Tidak
selamanya sekumpulan orang-orang dapat dikatakan sebagai kelompok sosial.
Kelompok sosial harus memiliki ciri-ciri yang menjadi kriteria kelompok
tersebut. Suatu kelompok sosial harus dibedakan dari bentuk-bentuk kehidupan
bersama lainnya seperti kelas. Pengelompokan manusia ke dalam wadah-wadah
tertentu yang merupakan bentuk-bentuk kehidupan bersama, seharusnya dilandaskan
pada kriteria tertentu.
Tanpa
kriteria yang mantap sulit untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
memengaruhi terbentuknya kelompok ataupun pengaruh kelompok terhadap
pembentukan kepribadian individual. Oleh karena itu, R.M. Mac Iver dan Charles
H. Page mengemukakan bahwa suatu kesatuan atau himpunan manusia baru bisa
disebut kelompok sosial apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
A.
Merupakan kesatuan yang nyata atau ada tidaknya organisasi.
Hal
ini berarti suatu kelompok sosial merupakan kumpulan manusia yang dapat
dikenali atau diketahui pihak lain, biasanya terorganisasi secara formal
ataupun informal.
B.
Setiap anggota kelompok sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompoknya.
Keanggotaan
suatu kelompok sosial dilakukan melalui dua cara, yaitu mengukuhkan diri
menjadi anggota kelompok dan dikukuhkan orang lain sebagai anggota kelompok.
Gejala yang menunjukkan bahwa setiap anggota kelompok menyadari bahwa ia
merupakan bagian dari kelompoknya, adalah:
- adanya sikap imitasi terhadap segala aspek dalam kelompoknya yang dilakukan melalui proses sosialisasi.
- mengidentifikasikan diri terhadap kelompoknya, berarti setiap anggota suatu kelompok cenderung ingin sama dengan orang lain di dalam kelompoknya.
- internalisasi, yaitu suatu sikap dan perilaku seseorang yang menggambarkan pola perilaku suatu kelompok sosial.
- keinginan untuk membela dan mempertahankan kelompoknya.
C.
Ada hubungan timbal balik dan saling memengaruhi antaranggotanya.
Ciri
ini cukup menonjol dari suatu kelompok sosial, terutama dalam kelompok sosial
kecil yang frekuensi dan intensitas hubungan antaranggota kelompok relatif
tinggi dan berlangsung secara akrab karena di antara mereka saling mengenal
dengan baik. Hubungan tersebut dilatarbelakangi oleh adanya hasrat dan
kebutuhan dari setiap anggota yang dalam pemenuhan nya tidak dapat dilakukan
oleh sendiri.
D.
Adanya faktor yang dimiliki bersama .
Misalnya,
nasib, kepentingan, tujuan, dan ideologi politik yang sama. Faktor tersebut
dapat mempererat antar keanggotaan.
E.
Memiliki struktur, aturan-aturan, dan pola perilaku.
Hal
ini berarti setiap orang atau anggota-anggota dari suatu kelompok mempunyai status sosial tertentu. Setiap
status sosial tersebut (baik sederajat maupun tidak sederajat) memiliki
keterkaitan yang sangat erat sehingga membentuk suatu struktur. Contohnya,
kelompok sosial umumnya terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan atas,
menengah, dan bawah.
Lapisan-lapisan
tersebut diatur oleh suatu aturan-aturan yang berfungsi sebagai pedoman yang
menjelaskan kepada setiap anggota kelompok tentang peranan yang harus dilakukan
sesuai dengan statusnya, apa yang menjadi hak dan kewajibannya, dan bagaimana
harus bersikap dan bertindak dalam hubungan sosial. Dengan demikian,
aturan-aturan juga berfungsi sebagai alat kontrol dan pengendalian sosial guna
menciptakan keseimbangan hidup dalam kelompok. Dari hubungan yang berlangsung
secara terus-menerus dan mapan akan dihasilkan corak, tata cara bersikap, dan
berperilaku tertentu yang kemudian disebut pola perilaku.
Sumber:
Bagja
Waluya. 2009. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Kristiadi,
J. 1984. Perkembangan Organisasi Sosial dan Partai Politik di Indonesia.
Jakarta: CSIS.
Lawang, Robert M.Z. 1980.
Pengantar
Sosiologi. Jakarta: UT.
Soekanto,
Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.
