Menurut
Hamdy, valuta asing atau foreign currency
adalah mata uang asing atau alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk
melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan yang
memiliki catatan kurs resmi pada bank sentral (Iskandar Putong, 2003).
Penggunaan valuta asing atau mata uang asing sebagai alat pembayaran dalam
perdagangan internasional disyaratkan karena umumnya negara-negara yang
melakukan jual beli hanya menginginkan pembayaran atas barang yang diberikannya
kepada negara lain dengan menggunakan mata uang negaranya, atau mata uang
negara lain yang dianggap perlu, yang telah ditentukan sebagai standar
internasional.
Setiap negara memiliki mata uang yang menunjukkan harga-harga barang dan jasa. Indonesia memiliki rupiah, Amerika Serikat memiliki dollar, Jerman memiliki deutsche mark, Jepang memiliki yen, Malaysia memiliki ringgit, India memiliki rupee, dan Filipina memiliki peso. Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau nilai tukar (exchange rate). Kurs memainkan peranan penting dalam perdagangan internasional karena kurs memungkinkan untuk membandingkan harga-harga seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara.
Dari
beberapa banyak mata uang yang beredar di dunia terdapat beberapa mata uang
yang dipergunakan sebagai satuan hitung yang banyak dicari dalam transaksi
perdagangan dan alat pembayaran internasional. Mata uang yang dimaksud umumnya
adalah mata uang yang berasal dari negara maju yang perekonomiannya kuat dan
relatif stabil. Biasanya mata uang tersebut sering mengalami apresiasi
(kenaikan nilai) dibandingkan dengan mata uang lainnya. Mata uang tersebut
disebut mata uang keras (hard currency).
Ada delapan mata uang yang diakui sebagai hard
currencies, yaitu US dollar-Amerika Serikat, poundsterling-Inggris, deutsche
mark (DM)-Jerman, yen-Jepang, franc-Prancis, canadian dollar-Canada,
franc-Swiss, euro-Uni Eropa.
Adapun
mata uang yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan satuan hitung serta
nilainya sering mengalami depresiasi (penurunan nilai) disebut soft currency. Pada umumnya, mata uang
ini berasal dari negara-negara yang sedang berkembang, yang perekonomiannya
relatif baru dan sedang tumbuh, misalnya Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Mata uang asing tidak diperlukan dalam pembangunan suatu negara jika negara
yang bersangkutan mampu menyediakan sarana dan prasarana pembangunan dari dalam
negerinya sendiri, baik berupa bahan baku, manusia dan teknologi.
Akan
tetapi, mengingat perkembangan ilmu pengetahuan yang umumnya tidak merata dan
ketersediaan sumber daya alam pada suatu negara sangat terbatas, kurang bermutu
dan bahkan hampir tidak ada (sedikit), menyebabkan suatu negara memerlukan
negara lain untuk menutupi kekurangan kebutuhannya dalam pembangunan. Dalam
rangka memenuhi kebutuhan itulah, diperlukan mata uang asing tersebut, terutama
mata uang yang berjenis hard currency.
Sumber:
Boediono. 1999. Ekonomi Internasional, Seri
Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 3. Yogyakarta: BPFE.
Deliarnov. 1997. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan
Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta:
LP3ES.
Imamul Arifin, Giana Hadi Wagiana. 2009. Membuka
Cakrawala Ekonomi untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program
Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional.
Krugman, Paul R. dan Maurice Obstfeld.
1999. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Lindert. Peter H. dan Charles P.
Kindleberger. 1990. Ekonomi Internasional. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Tambunan, Tulus. 2000. Perdagangan
Internasional dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta:
LP3ES.
