Kehidupan Sosial Ekonomi, Kebudayaan, dan Hukum di Kerajaan Majapahit | ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO)
Gunakan fitur "search my site" untuk mencari artikel yang anda inginkan
 

Senin, 06 September 2021

Kehidupan Sosial Ekonomi, Kebudayaan, dan Hukum di Kerajaan Majapahit

 


A. Kehidupan Sosial Ekonomi 

 

Kehidupan sosial masa Majapahit aman, damai, dan tenteram. Dalam kitab Negarakrtagama disebutkan bahwa Hayam Wuruk melakukan perjalanan keliling ke daerah-daerah untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya. Perlindungan terhadap rakyat sangat diperhatikan. Demikian juga peradilan, dilaksanakan secara ketat, siapa yang bersalah dihukum tanpa pandang bulu.

Dalam kehidupan ekonomi, masyarakat  Majapahit hidup dari pertanian dan perdagangan. Prasarana perekonomian dibangun, seperti jalan lalu lintas sungai dan pelabuhan. Pelabuhan yang besar, antara lain di Surabaya, Gresik, dan Tuban. Barang dagangan yang diperjual-belikan, antara lain beras, rempah-rempah, dan kayu cendana.

 

B. Kehidupan Kebudayaan

 

Dalam kondisi kehidupan yang aman dan teratur maka suatu masyarakat akan mampu menghasilkan karya-karya budaya yang bermutu tinggi. Hasil budaya Majapahit dapat dibedakan sebagai berikut.

 

1) Candi

 

Banyak candi peninggalan Majapahit, seperti Candi Penataran (di Blitar), Candi Brahu, Candi Bentar (Waringin Lawang), Candi Bajang Ratu, Candi Tikus, dan bangunan-bangunan kuno lainnya, seperti Segaran dan Makam Troloyo (di Trowulan).

 

2) Kesusanteran

 

Zaman Majapahit bidang sastra sangat berkembang. Hasil sastranya dapat dibagi menjadi zaman Majapahit Awal dan Majapahit Akhir.

 

a) Sastra Zaman Majapahit Awal

 

  • Kitab Negarakrtagama, karangan Empu Prapanca. Isinya tentang keadaan kota Majapahit, daerah-daearah jajahan, dan perjalananan Hayam Wuruk keliling ke daerah-daerah.

 

  • Kitab Sotasoma, karangan Empu Tantular. Di dalam kitab ini terdapat ungkapan yang berbunyi "Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrawa" yang kemudian dipakai sebagai motto negara kita.

 

  • Kitab Arjunawijaya karangan EmpuTantular. Isinya tentang raksasa yang dikalahkan oleh Arjuna Sasrabahu.

 

  • Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui pengarangnya.

 

b) Sastra Zaman Akhir Majapahit

 

  • Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit.
  • Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
  • Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora.
  • Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe.
  • Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan menjadi Raja Majapahit.
  • Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar.
  • Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.

 

C. Kehidupan Hukum

 

Majapahit di masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, telah diciptakan hukum/perundangan-undangan Majapahit. Kitab hukum/perundangan-undangan Majapahit ini disebut Kutaramanawa yang termuat dalam dua piagam, yakni Piagam Bendasari (tidak bertarihk) dan Piagam Trowulan (bertarihk 1358). Kitab Kutaramanawa terdiri atas 275 pasal, namun dalam terjemahannya hanya disajikan 272 pasal karena satu pasal rusak dan yang dua lainnya merupakan ulangan pasal yang sejenis. Kitab perundang-undangan ini meliputi hukum pidana dan perdata dan disusun dalam 20 (dua puluh ) bab. Sebagai contoh dapat dikemukakan mengenai bab dan isinya, antara lain sebagai berikut.

 

Bab I               : ketentuan umum mengenai denda.

Bab II              : delapan macam pembunuhan (astadusta).

Bab III            : perlakukan terhadap rakyat (kawula).

Bab IV            : delapan macam pencurian (astacorah).

Bab V             : paksaan (sahasa).

Bab VI            : Jual beli (adol-atuku).

Bab VII           : gadai (sanda).

Bab XI            : perkawinan (kawarangan).

Bab XIII         : warisan (drewe kaliliran).

Bab XVIII       : wanah (bhumi).

Bab XX           : fitnah (duwilatek).

 

Proses pengadilan, semua keputusan dalam pengadilan diambil atas nama raja yang disebut Sang Amawabhumi, artinya orang yang mempunyai/menguasai negara. Dalam soal pengadilan, raja dibantu oleh dua orang dharmadhyaksa, yakni Dharmadhyaksa ring Kasaiwan dan Dharmadhyaksa ring Kasogatan, yakni kepala agama Siwa dan kepala agama Buddha. Kedudukan dharmadhyaksa sama dengan hakim tinggi. Mereka dibantu oleh lima upapatti (pembantu).

 

Sumber:

 

Dwi Ari Listiyani. 2009. Sejarah 2 Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS. Jakarta:  Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

 

Chalid Latif dan Irwin Lay. 1992. Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia. Jakarta: Pembina Peraga.

 

Leo Agung S. dan Dwi Ari Listiyani. 2003. Sejarah Nasional dan Umum 2. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

 

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia V dan VI. Jakarta: Balai Pustaka.

 

Nugroho Notosusanto. dkk . 1992. Sejarah Nasional Indonesia 2 dan 3. Jakarta: Depdikbud.

 
 
 
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (ARDI TRI YUWONO) © 2020