan untuk menetap di wilayah yang dikunjunginya. Ada kalanya mereka berpindah untuk sementara waktu, baik dalam durasi waktu harian (pulang-pergi), mingguan, bulanan, atau mungkin lebih lama lagi. Proses perpindahan penduduk semacam ini dinamakan mobilitas non permanen.

 

Berdasarkan lamanya waktu di tempat tujuan, mobilitas non permanen dibedakan menjadi dua, yaitu komutasi dan sirkulasi. Komutasi merupakan bentuk mobilitas penduduk non permanen secara ulang-alik (pergi-pulang) tanpa menginap di tempat yang dituju, atau dengan kata lain waktu yang dibutuhkannya kurang dari 24 jam. Orang yang melakukan proses komutasi dinamakan komuter atau penglaju. Sebagai contoh seseorang yang bekerja di Jakarta, sedangkan tempat tinggalnya di kota Bogor atau Bekasi. Dengan kemajuan prasarana dan sarana transportasi, jarak antara kedua kota tersebut dirasakan tidak terlalu jauh. Oleh karena itu, terjadi aktivitas pergi pagi hari untuk bekerja dan pulang sore atau senja tanpa harus menginap di Jakarta.

 

Sirkulasi adalah jenis mobilitas penduduk non permanen tetapi sempat menginap di tempat tujuan atau mobilitas non permanen musiman. Orang yang melakukan sirkulasi dinamakan sirkuler. Waktu yang dibutuhkan untuk sirkulasi berbeda-beda. Ada yang hanya beberapa hari, namun ada pula yang memakan waktu lama.

 

2. Mobilitas Permanen (Migrasi)

 

Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan atau daya mobilitas paling tinggi jika dibandingkan dengan organisme lainnya di muka bumi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan ekonomis, pendidikan, keamanan, atau alasan-alasan sosial lainnya sering kali manusia pindah dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, kemudian menetap di tempat tujuan.

 

Bentuk pergerakan penduduk semacam ini disebut mobilitas permanen atau migrasi. Secara umum dikenal dua macam mobilitas permanen, yaitu migrasi internasional dan migrasi internal. Migrasi internasional merupakan proses perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Migrasi internasional dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu imigrasi, emigrasi, dan remigrasi.

 

Imigrasi adalah perpindahan penduduk masuk ke suatu negara, atau dapat pula didefinisikan sebagai proses masuknya warga negara asing ke sebuah negaradisebut imigran. Emigrasi adalah proses perpindahan penduduk keluar dari suatu negara, seperti warga negara Indonesia bermigrasi dan menetap di negara Malaysia. Orang yang melakukan emigrasi disebut emigran. Remigrasi adalah proses kembalinya penduduk ke negara asalnya setelah pindah dan menetap di negara asing.

 


Migrasi internal merupakan bentuk perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lainnya dalam satu negara. Secara umum bentuk-bentuk migrasi internal yang biasa dijumpai di Kepulauan Indonesia antara lain urbanisasi, ruralisasi, dan transmigrasi. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari kawasan perdesaan ke wilayah perkotaan, sedangkan orang yang melakukan urbanisasi dinamakan urbanisan. Sebaliknya, ruralisasi merupakan bentuk perpindahan penduduk dari kota ke desa.

 

Gejala urbanisasi berawal dari adanya ketimpangan pemerataan pembangunan antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Di satu pihak akselerasi peningkatan ekonomi dan pembangunan di wilayah perkotaan berjalan relatif lebih cepat dan merambah hampir semua sektor kehidupan, kecuali bidang pertanian.

 

Adapun di lain pihak pembangunan di perdesaan cenderung berjalan dengan lamban. Akibatnya, tingkat kesejahteraan masyarakat kota dirasakan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk desa. Kondisi ini memacu penduduk desa untuk pergi mengadu nasib ke kota, dengan harapan akan mendapat penghidupan yang jauh lebih layak dibanding kan di desa. Sebagai suatu bentuk interaksi kota dan desa, urbanisasi dipengaruhi oleh dua faktor utama yang dikenal dengan istilah faktor pendorong (push factors) dan faktor penarik (pull factors).

 

a) Faktor Pendorong

 

Wilayah perdesaan dengan segala keterbatasan dan permasalahannya merupakan faktor pendorong terjadinya gejala urbanisasi. Beberapa permasalahan sosial di wilayah perdesaan yang menjadi daya dorong urbanisasi antara lain sebagai berikut.

 

  • Menyempitnya lahan pertanian yang menjadi mata pencarian utama sebagian besar penduduk perdesaan.
  • Perubahan fungsi lahan dari kawasan pertanian menjadi lahan permukiman penduduk, pembangunan fasilitas sosial, atau menjadi kawasan industri.
  • Jumlah penduduk perdesaan yang semakin tinggi memerlukan pekerjaan yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan lapangan kerja di sektor pertanian semakin berkurang akibat menyempitnya lahan.
  • Tingkat upah kerja di desa umumnya relatif lebih kecil jika dibanding kan dengan di kota.
  • Harapan masyarakat desa untuk meningkatkan taraf hidup dan status ekonomi dengan bekerja di kota.
  • Fasilitas sosial, seperti jenjang pendidikan, kesehatan, olahraga, dan hiburan di wilayah perdesaan relatif terbatas.

 

b) Faktor Penarik

 

Di lain pihak, kota dengan berbagai fasilitas dan kemajuannya merupakan faktor penarik bagi masyarakat untuk melakukan urbanisasi. Beberapa contoh daya tarik wilayah perkotaan yang mengakibatkan tingginya arus urbanisasi antara lain sebagai berikut.

 

  • Kota yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas sosial yang lebih memadai tentunya banyak memberikan kemudahan bagi warganya dalam melakukan aktivitas sosial sehari-hari.
  • Lapangan pekerjaan di kota yang lebih beragam terutama dalam sektor industri dan jasa dengan upah relatif tinggi dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.
  • Tersedianya fasilitas pendidikan yang lebih memadai baik dari jenjang maupun jumlah lembaga pendidikan.
  • Tersedianya fasilitas kesehatan, olah raga, hiburan, dan rekreasi dengan jumlah dan kualitas yang lebih baik.

 

Sebagai suatu gejala yang terjadi di masyarakat, urbanisasi tentunya memberikan dampak atau pengaruh berupa permasalahan-permasalahan sosial bagi wilayah perdesaan dan perkotaan. Beberapa permasalahan yang dapat timbul sebagai akibat tingginya arus urbanisasi antara lain sebagai berikut.

 

a) Contoh Permasalahan bagi Wilayah Perdesaan

 

  • Wilayah perdesaan banyak kehilangan tenaga kerja produktif karena banyaknya orang yang pergi ke kota.
  • Lahan-lahan potensial di perdesaan banyak yang terlantar.
  • Meningkatnya gejala urbanisme pada masyarakat desa, yaitu pola dan gaya hidup yang meniru masyarakat kota.
  • Proses pembangunan desa terhambat karena salah satu modal dasar pembangunan, yaitu tenaga kerja yang terdidik atau terlatih banyak yang melakukan urbanisasi.

 

b) Contoh Permasalahan bagi Wilayah Perkotaan

 

  • Persentase jumlah dan kepadatan penduduk kota meningkat dengan cepat.
  • Tingkat pengangguran meningkat karena banyak penduduk desa yang tidak terserap oleh lapangan kerja yang ada.
  • Tingkat kriminalitas tinggi.
  • Timbulnya permukiman-permukiman kumuh (slum area), seperti sepanjang rel kereta api yang dihuni oleh pen duduk urbanisani yang gagal mendapat kehidupan yang layak di kota.

 

Sumber:

 

Bambang Utoyo. 2009. Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Bintarto, R. 1983. Interaksi Desa - Kota. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Bintarto, R. 1983. Urbanisasi dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Kartawinata, K. 1992. Kota Sebagai Ekosistem. Jakarta: Universitas Tarumanagara.

Mantra, Ida Bagus. 1976. Pangantar Studi Demografi. Yogyakarta: Nurcahya.

Soemarwoto, Otto. 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

 
 
 
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO) © 2020