Contoh Kebijakan Pengembangan Ekspor dan Impor | ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO)
Gunakan fitur "search my site" untuk mencari artikel yang anda inginkan
 

Jumat, 17 September 2021

Contoh Kebijakan Pengembangan Ekspor dan Impor

 


Berikut ini contoh kebijakan pengembangan  ekspor dan impor.

 

1. Kebijakan Proteksi

 

Tujuan kebijakan ini adalah untuk melindungi industri di dalam negeri dari persaingan barang-barang impor. Oleh karena itu, kebijakan ini disebut juga dengan kebijakan proteksi. Kebijakan proteksi dapat diterapkan dengan berbagai macam instrumen, baik yang berbentuk tarif maupun nontarif. Proteksi-proteksi yang dilakukan dengan tidak menggunakan tarif ini disebut nontarif barriers (NTB).

 

2. Tarif Impor

 

Tarif impor atau bea masuk merupakan salah satu instrumen penting dari kebijakan perdagangan luar negeri, baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Tarif impor pada hakikatnya adalah pajak untuk komoditas impor. Tarif impor adalah pembebanan bea masuk terhadap barang-barang yang melewati suatu negara. Dengan tarif, harga barang impor menjadi lebih mahal sehingga merugikan konsumen dalam negeri. Beberapa alasan diberlakukannya tarif adalah untuk memberikan per lindungan terhadap produsen dalam negeri, memelihara dan memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan penerimaan pajak negara.

 

Dalam kaitannya, ada tiga macam tarif, yaitu bea ad. valorem atau bea harga, bea specific, dan bea compound.

 

  • Bea ad. Valorem adalah pembebanan pungutan bea masuk yang dihitung atas dasar persentase tertentu terhadap nilai barang impor (persen tarif × harga barang). Misalnya, tarif bea masuk impor mobil baru (CBU) 300%, harga mobil itu sendiri misalnya US$10.000.000 dengan kurs rupiah Rp8.000,00 per 1US$ sehingga, harga mobil itu di pasar dalam negeri Rp80 milyar, maka bea masuk mobil baru = 300% × 80 milyar = 240 milyar.

 

  • Bea Specific adalah pembebanan pungutan bea masuk yang dihitung atas dasar satuan atau ukuran fisik tertentu dari barang yang diimpor. Misalnya, bea masuk televisi Rp100.000,00 per unit, sepatu Rp10.000,00 per pasang dan seterusnya.

 

  • Bea Compound atau disebut juga specific ad. valorem adalah kombinasi antara bea masuk ad. valorem dan bea masuk specific. Misalnya, untuk jenis barang tertentu dikenakan bea masuk hanya 5% dari harga barang tersebut ditambah dengan Rp100,00 per unit.

 

Perbedaan antara tarif bea masuk (a) dan (b) adalah bea ad. valorem sifatnya proporsional. Artinya jumlah bea masuk yang dibayar akan meningkat secara proporsional dengan peningkatan nilai barang. Adapun bea masuk specific bersifat represif artinya jumlah bea masuk yang dibayar relatif semakin kecil, jika barang yang diimpor semakin besar jumlahnya.

 

3. Kuota

 

Kuota merupakan salah satu cara melakukan proteksi yang bersifat nontarif (NTB). Kuota adalah kebijakan pembatasan secara fisik jumlah barang yang masuk (impor) dan jumlah barang yang keluar (ekspor) melalui pasar domestik. Kuota yang diterapkan pada barang impor disebut kuota impor, dan kuota yang dikenakan pada barang ekspor disebut kuota ekspor. Pengaruh kuota terhadap permintan dan penawaran barang di pasar domestik sama dengan pengaruh tarif. Dari kebijakan dengan kuota, pemerintah tidak memperoleh penerimaan pajak.

 

4. Larangan Ekspor

 

Jumlah ekspor dapat dibatasi. Pembatasan jumlah ekspor ini bertujuan, antara lain:

  • mencegah barang-barang yang penting agar tidak jatuh ke negara yang dianggap dapat membahayakan.
  • menjamin ketersediaan barang dalam negeri dalam proporsi yang cukup.
  • melakukan pengawasan produksi serta pengendalian harga dalam menjamin stabilitas ekonomi dalam negeri.

 

5. Larangan Impor

 

Larangan impor untuk produk-produk tertentu untuk selamanya atau selama jangka waktu tertentu dilakukan dengan menetapkan jumlah maksimumnya. Contoh larangan impor untuk modal narkoba dan senjata. Larangan impor pada hakikatnya adalah menutup kembali sektor-sektor tertentu dalam perekonomian dengan maksud untuk melindungi produsen di dalam negeri dari produk sejenis di luar negeri.

 

6. Subsidi

 

Subsidi merupakan salah satu kebijakan proteksi yang bersifat nontarif. Subsidi biasanya diberikan dalam bentuk sejumlah uang tertentu secara langsung atau tidak langsung melalui penurunan harga bahan mentah, BBM, keringanan pajak, pengembalian pajak, dan fasilitas kredit dengan bunga rendah pada industri di dalam negeri. Subsidi diberikan jika pemerintah ingin mendorong produksi dalam negeri atau menargetkan bahwa impor suatu barang tidak melebihi jumlah tertentu. Dengan subsidi, pemerintah berharap agar produsen di dalam negeri dapat menjual barangnya lebih murah, sehingga bersaing dengan barang impor. Pemberian subsidi akan berpengaruh terhadap menurunnya biaya produksi perusahaan per unit.

 

7. Diskriminasi Harga

 

Diskriminasi harga diberikan oleh para produsen dalam pasar persaingan tidak sempurna (monopoli atau oligopoli). Produsen dapat menentukan dua macam harga. Produsen dapat menjual dengan harga yang sama kepada semua pembeli, atau menjual dengan harga yang berbeda kepada pembeli tertentu. Contoh saat Jepang menjual salah satu produknya (TV merek Sony) di Amerika Serikat dengan harga lebih murah daripada di Jepang sendiri. Keterangan:

 


Monopolis dalam hal ini perusahaan Sony Jepang me maksimumkan keuntungan di setiap pasar dengan cara menyamakan penerimaan marjinal dengan biaya marjinal (MR=MC). Perusahaan akan menetapkan harga yang lebih tinggi di pasar jika kurva permintaan yang dihadapinya kurang elastik (lebih curam). Pada permintaan yang lebih elastik (lebih landai) seperti di pasar AS yang kompetitif mereka akan menetapkan harga yang lebih rendah. Dumping ini hanya dapat dilakukan jika tidak ada lagi cara bagi para pembeli di negara yang mendapat harga lebih tinggi untuk dilayani dengan output dari negara lain.

 

Sumber:

 

Boediono. 1999. Ekonomi Internasional, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 3. Yogyakarta: BPFE.

Deliarnov. 1997. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.

Imamul Arifin, Giana Hadi Wagiana. 2009. Membuka Cakrawala Ekonomi untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Krugman, Paul R. dan Maurice Obstfeld. 1999. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lindert. Peter H. dan Charles P. Kindleberger. 1990. Ekonomi Internasional. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Tambunan, Tulus. 2000. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: LP3ES.

 
 
 
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO) © 2020