1.
Mobilitas Non Permanen
Pada
dasarnya tidak semua penduduk yang bergerak atau mengadakan mobilitas dari
suatu wilayah ke wilayah lainnya bertujuan untuk menetap di wilayah yang
dikunjunginya. Ada kalanya mereka berpindah untuk sementara waktu, baik dalam
durasi waktu harian (pulang-pergi), mingguan, bulanan, atau mungkin lebih lama
lagi. Proses perpindahan penduduk semacam ini dinamakan mobilitas non permanen.
Berdasarkan
lamanya waktu di tempat tujuan, mobilitas non permanen dibedakan menjadi dua,
yaitu komutasi dan sirkulasi. Komutasi merupakan bentuk mobilitas penduduk non
permanen secara ulang-alik (pergi-pulang) tanpa menginap di tempat yang dituju,
atau dengan kata lain waktu yang dibutuhkannya kurang dari 24 jam. Orang yang
melakukan proses komutasi dinamakan komuter atau penglaju. Sebagai contoh
seseorang yang bekerja di Jakarta, sedangkan tempat tinggalnya di kota Bogor
atau Bekasi. Dengan kemajuan prasarana dan sarana transportasi, jarak antara
kedua kota tersebut dirasakan tidak terlalu jauh. Oleh karena itu, terjadi aktivitas
pergi pagi hari untuk bekerja dan pulang sore atau senja tanpa harus menginap
di Jakarta.
Sirkulasi
adalah jenis mobilitas penduduk non permanen tetapi sempat menginap di tempat
tujuan atau mobilitas non permanen musiman. Orang yang melakukan sirkulasi
dinamakan sirkuler. Waktu yang dibutuhkan untuk sirkulasi berbeda-beda. Ada
yang hanya beberapa hari, namun ada pula yang memakan waktu lama.
2.
Mobilitas Permanen (Migrasi)
Manusia
merupakan makhluk yang memiliki kemampuan atau daya mobilitas paling tinggi
jika dibandingkan dengan organisme lainnya di muka bumi. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan ekonomis, pendidikan, keamanan, atau
alasan-alasan sosial lainnya sering kali manusia pindah dari suatu wilayah ke
wilayah lainnya, kemudian menetap di tempat tujuan.
Bentuk
pergerakan penduduk semacam ini disebut mobilitas permanen atau migrasi. Secara
umum dikenal dua macam mobilitas permanen, yaitu migrasi internasional dan
migrasi internal. Migrasi internasional merupakan proses perpindahan penduduk
dari suatu negara ke negara lain. Migrasi internasional dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu imigrasi, emigrasi, dan remigrasi.
Imigrasi
adalah perpindahan penduduk masuk ke suatu negara, atau dapat pula
didefinisikan sebagai proses masuknya warga negara asing ke sebuah
negaradisebut imigran. Emigrasi adalah proses perpindahan penduduk keluar dari
suatu negara, seperti warga negara Indonesia bermigrasi dan menetap di negara
Malaysia. Orang yang melakukan emigrasi disebut emigran. Remigrasi adalah
proses kembalinya penduduk ke negara asalnya setelah pindah dan menetap di
negara asing.
Migrasi
internal merupakan bentuk perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah
lainnya dalam satu negara. Secara umum bentuk-bentuk migrasi internal yang biasa
dijumpai di Kepulauan Indonesia antara lain urbanisasi, ruralisasi, dan
transmigrasi. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari kawasan perdesaan ke
wilayah perkotaan, sedangkan orang yang melakukan urbanisasi dinamakan
urbanisan. Sebaliknya, ruralisasi merupakan bentuk perpindahan penduduk dari
kota ke desa.
Gejala
urbanisasi berawal dari adanya ketimpangan pemerataan pembangunan antara
kawasan perkotaan dan perdesaan. Di satu pihak akselerasi peningkatan ekonomi
dan pembangunan di wilayah perkotaan berjalan relatif lebih cepat dan merambah
hampir semua sektor kehidupan, kecuali bidang pertanian.
Adapun
di lain pihak pembangunan di perdesaan cenderung berjalan dengan lamban.
Akibatnya, tingkat kesejahteraan masyarakat kota dirasakan jauh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan penduduk desa. Kondisi ini memacu penduduk desa untuk
pergi mengadu nasib ke kota, dengan harapan akan mendapat penghidupan yang jauh
lebih layak dibanding kan di desa. Sebagai suatu bentuk interaksi kota dan
desa, urbanisasi dipengaruhi oleh dua faktor utama yang dikenal dengan istilah
faktor pendorong (push factors) dan
faktor penarik (pull factors).
a)
Faktor Pendorong
Wilayah
perdesaan dengan segala keterbatasan dan permasalahannya merupakan faktor
pendorong terjadinya gejala urbanisasi. Beberapa permasalahan sosial di wilayah
perdesaan yang menjadi daya dorong urbanisasi antara lain sebagai berikut.
- Menyempitnya lahan pertanian yang menjadi mata pencarian utama sebagian besar penduduk perdesaan.
- Perubahan fungsi lahan dari kawasan pertanian menjadi lahan permukiman penduduk, pembangunan fasilitas sosial, atau menjadi kawasan industri.
- Jumlah penduduk perdesaan yang semakin tinggi memerlukan pekerjaan yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan lapangan kerja di sektor pertanian semakin berkurang akibat menyempitnya lahan.
- Tingkat upah kerja di desa umumnya relatif lebih kecil jika dibanding kan dengan di kota.
- Harapan masyarakat desa untuk meningkatkan taraf hidup dan status ekonomi dengan bekerja di kota.
- Fasilitas sosial, seperti jenjang pendidikan, kesehatan, olahraga, dan hiburan di wilayah perdesaan relatif terbatas.
b)
Faktor Penarik
Di
lain pihak, kota dengan berbagai fasilitas dan kemajuannya merupakan faktor
penarik bagi masyarakat untuk melakukan urbanisasi. Beberapa contoh daya tarik
wilayah perkotaan yang mengakibatkan tingginya arus urbanisasi antara lain
sebagai berikut.
- Kota yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas sosial yang lebih memadai tentunya banyak memberikan kemudahan bagi warganya dalam melakukan aktivitas sosial sehari-hari.
- Lapangan pekerjaan di kota yang lebih beragam terutama dalam sektor industri dan jasa dengan upah relatif tinggi dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.
- Tersedianya fasilitas pendidikan yang lebih memadai baik dari jenjang maupun jumlah lembaga pendidikan.
- Tersedianya fasilitas kesehatan, olah raga, hiburan, dan rekreasi dengan jumlah dan kualitas yang lebih baik.
Sebagai
suatu gejala yang terjadi di masyarakat, urbanisasi tentunya memberikan dampak
atau pengaruh berupa permasalahan-permasalahan sosial bagi wilayah perdesaan
dan perkotaan. Beberapa permasalahan yang dapat timbul sebagai akibat tingginya
arus urbanisasi antara lain sebagai berikut.
a) Contoh Permasalahan
bagi Wilayah Perdesaan
- Wilayah perdesaan banyak kehilangan tenaga kerja produktif karena banyaknya orang yang pergi ke kota.
- Lahan-lahan potensial di perdesaan banyak yang terlantar.
- Meningkatnya gejala urbanisme pada masyarakat desa, yaitu pola dan gaya hidup yang meniru masyarakat kota.
- Proses pembangunan desa terhambat karena salah satu modal dasar pembangunan, yaitu tenaga kerja yang terdidik atau terlatih banyak yang melakukan urbanisasi.
b) Contoh Permasalahan
bagi Wilayah Perkotaan
- Persentase jumlah dan kepadatan penduduk kota meningkat dengan cepat.
- Tingkat pengangguran meningkat karena banyak penduduk desa yang tidak terserap oleh lapangan kerja yang ada.
- Tingkat kriminalitas tinggi.
- Timbulnya permukiman-permukiman kumuh (slum area), seperti sepanjang rel kereta api yang dihuni oleh pen duduk urbanisani yang gagal mendapat kehidupan yang layak di kota.
Sumber:
Bambang
Utoyo. 2009. Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
Bintarto,
R. 1983. Interaksi Desa - Kota. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Bintarto,
R. 1983. Urbanisasi dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Kartawinata,
K. 1992. Kota Sebagai Ekosistem. Jakarta: Universitas Tarumanagara.
Mantra,
Ida Bagus. 1976. Pangantar Studi Demografi. Yogyakarta: Nurcahya.
Soemarwoto,
Otto. 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

