Adaptasi terhadap Mobilitas Sosial | ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO)
Gunakan fitur "search my site" untuk mencari artikel yang anda inginkan
 

Sabtu, 04 September 2021

Adaptasi terhadap Mobilitas Sosial

 

Setiap mobilitas sosial yang telah dilakukan memerlukan penyesuaian diri agar tidak selalu terasing dengan situasi yang baru. Jika seseorang atau kelompok tidak dengan cepat menyesuaikan diri dengan situasi dari hasil mobilitas sosial tersebut, yang bersangkutan dianggap ketinggalan, lebih tepatnya disebut ketinggalan kebudayaan (culture lag). Kedudukan kelas sosial yang lebih tinggi dapat saja dicapai, tetapi perilaku yang tidak sesuai dengan kedudukan atau kelas sosial yang baru sudah dilakukan. Dalam hal ini, akan lebih tepat apabila kita sebut sebagai kebudayaan adaptif yang artinya penyesuaian kebudayaan.

 


Kebiasaan dan tindakan manusia yang dimiliki seseorang sesuai dengan kedudukan pada kelas atau lapisan sosialnya. Hal ini merupakan bagian dari kebudayaan lapisan sosial yang bersangkutan. Kebudayaan adalah keseluruhan pola lahir dan batin yang memungkinkan terjadinya hubungan sosial di antara anggota-anggota masyarakat. Kedudukan yang dicapai seseorang dapat dianggap sebagai kebudayaan baru yang harus dihadapi oleh orang yang melakukan mobilitas sosial sehingga yang bersangkutan harus menyesuaikan diri dengan meninggalkan kebudayaan lama sebelum kedudukannya berubah.

 

Penyesuaian diri atau adaptasi terhadap kebudayaan materiil seperti benda-benda dan hasil karya manusia mudah untuk dilakukan atau dengan sendirinya akan dimiliki oleh orang yang kedudukannya meningkat. Akan tetapi, sikap, perilaku, dan ke biasaan seseorang akan sulit untuk berubah. Seseorang perlu menyesuaikan diri dengan kedudukannya tersebut dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menyesuaikan diri.

 

Berikut ini beberapa perubahan yang disebabkan oleh mobilitas sosial sehingga kedudukan seseorang meningkat ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi sikap dan perilaku lambat menyesuaikan diri.

 

  • Orang kaya yang bangkrut dan menjadi miskin, tetapi perilaku dan kebiasaannya seakan-akan tetap kaya. Misalnya, bapak B seorang pengusaha yang kaya mengalami kegagalan usahanya (bangkrut) kemudian jatuh miskin, dalam kehidupan sehari-hari selalu ingin dihormati oleh orang sekelilingnya dan masih selalu memerintah orang lain seperti kepada bawahannya.

 

  • Seorang sarjana, di daerahnya sebagai pemuka masyarakat dan yang notabene selalu rasional sering dihormati oleh warga, tetapi ia sering meminta kekuatan dan nasihat dukun agar setiap orang tunduk kepadanya.

 

Seseorang terkadang berperilaku tidak sesuai dengan kedudukannya. Halini hanya perilaku seperti yang dicontohkan tersebut. Perilaku orang tersebut akibatnya dianggap sebagai orang yang ketinggalan kebudayaan (culture lag) yang dialami seseorang dalam masyarakatnya. Hal itu disebabkan karena perbedaan visi yang dialami individu dan masyarakat atau seseorang yang selalu merasa kesepian di tengah keramaian.

 

Sumber:

 

Bagja Waluya. 2009. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

 

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.

 

Lawang, Robert M.Z. 1980. Pengantar Sosiologi. Jakarta: UT.

 
 
 
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO) © 2020