Mobilitas Horizontal dan Mobilitas Vertikal | ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO)
Gunakan fitur "search my site" untuk mencari artikel yang anda inginkan
 

Rabu, 11 Agustus 2021

Mobilitas Horizontal dan Mobilitas Vertikal

 

Mobilitas sosial dapat terjadi, baik secara horizontal maupun vertikal. Tidak hanya dilakukan oleh seseorang atau kelompok sebagai orang yang langsung terlibat di dalamnya, tetapi dapat pula terjadi pada keturunannya atau antar-generasi. Pengertian mobilitas intergenerasi (antargenerasi) adalah mobilitas antara dua generasi atau lebih, misalnya generasi ayah, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya atau generasi sekarang (dalam keluarga anak, anak adalah kepala keluarga) dan generasi pendahulu (keluarga ayah, ayah sebagai kepala keluarga).

 

Mobilitas Sosial Terjadi di Lingkungan Keluarga

Mobilitas sosial berhubungan dengan kedudukan dan peran seseorang atau kelompok untuk mencapai kedudukan dan mungkin peran lain yang berbeda dengan semula. Untuk mencapai kedudukan yang dianggap baik atau terpandang oleh masyarakat, bukanlah sesuatu hal yang mudah. Demikian pula, kedudukan atau peran sosial yang telah dimiliki oleh seseorang atau masyarakat, tidak selamanya tetap bertahan pada tingkat yang sama, tetapi selalu mengalami perubahan, baik ke tingkat yang lebih tinggi maupun ke tingkat yang lebih rendah, atau berubah dari suatu kedudukan dan peran sosial ke kedudukan dan peran sosial yang lain. Antara kedudukan dan peran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam mobilitas sosial. Kedudukan seseorang dapat menjadi lebih tinggi atau menurun karena adanya penghargaan yang diberikan kepada peran-perannya. Sebaliknya, keberhasilan seseorang atau masyarakat dalam melakukan perannya juga bergantung pada kedudukannya.

Hal ini biasanya berhubungan dengan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki. Contohnya, seorang karyawan biasa karena memiliki prestasi dan keterampilan melebihi karyawan lainnya maka ia diangkat menjadi manajer atau kepala personalia ataupun sebaliknya, seorang manajer yang kurang memiliki kemampuan dalam memimpin perusahaan maka ia akan dipindahkan oleh direkturnya ke bagian lain yang lebih rendah menjadi karyawan biasa atau mungkin di PHK.

 

Gerak sosial memiliki beberapa dimensi, tetapi yang paling prinsip dari tipe-tipe tersebut adalah gerak sosial yang horizontal dan gerak sosial vertikal.

 

 

1. Mobilitas Sosial Horizontal

 

Seseorang sedang Berpindah Tempat Kerja

Mobilitas sosial horizontal terjadi apabila terdapat perubahan kedudukan pada strata yang sama. Perubahan kedudukan terjadi pada orang yang sama disebut mobilitas sosial horizontal intragenerasi. Kedudukan seseorang dapat berubah naik atau turun pada lapisan atau strata yang sama, tanpa mengubah kedudukan yang bersangkutan. Akan tetapi, peran yang dipegang seseorang dapat berubah. Jika dihubungkan dengan gaji atau imbalan yang didapat oleh seseorang, perubahan kedudukan secara horizontal. tidak memengaruhi tingkat imbalan orang yang bersangkutan. Misalnya sebagai berikut.

 

  • Seseorang bekerja di perusahaan sebagai sekretaris, pada suatu saat dipindahkan menjadi bendahara. Orang yang bersangkutan tetap memperoleh gaji yang sama.
  • Seseorang diberi tugas oleh presiden untuk menjadi menteri pertanian pada suatu kabinet selama lima tahun. Pada pergantian kabinet berikutnya, yang bersangkutan diserahi tugas sebagai menteri perindustrian.
  • Seorang guru di sebuah SMA di kota A pindah ke SMA di kota B. Guru tersebut tidak mengalami perubahan kedudukan dan peran, tetapi hanya berpindah tempat kerja.

 

Pergeseran-pergeseran tersebut tidak menurunkan atau menaikkan posisi yang bersangkutan, tetapi bukan berarti tidak  mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Kesulitan yang muncul umumnya terjadi pada saat penyesuaian diri (adaptasi). Adakalanya yang bersangkutan harus mempelajari dan melatih keterampilan yang baru. Begitu pula penyesuaian terhadap kelompok yang didatangi, harus dimulai dengan mengenal dan menerima kembali sifat-sifat dan perilaku rekan sekerjanya agar dapat bekerja sama untuk meningkatkan prestasi kerja di kelompoknya. Eratnya hubungan sosial dan kerja sama yang telah terbina di kelompok yang ditinggalkan, dijalin kembali di kelompok yang baru.

 

Mobilitas sosial horizontal antargenerasi (intergenerasi) terjadi apabila anak dan orangtuanya berbeda pekerjaan, tetapi memiliki kedudukan sosial yang sama. Misalnya,

 

  • Orangtua mempunyai kedudukan sebagai petani kaya dan digolongkan sebagai kelas menengah di masyarakat, tetapi anaknya tidak menginginkan untuk mengikuti jejak orangtuanya. Anak petani lebih memilih menjadi seorang pedagang yang berhasil dan kaya sehingga keduanya sama-sama berada pada tingkat sosial kelas menengah.

 

  • Seorang ayah mempunyai kedudukan pegawai negeri dan berperan sebagai guru di sebuah SMA di kota X, anaknya menjadi pegawai negeri di kantor pemerintah. Keduanya memiliki kedudukan yang sama, tetapi memiliki peran yang berlainan.

 

Mobilitas horizontal antargenerasi ini terjadi apabila orangtua dan anaknya mempunyai kedudukan yang sama, tetapi peran berbeda. Dengan kata lain bahwa suatu generasi (orangtua) tidak menurunkan segalanya kepada generasi berikutnya (anak).

 

2. Mobilitas Sosial Vertikal

 

Seorang anak menjadi dokter dari keluarga petani

Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan seseorang atau kelompok dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lain yang tidak sederajat, baik pindah ke tingkat yang lebih tinggi (social climbing) maupun turun ke tingkat lebih rendah (social sinking). Setiap orang di masyarakat tidak selamanya memiliki kedudukan yang tetap, tetapi selalu mengalami perubahan.

 

Begitu pula halnya dengan seorang karyawan yang tidak ingin selamanya menempati kedudukan sama, Ia akan berusaha untuk naik ke kedudukan yang lebih tinggi. Jabatan yang dipegang oleh seseorang tidak dapat dilepaskan dari kedudukan sosialnya, karena jabatan dapat melambangkan kedudukan sosial. Akan tetapi, jabatan tidak dapat dipegang selamanya karena jabatan suatu saat akan diserahkan kepada orang lain. Orang yang menempati jabatan sebelumnya dapat saja naik untuk menempati jabatan yang lebih tinggi atau selesai bekerja karena pensiun sehingga tidak mempunyai jabatan lagi dan kedudukan sosialnya menurun. Hal tersebut dinamakan gerak naik turun atau mobilitas sosial vertikal.

 

Seseorang yang sudah lama bekerja di suatu kantor atau perusahaan, akan berusaha mendapatkan kenaikan gaji. Dengan adanya kenaikan gaji tidak berarti naiknya kedudukan ke tingkat yang lebih tinggi karena yang bersangkutan tetap menempati jabatan semula. Akan tetapi, apabila yang bersangkutan hanya pegawai biasa atau juru ketik karena prestasi kerja, maka dinaikkan kedudukannya menjadi kepala bagian. Perpindahan kedudukan dari lapisan yang lebih rendah ke lapisan yang lebih tinggi tersebut dinamakan promosi. Contoh lain dari promosi atau mobilitas naik seperti berikut.

 

  • Seorang guru, karena prestasi dan pangkat yang telah mencukupi, mendapat promosi jabatan untuk menjadi kepala sekolah.

 

  • Seorang bupati yang mendapat banyak dukungan dari masyarakat dan dewan, kemudian terpilih menjadi gubernur.

 

Sebagai kepala sekolah atau gubernur, apabila telah habis masa jabatannya dan tidak dapat diangkat lagi, akan kembali ke jabatan sebelumnya atau berhenti sama sekali (pensiun). Jabatan yang dipegang seseorang merupakan peran yang harus dilaksanakan sesuai dengan kedudukan yang dimiliki. Dengan demikian, mobilitas sosial vertikal naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu:

 

  • masuknya individu-individu atau seseorang yang memiliki kedudukan rendah ke tingkat kedudukan yang lebih tinggi.
  • pembentukan suatu kelompok sosial baru kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari orang-orang pembentuk kelompok tersebut.

 

Adapun mobilitas vertikal menurun juga memiliki dua bentuk utama, yaitu:

  • turunnya kedudukan seseorang ke tingkat yang lebih rendah daripada sebelumnya.
  • turunnya derajat sekelompok orang dari tingkat sebelumnya, yang disebut dengan desintegrasi atau degradasi.

 

Mobilitas sosial yang vertikal memiliki beberapa ciri, yaitu sebagai berikut.

 

  • Masyarakat yang bersangkutan adalah masyarakat yang terbuka, artinya lapisan atau kelas-kelas sosial yang ada di dalam masyarakat tidak menutup kemungkinan untuk naik turunnya kedudukan anggota masyarakatnya.
  • Setiap warga masyarakat (negara) mempunyai kedudukan hukum yang sama tingginya.
  • Gerak naik ke lapisan kedudukan yang lebih tinggi mengandalkan kesanggupan seseorang mengatasi sistem seleksi yang semakin berat. Misalnya, setiap orang berhak untuk menempati kedudukan apapun di negara ini asalkan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

 

Mobilitas sosial vertikal terjadi pada orang yang bersangkutan atau pada keturunannya, terdapat dua bentuk yang dinamakan mobilitas vertikal intragenerasi dan mobilitas vertikal intergenerasi (antargenerasi). Mobilitas vertikal intragenerasi yaitu mobilitas sosial yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok itu sendiri. Mobilitas vertikal intergenerasi (antargenerasi) yaitu mobilitas sosial tidak dilakukan langsung oleh seseorang atau kelompok, tetapi oleh keturunannya, baik anak maupun cucunya. Misalnya, sebagai berikut.

 

  • Bapak X seorang pengemudi angkutan kota, tetapi anaknya disekolahkan sampai mendapat gelar insinyur (sarjana teknik), kemudian bekerja di perusahaan pertambangan yang dikelola oleh swasta nasional.

 

  • Bapak Y seorang pengusaha kaya di kotanya, tetapi anaknya memilih menjadi seniman.

 

Mobilitas vertikal tidak selalu dilakukan oleh yang bersangkutan baik gerak naik maupun gerak turun. Kadangkala seseorang ingin mewariskan kedudukan atau menginginkan lapisan dan kelas sosial kepada anaknya agar sama dengan dirinya. Akan tetapi, anak sering memilih hal lain yang berbeda dari pilihan orangtuanya karena anak mempunyai keinginan untuk bebas dalam menentukan nasibnya sehingga kedudukan yang dimiliki anak dapat berbeda dengan orangtua, baik menjadi lebih tinggi maupun menjadi lebih rendah.

 

Berikut ini prinsip-prinsip umum bagi mobilitas sosial vertikal, yaitu sebagai berikut.

 

  • Hampir tidak ada masyarakat yang sistem sosialnya bersifat tertutup sama sekali (mutlak), seperti masyarakat berkasta di India. Walaupun mobilitas sosial vertikal hampir tidak tampak, proses perubahan tetap terjadi. Misalnya, seorang dari kasta brahmana yang berbuat kesalahan besar dapat turun ke kasta yang lebih rendah atau mobilitas sosial vertikal ini dapat terjadi karena perkawinan yang berbeda kasta.

 

  • Betapapun terbukanya sistem sosial yang berlapis-lapis di masyarakat, tidak mungkin mobilitas sosial vertikal dilakukan sebebas-bebasnya. Hal ini karena tidak mungkin ada stratifikasi (lapisan) sosial yang menjadi ciri tetap dan umum di setiap masyarakat.

 

  • Mobilitas sosial vertikal berlaku umum bagi semua masyarakat karena setiap masyarakat mempunyai ciri-ciri tersendiri bagi mobilitas sosial vertikal.

 

  • Laju mobilitas sosial vertikal dapat disebabkan oleh faktor ekonomi, politik, dan pekerjaan yang masing-masing berbeda.


  • Mobilitas sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor ekonomi, politik, pekerjaan, tidak ada kecenderungan yang terus berkesinambungan (continue), baik bertambah naik maupun menurun, tetapi akan selalu mengalami perubahan. Hal ini karena orang yang memiliki suatu kedudukan dan peran tidak akan selamanya sama.


Selain itu, mobilitas sosial dapat dibedakan dalam dua jenis yang didasarkan pada keadaan dari tolok ukur bagaimana para individu dalam lapisan sosial berupaya mengubah dirinya, yaitu sebagai berikut.

 

  • Mobilitas yang disponsori (sponsored mobility) bergantung pada bagaimana kategori dan posisi individu memperoleh pendidikan, keturunan, atau dari kelas sosial yang dianggap memiliki peluang bergerak.

 

  • Mobilitas sosial tandingan (contest mobility) akan bergantung pada upaya dan kemampuan para individu, karena persaingan itu terbuka maka status elite tertentu mungkin saja akan dicapai seseorang.

 

Sumber:

 

Bagja Waluya. 2009. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Lawang, Robert M.Z. 1980. Pengantar Sosiologi. Jakarta: UT.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.

 
 
 
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO) © 2020